Kamis, 22 Maret 2012

Perawat Sehat AKPER Muhammadiyah Kendal

HUBUNGAN POLA ASUH KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR ANAK USIA SEKOLAH DI SD NEGERI 01 TAMAN GEDE KECAMATAN GEMUH
KABUPATEN KENDAL.

Nur Zuhri

Dosen Akper Muhammadiyah Kendal


ABSTRAK



Motivasi belajar adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan seseorang yang berupa kekuatan kompleks, dorongan, kebutuhan, pernyataan, mekanisme, dan aktivitas lain yang memulai seseorang untuk lebih bersemangat agar tercapai tujuan belajar yang lebih baik. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah pola asuh keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Tamangede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
Desain penelitian ini adalah penelitian descriptive correlation, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara pada 27 responden sesuai dengan 40 item pertanyaan yang ada di lembar kuesioner, masing-masing responden diwawancarai   1 kali.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33,3 % keluarga menggunakan pola asuh positif dan 66,7 % keluarga menggunakan pola asuh negatif, sedangkan 59,3 % memiliki motivasi belajar yang baik dan 40,7 % memiliki motivasi belajar yang kurang.
Kesimpulannya sebagian besar keluarga menggunakan pola asuh positif yang berpengaruh terhadap motivasi belajar anak usia sekolah. Dari hasil penelitian diharapkan orang tua mulai mengubah pola asuh yang salah untuk meningkatkan motivasi belajar anak dan adanya penelitian lebih lanjut untuk menyempurnakan hasil penelitian ini dengan metode dan variabel penelitian lebih lengkap.


 

LATAR BELAKANG

Pelayanan keperawatan adalah salah satu bentuk kegiatan di bidang kesehatan, yang mencakup beberapa sub bidang. Salah satu lingkup keperawatan adalah keperawatan anak, keperawatan anak merupakan bentuk pelayanan yang tepat dengan cara memberikan pelayanan sesuai dengan tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak dimulai dari keluarga yaitu orang tua. Sebaiknya orang tua dapat menyediakan perawatan yang tepat bagi anak, hanya jika mereka mengenal tahap-tahap Perkembangan normal yang dialami oleh anak-anak untuk mencapai potensi fisik dan intelektualnya (Elis, 1991).
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari keluarga, eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang memba-hayakan dirinya sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritual (Undang-Undang no. 29 tahun 1999 tentang Hak Asasi KUHP Hak anak). Salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tak dapat dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya, jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya menjadi sekedar perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya (Etty, 2003).
Bagi seorang anak, sebelum ia masuk sekolah pendidikan di  rumah merupakan pendidikan dasar bagi anak tersebut. Dalam proses pendidikan, orang tua dituntut untuk tetap menegakkan disiplin dengan sikap yang tenang serta ramah tetapi tegas. Membiasakan anak-anak untuk belajar di rumah merupakan salah satu faktor yang penting, tanyakan apa yang dialaminya, biarkan anak melepaskan keingi-nannya untuk menceritakan kesulitan pada orang tuanya (Beck,  1998).
Kepribadian anak terbentuk dan berkembang dengan pengaruh yang diterimanya sejak kecil, pengaruh itu berasal dari lingkungan, terutama rumah atau keluarga anak. Pengaruh diterima anak dalam bentuk sifat-sifat kepribadian orang tua, sikap, perlakuan dan pendidikan.            (Sujanto, Lubis, & Hadi, 1999). Oleh karena itu perlu diadakan program kesehatan sekolah yang merupakan bagian dari usaha kesehatan sekolah yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bekerjasama dengan guru, pemerintah, masyarakat, orang tua murid dan murid itu sendiri. Pelaksanaan program kesehatan sekolah diprioritaskan di sekolah-sekolah dasar dengan tujuan untuk membina dan meningkatkan kesehatan anak sekolah, hingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya. Di dalam mencapai tujuan, ada tiga unsur program kesehatan sekolah yaitu lingkungan kehidupan sekolah yang sehat, pendidikan kesehatan di sekolah dan pelayanan kesehatan sekolah (Stanhope, & Lancaster, 1998)
Berdasarkan data di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, bahwa tiap tahun rata-rata ada 3 sampai 7 siswa yang tidak naik kelas dan survei sementara oleh peneliti didapatkan bahwa sebagian besar dari siswa sering ditinggal orang tuanya untuk bekerja baik di lingkungan sekitar atau ke luar negeri. Guru juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi secara langsung kepada orang tua siswa. Dalam hal mengajar guru hanya menjadi wali kelas dalam setahun, sehingga tidak dapat mengikuti perkembangan anak didiknya pada tahun sebelum dan sesudahnya. Guru berusaha memperhatikan motivasi belajar anak namun hasilnya belum maksimal.

PERUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Adakah hubungan antara pola asuh  keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN  01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN  01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh , Kabupaten Kendal.
Tujuan khusus
1.      Mengetahui pola asuh keluarga anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
2.      Mengetahui motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
3.      Mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.

MANFAAT PENELITIAN
1.      Bagi program kesehatan keluarga
Diharapkan dapat membe-rikan informasi tentang pengaruh pola asuh  dengan motivasi belajar anak, sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk lebih meningkatkan pendidi-kan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
2.      Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan agar pengaruh pola asuh yang ada dapat diketahui, sehingga anak bisa dididik secara sehat dan mengurangi faktor-faktor yang mengganggu perkem-bangan anak.
3.      Bagi ilmu keperawatan
Terutama untuk perawat komunitas, dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan asuhan kepera-watan kepada klien atau masyarakat.
4.      Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang kepe-rawatan komunitas dan sebagai bahan pembelajaran sebelum terjun ke masyarakat.

Pola Asuh

Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya, metode disiplin meliputi dua konsep yaitu:
a.    Konsep negatif disiplin, berarti pengendalian dengan kekuatan, ini          merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dengan cara yang tidak disukai dan menyakitkan.
b. Konsep positif disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada disi-plin dan pengendalian diri ( Hurlock, 1999 ).
Fungsi Pola Asuh
Fungsi pokok dari pola asuh orang tua adalah untuk mengan-jurkan anak menerima pengekangan-pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan emosi anak kedalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial ( Hurlock , 1999 ).

Jenis Pola Asuh (Nurbiyati, 2005).
a.       Authoritarian ( otoriter )
Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak, suatu peraturan yang dicanangkan orang tua dan harus dituruti oleh anak. Pendekatan semacam ini biasanya kurang responsif pada hak dan keinginan anak.
b.      Permisif
Pola pengasuhan ini menggu-nakan pendekatan yang sangat responsif (bersedia mendengar-kan) tetapi cenderung terlalu longgar. Orang tua memiliki sikap yang relatif hangat dan menerima sang anak apa adanya, kadang cenderung pada meman-jakan. Anak terlalu dijaga, dituruti keinginannya dan diberi kebebasan untuk melakukan apa saja yang dia inginkan.
c.       Authoritatif ( demokratis )
. anak .

Motivasi  Belajar

Motivasi
a.       Pengertian
Motivasi adalah sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut seseorang untuk memenuhi kebutuhan serta mengarah-kannya menuju tujuan tertentu (Chaplin, 2001).
Teori-teori motivasi (Shaleh & Wahab, 2004).
1)      Teori Hedonisme
Suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kese-nangan yang bersifat duniawi.
2)      Teori Psikoanalisa ( Naluri )
Naluri merupakan suatu kekuatan biologis bawaan, yang mempengaruhi anggota tubuh untuk berlaku dengan cara tertentu dalam keadaan tepat.
3)      Teori Reaksi yang dipelajari
Teori ini berdasarkan pola dan tingkah laku yang dipelajari dari lingkungan kebudayaan di tempat orang itu hidup, oleh karena itu disebut juga teori lingkungan kebudayaan.
4)      Teori Pendorong (Drive Theory)
Merupakan perpaduan antara teori naluri dengan teori reaksi yang di pelajari. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.
5)        Teori Kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.

Macam-macam motivasi (Chaplin, 2001).
5)      Motivasi intrinsik
Ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang itu sendiri tanpa dirangsang dari luar.
Misalnya : Orang yang gemar membaca tanpa adanya dorongan dari orang lain.
6)      Motivasi ekstrinsik
Yaitu motivasi yang datang karena adanya rangsangan dari luar.
Misalnya : Seseorang murid rajin belajar karena takut pada orang tua.

Belajar
Pengertian
Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan (Morgan, 1978 ).
a.      Teori-teori belajar
1)      Teori classical conditioning (Pavlov, 1849 – 1936).
Sebuah prosedur penciptaan reflek baru yaitu apabila stimulus yang diadakan selalu disertai dengan stimulus penguat, maka stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang dikehendaki.
Prinsip dan aplikasi classical conditioning :
a)      Acquisition/reinforcement : penggunaan penguatan.
b)     Pemadaman dan pemuli-han spontan.
c)      Generalisasi dan diskri-minasi.
d)     Kondisi tanding (counter conditioning).

Kelemahan teori classical conditioning :
a)      Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar, kecuali hanya sebagian gejalanya.
b)      Peristiwa belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan  seperti kegiatan mesin dan robot, padahal seseorang yang belajar itu memiliki self direction dan self control untuk menolak atau merespon sesuatu bila tidak ia kehendaki.
c)      Proses belajar manusia yang dianalogikan dalam perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat ada perbedaan yang tajam antar keduanya.
2)      Teori instrumental conditi-oning  (Skinner, 1904).
Tingkah laku adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu dan dapat diubah karena terletak diantara dua pengaruh, yaitu penga-ruh yang mendahuluinya (Antecendent) dan penga-ruh yang mengikutinya (konsekuensi).

Prinsip dan aplikasi instru-mental conditioning :
a)      Penguatan/  reinforcement ( positif dan negatif).
b)     Pembentukan/ shaping.
c)      Pemadaman dan pemuli-han spontan.
d)     Generalisasi dan diskrimi-nasi.
e)      Hukuman/punishment (positif dan negatif)
Kelemahan Teori instrumental conditioning yaitu pada dasarnya teori ini adalah kelanjutan dari teori pertama, sehingga kelemahannya sama dengan teori pertama.
3)      Teori cognitif learning (Mischel).
Perpaduan konsep-konsep dari kognitif dan psikologi sosial ke konsep tingkah laku didalam hubungannya dengan interaksi seseorang dengan situasi
Secara khusus ada lima kategori variabel seseorang yang membatasi bagaimana seseorang menerima dan mempersatukan perangsang di dalam lingkungan untuk membantu menerangkan tingkah laku, kategori yang dimaksud adalah :
a)     Kemampuan penyusun, kecakapan menyusun (menghasilkan kognisi dan tingkah laku tertentu).
b)     Menyusun strategi dan membentuk pribadi, ini merupakan bagian untuk mengkategorisasikan kejadian-kejadian serta untuk pernyataan diri.
c)     Harapan hasil tingkah laku dan hasil stimulus dalam situasi tertentu.
d)    Nilai stimulus yang subjektif, motivasi dan timbulnya stimulus, intensif dan keengganan.
e)     Sistem pengaturan diri dan perencanaan, aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penampilan dan organisasi urutan tingkah laku kompleks. 
4)        Teori belajar sosial (Bandura)
Kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil keputusan menge-nai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian mela-kukan perilaku-perilaku yang dipilih.
c.         Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
5)      Faktor yang ada pada diri seseorang itu sendiri (faktor indivi-dual). Antara lain : faktor kematangan/ pertum-buhan, kecerdasan latihan, motivasi dan faktor pribadi.
6)      Faktor yang ada diluar individual (faktor sosial). Antara lain : faktor keluarga, guru, sekolah, lingkungan dan kesempatan yang tersedia.
2.       Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan seseorang yang berupa kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutu-han-kebutuhan, pernyataan-pernyataan, mekanisme dan aktivitas lain yang memulai seseorang untuk lebih bersemangat agar tercapai tujuan-tujuan belajar yang lebih baik.

 

Hubungan Pola Asuh dengan Motivasi Belajar

      Faktor-faktor motivasi belajar antara lain

Faktor intern
a.      Sebab yang bersifat fisik
1)        Karena sakit
2)        Karena kurang sehat
3)        Karena cacat tubuh
b.      Sebab psikologis
1)                                                                            Intelegensi
2)                                                                            Bakat
3)                                                                            Minat
4)                                                                            Kesehatan mental
3.      Faktor keluarga
a.      Faktor orang tua
Yang termasuk faktor ini adalah :
1)   Pola asuh
2)   Hubungan Orang Tua dan Anak.
3)   Contoh/bimbingan dari orang tua
b.      Suasana rumah atau keluarga
c.      Keadaan ekonomi keluarga
1)                                                Ekonomi yang berlebihan (kaya).
Keadaan ini sebalik-nya dari keadaan yang pertama, di mana ekonomi  keluarga berlimpah ruah. Mereka akan menjadi segan belajar karena ia terlalu banyak bersenang-senang. Mungkin juga ia dimanjakan oleh orang tuanya, orang tua tidak tahan meli-hat anaknya belajar dengan bersusah payah. Keadaan seperti ini akan dapat menghambat kema-juan belajar.
4.      Faktor sekolah
a.      Guru
Guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar, apabila:
1)          Guru tidak kualified, baik dalam pengam-bilan metode yang      digunakan atau dalam mata pelaja-ran yang dipegang-nya. Hal ini bisa saja terjadi, karena vak yang dipegangnya kurang sesuai, hing-ga kurang menguasai lebih-lebih kalau kurang persiapan, sehingga cara mene-rangkan kurang jelas dan sukar di mengerti oleh murid-muridnya.
2)          Hubungan guru dan murid kurang baik.
3)         Guru menuntut stan-dar pelajaran diatas kemampuan anak, 
4)          Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesu-litan belajar,
b.      Alat pelajaran
c.      Kondisi gedung .
d.     Kurikulum
5.      Faktor massa media dan lingkungan sosial
a.      Massa media
b.      Lingkungan sosial

Jenis/ Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian descriptive corelati-onal yang menggambarkan hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal. Dengan pendekatan cross sectional yaitu mengukur dua variabel secara bersamaan baik variabel independen maupun dependen (Notoatmodjo, 2003).

Populasi dan Sampel

Populasi
Populasi adalah seluruh subyek penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Arikunto, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa kelas IV di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2008 sejumlah 27 anak.

Sampel
Pada penelitian ini, Pengambilan sampel dilakukan dengan  menggunakan teknik sampling jenuh/ sensus yaitu sebanyak 27 siswa kelas IV di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2008.
 Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang  (Notoatmodjo, 2003).Etika Penelitian
Secara prinsip etika penelitian dapat dibedakan menjadi 2 bagian (Nursalam, 2003) :
Prinsip Manfaat
Bekas subyek
Penelitian ini harus tanpa meninggalkan penderitaan bagi subyek, artinya dalam pengambilan data tidak akan mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis responden.
Bebas dari eksploitasi
Harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan, informasi yang diberikan tidak merugikan bagi subyek baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan penelitian.
Prinsip Menghargai  Hak Asasi Manusia Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden
 Sebelum diberikan lembar observasi, responden diberikan hak untuk  memilih untuk ikut/ tidak menjadi responden, dengan cara memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan diberlakukan secara manusiawi tanpa adanya sanksi apapun.
Hak untuk mendapatkan jaminan pelayanan
Memberikan penjelasan secara rinci dan bertanggung jawab terhadap suatu subyek.
Informed consent
Subyek harus mendapatkan informasi yang lengkap tentang tujuan dari penelitian yang akan dilakukan, dijelaskan juga bahwa hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Prinsip keadilan
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. Diberlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah penelitian tanpa adanya diskriminasi bila subyek keluar dari responden.
Hak dijaga kerahasiaannya
Subyek mempunyai hak untuk dijaga kerahasiaannya, untuk itu perlu anonimity dan confidentiality.



HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Karakteristik Responden penelitian di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Karakteristik
Frekuensi (f)
Persen (%)

B.   Umur



- 8 Tahun
3
11,1
- 9 Tahun
7
25,9
- 10 Tahun
17
63,0

C.  Jenis Kelamin



- Laki-laki
13
48,1
- Perempuan
14
51,9

D.  Tinggal Bersama



- Orang Tua
22
81,5
- Nenek
3
11,1
- Saudara
2
7,4

38
 

Dari 27 responden yang diberikan pertanyaan diketahui bahwa sebagian besar berumur 10 tahun yaitu sebesar 17 anak (63,0 %) dan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa jumlah anak perempuan lebih banyak yaitu 14 anak (51,9 %).
 Responden dalam penelitian ini paling banyak tinggal bersama orang tua, sebanyak 22 anak (81,5 %) dan hanya 3 anak (11,1 %) yang tinggal bersama nenek kemudian 2 anak sisanya tinggal bersama saudara.
Pola Asuh
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pola asuh orang tua yang digunakan pada anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Pola Asuh
Frekuensi (f)
Persen (%)
Positif (+)
9
33,3
Negatif (-)
18
66,7
Total
27
100

Tabel 4.2 menunjukkan tentang pola asuh yang digunakan pada  anak usia sekolah di SD negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten  Kendal Tahun 2008. Dari 27 responden, 9 anak (33,3 %) diantaranya berbentuk positif dan yang berbentuk negatif  jumlahnya yaitu 18 anak (66,7 %).



Motivasi Belajar
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Motivasi Belajar
Frekuensi (f)
Persen (%)
Baik
16
59,3
Kurang
11
40,7
Total
27
100

Tabel 4.3 menunjukkan tentang motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
Dari 27 responden, yang mempunyai nilai baik yaitu 16 anak      (59,3 %) sedangkan sisanya mempunyai nilai kurang  yaitu 11 anak      (40,7 %).


Analisa Statistik
Tabel 4.4 Korelasi antara pola asuh keluarga dan motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.

Variabel
r
P



Pola Asuh *
0,449
0,019
Motivasi Belajar



Tabel 4.4 diketahui bahwa korelasi pada pola asuh keluarga dan motivasi belajar, menunjuk-kan nilai  sehingga data berhubungan, jadi motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dipengaruhi oleh pola asuh keluarga. Berdasarkan nilai r didapatkan r = 0,449 sehingga hubungannya termasuk dalam kategori sedang.


PEMBAHASAN
Pola Asuh
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua dalam mengasuh anaknya yang saat ini masih bersekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dengan cara yang negatif, yaitu sebanyak 66,7 %. Hal itu terlihat misalnya orang tua memaksa anak melakukan sesuatu dan memberi hukuman kepada anak bila tidak mau melakukan sesuatu/ perintah, orang tua tidak memenuhi kebutuhan anak dan orang tua jarang mengajak anak berekreasi.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dilakukan oleh Tarmuji (2001), mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan agresivitas remaja, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang digunakan orang tua berhubungan dengan agresivitas.

Motivasi Belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16 anak (59,3 %) mempunyai motivasi belajar yang baik, sedangkan 11 (40,7 %) anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal mempunyai motivasi belajar yang kurang baik. Contoh motivasi belajar yang baik adalah anak belajar/ mengerjakan PR di rumah walaupun tidak ada yang menyuruh, anak ingin mendapat ranking walaupun tidak diberi hadiah dan anak berangkat ke sekolah walaupun hujan.
            Hal ini menunjukkan ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Istiningsih (2005) tentang Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesulitan belajar, hasil penelitian menyimpulkan faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan belajar yaitu faktor motivasi, emosi dan sikap, lingkungan, serta keluarga (orang tua).

Hubungan Pola Asuh dengan Motivasi Belajar
             Hasil penelitian menunjuk-kan nilai , sehingga data yang ada dikatakan berhubungan, jadi motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dipengaruhi oleh pola asuh keluarga (orang tua). Berdasarkan nilai            r = 0,449 hubungan keduanya termasuk dalam kategori sedang, karena pola asuh yang negatif  berpengaruh terhadap motivasi belajar yang baik, sebaiknya orang tua lebih meningkatkan pola asuh agar motivasi belajar anak menjadi lebih baik.

KESIMPULAN
1.      Pola Asuh yang  berbentuk positif sejumlah 9 anak (33,3 %) sedangkan yang berbentuk  negatif 18 anak (66,7 %).
2.      Motivasi belajar yang mempunyai nilai baik sebanyak 16 anak (59,3 %) dan yang mempunyai nilai kurang 11 anak   (40,7 %).
3.      Ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Tahun 2008 yaitu sebesar 0,449 atau termasuk dalam kategori sedang.





SARAN
1.      Bagi Orang Tua
Diharapkan mulai mengubah cara pola asuh yang permisif ke pola asuh demokratis atau kombinasi antar ketiganya, dimana hal ini dapat membantu memberikan motivasi belajar yang lebih baik bagi anak.
2.      Kepala Sekolah SD Negeri 01 Taman Gede
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah, maka perlu perencanaan program dengan pendekatan khusus kepada orang tua dan anak didik tentang metode belajar yang baik.
3.      Bagi perawat
Sebagai panduan dalam menberikn. asuhan keperawatan kepada klien atau masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pola asuh keluarga dan motivasi belajar.
4.      Kepada peneliti selanjutnya
Mengingat adanya keterbatasan dalam penelitian ini yang hanya memberikan kuesioner kepada 27 responden dan meneliti variabel pola asuh saja, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih


DAFTAR PUSTAKA

Amabile, T. M., (1989). Growing up creative, New York : Crown Publ.
Beck,  J,  (1998). Meningkatkan kecerdasan anak, Jakarta : Pustaka Delapratasa.
Brockopp, D. Y, Hastings, M.T, Tolsma, (1999). Dasar-dasar riset keperawatan,  Jakarta : EGC.
Burns, N. , & Grove, S. K. (1991). The practice of nursing reseach : Conducts,   critiques and utilisation. 2nd . Ed w.b Saunders CO. Philadelphia.
Depkes RI, (2001). Pola asuh yang mendukung perkembangan anak, Jakarta : Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat-Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
Elis, R. B., (1991). Komunikasi interpersonal dalam keperawatan, Jakarta : EGC.
Etty, M., (2003). Menyiapkan masa depan anak, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Gerungan, W. A., (1998). Psikologi sosial, Bandung : Erlangga.
Hurlock, E. B., (1973). Adolescent develelopment, Megraw Hill New York.
Irwanto, (1997). Psikologi umum, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka utama
Istiningsih, T. H., (2005). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesulitan belajar pada siswa perawat di sekolah perawat kesehatan PPNI Semarang, Skripsi, Tidak diterbitkan, FIKKES-Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kaplan, H. J. & Sadock, B. J., (1997). Psikiatri klinis, Jakarta : Binarupa.
Kartono, K., (1985). Peranan keluarga memandu anak, Jakarta : CV. Rajawali.
Kartono, K., (1992). Psikologi anak, Bandung : CV. Mandar Maju.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Nurbiyati, Tati., (2005). Survey mengenai bentuk-bentuk pola asuh orang tua pada penderita skizofrenia yang dirawat di RS jiwa daerah dr. amino gondohutomo semarang, Skripsi, Tidak diterbitkan, FIKKES-Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nursalam (2003). Pedoman praktis penyusunan riset keperawatan, Universitas Airlangga Jakarta.
October 24, 2005, From http: // Waspada .co.id/ serba_serbi/ pendidikan/ artikel.php, article.id=67766.
Prakasi, S., (1985). Anak dan perkembangannya, Jakarta : Gramedia.
Pratiknya, A.W.,(1993). Dasar-dasar metodologi penelitian kesehatan dan kedokteran, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Stanhope, M., & Lancaster, J., (1998). Community health nursing (Perawat kesehatan masyarakat)-Suatu Proses & Praktek Untuk Peningkatan kesehatan, Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran Bandung.
Sujanto, A., Lubis, H., & Hadi, T., (1999). Psikologi kepribadian, Jakarta : Bumi Aksara.
Sutejdja, H., (1989). Mengapa anak anda malas belajar, Jakarta : Gramedia.
Wahyuning,W.,Jash., & Rachmadiana, M., (2004). Mengkomunikasikan moral kepada anak, Jakarta : Elek Media Komputindo.


IDENTIFIKASI TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN PRE OPERASI
DI RUANG BEDAH RSI KENDAL

Sri Hesthi S.R, S.Kep, Ns
Dosen Akper Muhammadiyah Kendal
ABSTRAKSI

Tindakan pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi dan merupakan bentuk upaya yang dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas, dan terhadap jiwa seseorang. Trauma pada bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan psikologis pada klien. Respons terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat, panik tergantung masing-masing individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien pre operasi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, juga untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
Jenis penelitian ini adalah diskriptif yang dilaksanakan di RSI Kendal. Subyek penelitiannya adalah semua pasien pre operasi yang berada diruang bedah RSI Kendal pada bulan November sampai Desember tahun 2008. Sampel diambil sebanyak 94 responden, dengan teknik Random Sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pada pasien pre operasi berdasarkan umur sebagian besar berusia 41 – 56 sebanyak (40,4%) berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berpendidikan SD sebanyak (63,8%), berdasarkan pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak (27,7%). Tingkat kecemasan yang dialami pasien pre operasi masuk dalam kategori sedang sebanyak (52,1%).

Kata kunci : Tingkat kecemasan, Pre operasi


Latar Belakang
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat, 1997). Tindakan pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi dan merupakan bentuk upaya yang dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas, dan terhadap jiwa seseorang. Trauma pada bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan psikologis pada klien, tergantung pada individu dan penga-laman masa lalu yang unik, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien dan keluarganya memandang setiap tindakan pembe-dahan tanpa menghiraukan komplek-sitasnya sebagai peristiwa besar dan mereka bereaksi dengan takut dan cemas pada tingkat tertentu.
Respon psikologis klien, keluarga dan orang terdekat pembedahan yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa lalu kebanyakan klien mengantisipasi pembedahan dengan kecemasan dan ketakutan. Hal-hal yang dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada pasien pre operasi antara lain takut terhadap hal-hal yang belum diketahui, misalnya belum jelasnya diagnosa, karena pengaruh anestesi, nyeri, perubahan bentuk, ketidakmampuan yang permanen, kurang pengetahuan tentang operasi.
Secara psikis penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan karena selalu ada rasa cemas dan takut terhadap penyun-tikan, nyeri luka, anestesi, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati. Dalam hal ini hubungan baik antara penderita, keluarga, dan dokter sangat menentukan. Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan penerangan dari dokter dan petugas pelayanan kesehatan lainnya. Atas dasar pengertian, penderita dan keluarganya dapat memberikan persetujuan dan izin untuk pembedahan (Syamsuhidajat, 1997).
Menurut Susilawati. et. al (2005) kecemasan adalah kebi-ngungan, kekhawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan pada pasien sebagai individu dapat disebabkan karena adanya suatu ancaman terhadap integritas biologis, konsep diri dan harga diri. Respon terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat, panik.
Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan menggambarkannya (Suliswati. et.al. 2005).
Respon psikologis yang muncul pada pasien adalah kecemasan dan ketakutan sebelum tindakan pembedahan dilakukan. Kecemasan pre operasi ini merupakan suatu respon antisipasi sebagai suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidupnya, integritas tubuh atau bahkan kehidupan sendiri sedangkan penyebab kecemasan secara spesifik adalah takut oleh hal-hal yang belum diketahui (kecacatan / kegagalan), takut anestesi, takut akan nyeri. Adanya respon psikologis yang muncul pada pasien pre operasi akan diikuti dengan respon fisiologis, seperti : nadi cepat, peningkatan tekanan darah, peningkatan pernafasan, dilatasi pupil, mulut kering, telapak tangan basah dan gelisah.
Kecemasan sebelum operasi bisa mengakibatkan banyak kesulitan pada pasca bedah. Bila pasien operasi mengalami cemas maka tindakan bedah bisa ditangguhkan. Kecemasan mempunyai efek yang besar terhadap respon nyeri. Peningkatan kecemasan akan mengakibatkan respon nyeri dan penurunan kecemasan akan menurunkan respon nyeri. Dengan demikian jelas bahwa kecemasan dapat mempengaruhi terutama pada pasien pre operasi, supaya dapat membantu pasien yang memang dalam keadaan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan pembedahan, maka perlu dilakukan upaya agar dapat mengurangi kecemasan pada pasien pre operasi tersebut.
Penelitian tentang kecemasan pada pasien pre operasi ini pernah dilakukan oleh saudari Indanah (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan hasil penelitian dari 67 orang menjalani kecemasan tingkat ringan 25,4%, orang mengalami kecemasan tingkat sedang 59,7% dan orang yang mengalami kecemasan tingkat berat 14,9%”. Jadi semua pasien yang akan menjalani operasi mengalami cemas, walaupun tingkat kecemasannya berbeda-beda.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan jumlah pasien operasi di ruang Bedah Ali Fatimah (Alfat), raung Usman, ruang VIP, dari bulan AgustusOktober tahun 2008 adalah Agustus 78 pasien, September 67 pasien dan Oktober sebanyak 64 pasien.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi di Ruang Bedah RSI Kendal” yang akan dilakukan di RSI Kendal.

METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dengan menempuh langkah-langkah : Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisa data, membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang akan menjalani operasi di ruang Bedah RSI Kendal. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik Random Sampling di mana peneliti memberi hak yang sama kepada subyek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini populasi yang ada sebanyak 124 orang, dan jumlah sample pada penelitian ini adalah 94 pasien.
 Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi, pasien sadar dan dapat diajak berkomunikasi dengan baik serta kooperatif, pasien bersedia menjadi responden dan ikut terlibat penelitian, yang ditandai dengan penanda-tanganan pada lembar persetujuan menjadi responden, pasien pre operasi yang berada di Ruang Rawat Inap Ruang Ali Fatimah, Ruang Usman dan Ruang VIP, pasien yang dapat membaca dan menulis. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa, pasien yang tidak sadar dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik, pasien yang menolak berpartisipasi dalam penelitian, pasien yang tidak dapat membaca dan menulis.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survey dan wawancara. Untuk metode pengolahan data meliputi tiga langkah, yaitu : Memeriksa (editting), Memberi tanda kode (koding), Tabulasi data (tabulating). Analisa data pada penelitian ini adalah analisa univariate, dengan menggunakan analisis dekriptif. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.

HASIL PENELITIAN
Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSI Kendal yang terletak di JL.  Ar – Rahmah No. 17 Weleri – Kendal. RSI Weleri mempunyai ruang – ruang antara lain : ruang rawat inap terdiri dari ruang Khotidjah, ruang Usman, ruang Hamzah, ruang Ali Fatimah, ruang VIP, ruang ICU dan ruang Lukman. Tenaga medis di RSI terdiri dari Dokter, perawat, bidan, tenaga Laboratorium, Rontgen, Apoteker, tenaga pembantu non medis.
Karakteristik
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pasien Pre Operasi
Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Umur
f
%
13 – 21 tahun
22 – 40 tahun
41 – 56 tahun
> 56 tahun
8
17
38
31
8,5
18,1
40,4
33,0
Total
94
100,0
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang berusia 41 – 56 tahun sebanyak 38 orang (40,4%). Sebanyak (33,0%) berusia > 56 tahun, sebanyak 17 orang (18,1%) berusia 22 – 40 tahun dan sisanya sebanyak 8 orang (8,5%) berusia 13 – 21 tahun. Umur responden mayoritas masuk dalam kategori dewasa tengah (usia 41 – 56 tahun), jadi dapat disimpulkan disebabkan karena pada usia tersebut sistem imunitas tubuh menurun dan di dukung adanya penurunan fungsi-fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Jenis Kelamin
F
%
Laki-laki
Perempuan
42
52
44,7
55,3
Total
94
100,0
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien pre operasi dari 94 responden adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 52 orang (55,3 %) dan sisanya sebanyak 42 orang (44,7 %) berjenis kelamin laki – laki. Jadi dapat disimpulkan karena psikologisnya seorang perempuan mudah labil sehingga bisa mempegaruhi persepsi indvidu terhadap stimulus atau masalah yang dihadapi, hal ini menjadikan seorang perempuan lebih mudah mengalami cemas dari pada laki-laki.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Pendidikan
F
%
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
60
14
14
5
63,8
14,9
14,9
6,4
Total
94
100,0
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa distribusi tingkat pendidikan responden berpendidikan SD sebanyak 60 orang (63,8%), Berpendidikan SMP sebanyak 14 orang (14,9%). Berpendidikan SMA sebanyak 14 orang (14,9%). Berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 5 orang (6,4%). Berdasarkan data diatas mayoritas responden berpendidikan SD karena disebabkan masalah ekonomi yang kurang sehingga individu tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Pekerjaan Pasien Pre Operasi
Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Pekerjaan
 F
%
Tidak bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Pelajar
PNS
12
25
26
19
3
     9
12,8
26,6
27,7
20,2
3,2
9,6
Total
94
100,0

Dari tabel 5.4. dapat dilhat bahwa 94 distribusi responden berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini yang bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 26 orang (27,7%), Kemudian diikuti dengan responden pekerjaan sebagai buruh sebanyak 25 orang (26,6%), bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 19 orang (20,2%), Responden yang tidak bekerja sebanyak 12 orang (12,8%), PNS sebanyak 9 orang (9,6%) dan sisanya responden dengan pekerjaan sebagai pelajar sebanyak 3 orang (3,2%). Berdasarkan data diatas mayoritas individu bekerja sebagai petani. dan dapat disimpulkan sebagian besar penduduknya bertempat tinggal di desa selain itu juga mata pencahariannya hanya sebagai petani.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Operasi Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Jenis Operasi
F
%
Granuloma
Lipoma
Haemoroid
Katarak
Hernia
Tumor Mammae
Tonsillitis
BPH
Polip THT
Fistelektomy
Limpadenopati
5
6
10
15
12
15
8
9
3
5
6
5,3
6,3
10,6
15,9
12,7
15,9
8,5
9,5
3,9
5,3
6,3
Total
94
100,0
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden yang melakukan operasi Granuloma sebanyak 5 (5,3%), Lipoma 6 (6,3%), Haemoroid 10 (10,6), Katarak 15 (15,9), Hernia 12 (12,7%), Tumor Mammae 15 (15,9%), Tonsilitis 8 (8,5), BPH 9 (9,5%), Polip THT 3 (3,19), Fistelektomi 5 (5,3), dan sisanya Limpadenopati sebanyak 6 (6,3%).
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Kecemasan
F
%
Ringan
Sedang
Berat
Panik
26
49
19
0
27,7
52,1
20,2
0
Total
94
100,0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kecemaan yang dialami pasien pre operasi di RSI Kendal mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 49 responden (52,1%). Sedangkan responden yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 26 orang (27,7%) dan sisanya sebanyak 19 orang (20,2%) adalah responden dengan tingkat kecemasan berat. Berdasarkan data di atas mayoritas responden mengalami tingkat kecemasan sedang karena gelisah, khawatir dan berdebar-debar.

PEMBAHASAN
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang  akan dilakukan tindakan operasi di RSI Kendal, dimana dari hasil penelitian menggambarkan sebagian besar responden berusia 41 – 56  tahun (44,4%) karena pada usia tersebut sistem imunitas tubuh menurun dan didukung dengan adanya penurunan fungsi-fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit. Berjenis kelamin perempuan (55,3%) karena psikologisnya seorang prempuan mudah labil sehingga bisa mempengaruhi persepsi  terhadap stimulus atau masalah yang dihadapi, hal ini menjadikan seorang perempuan lebih mudah cemas dari pada laki-laki. Berpendidikan SD (63,8%) karena masalah ekonominya kurang sehingga individu tidak bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi, yang mayoritas berkerja sebagai petani (27,7%) karena bertempat tinggal di desa selain itu mata pencahariannya sebagai petani. Responden mengalami kecemasan sedang (52,1%), kecemasan ringan (27,7%) dan kecemasan sedang (20,2%). Hal ini dimungkinkan karena tingkat pemahamannya kurang sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi tentang tindakan operasi sehingga menyebabkan individu mudah cemas dengan tingkat kecemasan yang berbeda-beda.
Menurut Suliswati (2005) kecemasan adalah kebingungan, kekhawatira pada sesuatu yang akan terjadi degan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Tingkat kecemasan yang masih berat tersebut disebabkan oleh hal yang mungkin juga dari individu itu sendiri kurang bisa menang-gulangi keadaan tersebut. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal, tinggi rendahnya tingkat kecemasan tersebut juga dipengaruhi oleh mekanisme koping yang berbeda-beda dari masing-masing responden.
Masih adanya tingkat kecemasan yang masih tinggi tersebut sangat perlu diminimalisir dan diharapkan bisa menurun sampai tingkat yang paling rendah. Hal tersebut diperhatikan karena tingkat cemas dapat mempengaruhi kondisi dan mental individu.
Untuk responden yang masih mengalami tingkat kecemasan sedang ditunjukkan 52,1% jug aperlu diwaspadai jangan sampai naik ke tingkat yang lebih tinggi, selanjutnya 27,7% dalam tingkat kecemasan ringan. Keadaan ini menampakkan bahwa responden sudah cukup bisa menghadapi ketegangan dan bisa mempersilahkan diri dalam tingkat cemas yang dialaminya.
Melihat teori kecemasan di atas bahwa individu sebelum operasi mayoritas mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda.

KESIMPULAN DAN SARAN
1.          Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
2.          Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar responden berusia 41 – 56 tahun.
3.          Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar berpendidikan SD.
4.          Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar responden bekerja sebagai petani.
5.          Responden pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar mengalami tingkat kecemasan sedang.



SARAN
1.        Bagi Pendidikan Keperawatan
Menambah pengetahuan dalam modifikasi pelaksanaan inter-vensi-intervensi pada pasien pre operasi dan dapat meminimalkan rasa kecemasan menjelang operasi.
2.        Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan informasi pada pasien pre operasi tentang tindakan bedah dan dapat mem-pertimbangkan dalam membuat intervensi keperawatan.
3.        Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perlu dilakukan upaya-upaya berkesinambungan pada pasien pre operasi untuk meningkatkan tingkat pemahaman responden khususnya yang akan dilakukan operasi, misalnya dengan kegiatan pendidikan kesehatan sebagai upaya menurunkan tingkat kecemasan.
4.    Bagi Program Kesehatan
Sebaiknya perawat lebih mening-katkan program peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pada pasien pre operasi guna meminimalkan kecemasan.



DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Azis A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Badudu dan Zain, SM. (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi 4).
            Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Ester Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah; Pendekatan Sistem Gastro Intestinal. Jakarta : EGC.
Fortinash, K.M & Worret, P.A.H. (2004). Phychiatric Mental Health.
            Nursing (3th. ed) United State of American : Mosby
Hastono, Priyo, S. 2001. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stress; Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI.
Kaplan, H.I. dan Sadock, B. J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7 Jilid II, Alih Bahasa Widjaja Kusuma. Jakarta : Binarupa Aksara.
Machfoedz, I. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya
Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam @ Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Infomedika.
Ridwan. 2004. Statistika Untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah atau Swasta. Bandung : Alfabeta
Santoso, Budi, Editor. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006 Defnisi & klasifikasi. Prima Medika.
Syamsuhidajat, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stuart, W. Gail dan Sundeen, J. Sandra. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Editor Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta : EGC.


TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROSEDUR PERAWATAN LUKA POST OPERASI

DI RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL


SITI MUNAWAROH
Dosen Akper Muhammadiyah Kendal

ABSTRAK


Perawatan luka post operasi merupakan tindakan yang harus diperhatikan  setelah pasien tiba diruangan. Tindakan perawatan luka akan berkualitas bila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, mengetahui tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi dan mengetahui gambaran karakteristik responden dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan observational. Pengumpulan data dilaksanakan dalam waktu 1 bulan yaitu sejak tanggal 3 Februari sampai dengan 3 Maret 2009 melalui observasi dan pengisian kuesioner. Sampel penelitian ini adalah perawat yang bekerja di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 30 orang dan menggunakan sampling jenuh sebagai teknik pengambilan sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpredikat patuh dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Dari 30 responden, 25 responden (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh. Sedangkan karakteristik responden menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan antara umur, jenis kelamin dan lama kerja dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi. Selain itu, perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan yang mengikuti pelatihan akan mempunyai kecenderungan lebih patuh dibandingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dan yang tidak mengikuti pelatihan.
Berdasarkan hasil tersebut disarankan agar penelitian berikutnya meneliti tentang hubungan perawatan luka dengan infeksi luka post operasi dan tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

Kata kunci : tingkat kepatuhan, prosedur, perawatan luka post operasi





LATAR BELAKANG
Kemajuan di era globali-sasi pada berbagai bidang termasuk bidang kesehatan mem-pengaruhi mutu pelayanan yang diterapkan oleh tenaga kesehatan tetapi hal tersebut tidak selaras dengan yang terjadi pada rumah sakit, dimana sampai sekarang infeksi nosoko-mial masih merupakan masalah besar dalam dunia kedokteran di negara maju, lebih–lebih lagi di negara berkembang. Di Amerika Serikat insiden infeksi nosokomial kira – kira 5% dari jumlah 40 juta pasien yang dirawat tiap tahunnya, angka kematiannya mencapai 1% sedangkan beban biaya untuk penanggulangan infeksi nosoko-mial mencapai 10 miliar dollar per tahun (Siswosudarmo dalam Suara Merdeka, 18 Juli 2001).
Sementara di Indonesia, infeksi nosokomial ini kurang men-dapatkan perhatian yang lebih khu-sus sehingga angka kejadian di setiap rumah sakit cukup tinggi. Sebagai contoh, di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tahun 1996 terdapat 66 orang mengalami infeksi nosokomial yang terdiri atas 32 kasus bedah dan 34 nonbedah. Sedangkan kejadian infeksi bedah mencapai 6,89% dan diruang obsgyn 3,7%. Dari angka tersebut masih mungkin ada kasus yang tidak terekam karena menurut data di negara maju berpersentase 5 – 10% (Suara Merdeka, 5 Juli 2001).
Menurut Harrison (1999), beberapa infeksi yang lazim didapat di rumah sakit adalah infeksi traktus urinarius sebesar 40–45%, infeksi lu-ka bedah sebesar 25–30%, pneumo-nia sebesar 15–20% dan bakteremia terutama dihubungkan dengan alat intravaskuler sebesar 5–7%. Data tersebut menunjukkan bahwa infeksi luka bedah menduduki urutan nomor dua dengan jumlah yang cukup besar, hal ini dapat berperan pada 57 % hari perawatan tambahan di rumah sakit dan 42% biaya tambahan.
Disamping itu, infeksi pada luka setelah pembedahan meru-pakan masalah yang serius bagi pasien, masalah ini terutama adanya komplikasi pada luka tersebut baik komplikasi lokal maupun sistemik (Suriadi, 2004). Lebih lanjut Suriadi mengatakan bahwa hal ini akan menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar disam-ping lama tinggal jadi lebih lama, dengan demikian biaya perawatan di rumah sakit menjadi lebih tinggi.
Penyembuhan luka meru-pakan masalah utama yang harus dihadapi setelah operasi. Perawatan luka yang tepat atau berkualitas merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Tindakan perawatan luka akan ber-kualitas bila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Sedangkan penera-pan teknik perawatan luka yang tepat dilakukan baik pada saat pasien ma-sih berada di ruang operasi maupun setelah dirawat di ruang perawatan.
Menurut Ellis et al.(1996), selama pasien dirawat di ruang pera-watan, perawat adalah orang yang bertanggung jawab dalam observasi dan pemulihan luka operasi, yaitu dengan memberikan teknik perawa-tan luka operasi yang aman dan nya-man bagi pasien dengan berdasarkan pada prinsip – prinsip teknik aseptik.
Berdasarkan studi penda-huluan yang dilakukan oleh peneliti di ruang bedah RSUD Dr. H. Soewondo Kendal selama dua hari, mengindikasikan bahwa di ruang bedah RSUD Dr. H. Soewondo Kendal telah tersedia SOP tentang perawatan luka post operasi. Akan tetapi, didalam implementasi SOP tersebut terlihat bahwa masih ada perawat yang tidak melaksanakan salah satu aitem SOP didalam pelaksanaan perawatan luka post operasi. Sebagai contoh, merawat luka tanpa menggunakan sarung tangan steril dan melakukan cuci tangan tidak untuk setiap tindakan.
Menurut Long (1996), teknik aseptik pada waktu mengerjakan balutan sangat penting dilakukan oleh semua petugas – petugas yang kontak terhadap luka bedah karena dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
Secara garis besar masalah dalam penelitian ini dapat dirumus-kan dengan sebuah pertanyaan bagaimanakah tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ke-patuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk pe-nelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan bagaimana tingkat kepatuhan pera-wat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi. Pende-katan yang digunakan adalah pende-katan observational yaitu pengama-tan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek de-ngan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto, 2006), pendekatan dimo-difikasi antara metode langsung dan tidak langsung yaitu kehadiran observer tidak disembunyikan tetapi tujuan dan kepentingan subyeknya disembunyikan (Cooper dan Emory, 1996). Dalam penelitian ini objek yang diamati adalah perawat yang melaksanakan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Ruang Kenanga, Ruang Flamboyan, Ruang VIP dan Ruang Dahlia RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, yaitu sebanyak 41 orang perawat, terdiri 6 orang perawat di Ruang Kenanga, 8 orang perawat di Ruang Flamboyan, 8 orang perawat di Ruang Dahlia dan 19 orang pera-wat di Ruang VIP. Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh, dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2003). Sampel penelitian ini yaitu seluruh perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka post operasi di Ruang Kenanga, Ruang Flam-boyan, Ruang VIP dan Ruang Dahlia RSUD Dr. H. Soewondo Kendal dan memenuhi kriteria inklusi.
Penelitian ini menggu-nakan 2 formulir penelitian berupa checklist yang terdiri dari lembar observasi tindakan perawatan luka post operasi yang berdasarkan SOP yang ada di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal dan lembar kuesioner untuk karakteristik perawat. Hasil obser-vasi tindakan perawatan luka diberi tanda (Ö) pada kolom “ya “ bila dikerjakan dan tanda (Ö) pada kolom “tidak” bila tidak dikerjakan. Se-dangkan data karakteristik respon-den diperoleh secara langsung de-ngan menggunakan lembar kuesio-ner. Pada kuesioner ini menggali tentang karakteristik responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ting-kat pendidikan, pelatihan perawatan luka, lama kerja dan penghasilan.
Hasil  analisa data dinya-takan dengan predikat patuh dan tidak patuh. Patuh apabila mendapat nilai ≥ 90 % dan tidak patuh apabila mendapat nilai <90 %. Data hasil observasi pada masing–masing res-ponden dikumpulkan dan diolah de-ngan tahapan sebagai berikut, mem-beri skor pada lembar observasi atau checklist yaitu bila ya (dikerja-kan) mendapat nilai satu (1) dan bila tidak dikerjakan nilainya nol (0). Selanjut-nya menghitung hasil obser-vasi tiap responden pada keseluruh aitem, menjumlahkan skor kemudian dicari prosentasenya. Penghitungan dilaku-kan dengan rumus :
P = Prosentase
åx = Jumlah skor checklist responden
n = Jumlah item yang diteliti (10)
Prosentase yang didapat pada masing–masing responden ke-mudian dikelompokkan menurut pro-sentase yang sesuai dengan kategori yang telah ditentukan yaitu dalam kategori patuh dan tidak patuh, ke-mudian dicari tingkat kepatuhan res-ponden secara keseluruhan dengan rumus :
Keterangan :
P = Prosentase
åx = Jumlah skor checklist responden
n = Jumlah item yang diteliti (30)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan terhadap 30 perawat dari 41 orang perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, yaitu di Ruang Kenanga, Flamboyan, Dahlia dan VIP. Dari data yang diperoleh peneliti ada enam karakteristik yang dapat    disa-jikan dalam tabel–tabel sebagai berikut :
1.        Umur dan Jenis Kelamin




Umur
Jenis Kelamin
Total

L
   f           %
P
    f        %

 f        %
20-25
26-30
31-35
36-40
> 40
1
2
2
2
-
14,3
25,0
40,0
40,0
-
6
6
3
3
5
85,7
75,0
60,0
60,0
100,0
7    100,0     
8    100,0      
5    100,0    
5    100,0    
  100,0   
Total
7
23,3
23
76,7
30   100

Tabel 5.1. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan

Februari Tahun 2009


Tabel 5.1. menunjukkan tabel silang antara umur dan jenis kelamin responden, dapat kita ketahui bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan jumlahnya lebih banyak yaitu 23 orang (76,7%) dibandingkan dengan laki – laki yang sebanyak 7 orang (23,3%), sedangkan pada karakteristik umur sebagian besar pada umur 26 – 30 tahun yaitu sebanyak 8 orang tediri dari 2 orang (25,0 %) berjenis kelamin laki – laki dan 6 orang (75,0 %) berjenis kelamin perempuan, sedangkan usia paling tua pada kelompok umur lebih dari 40 tahun sebanyak 5 orang yang semua berjenis kelamin perempuan. Jika dilihat dari karakteristik umur sebagian besar termasuk pada golongan dewasa dengan distribusi yang cukup merata.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tidak ada kecenderungan antara umur dengan tingkat kepatuhan, hal ini dimungkinkan karena perawat yang lebih muda belum banyak pengalaman dalam perawatan luka post operasi, sedangkan perawat yang lebih tua kemungkinan sudah merasakan adanya kebosanan dalam melakukan tugasnya. Berbeda dengan pendapat Muclas (1999) yaitu, semakin meningkatnya umur, pengalaman semakin bertambah dan akan semakin bijaksana dalam bersikap dan mengambil keputusan.
2. Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
Tabel 5.2. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009





Lama Kerja

Tingkat Pendidikan
Total

SPK
  f        %
DIII
  f          %

  f         %
1 – 5 th
6 –10 th
11 –15 th
> 15 th
-
-
-
2
-
-
-
33,3
10
7
7
4
100,0
100,0
100,0
66,7
10     100,0  7       100,0
 7      100,0
 6      100,0
Total
2
6,7
28
93,3
30      100

Berdasarkan tingkat pendidikan, pada umumnya perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal adalah DIII (93,3 %) dan SPK (6,7 %). Hal ini menunjukkan bahwa RSUD telah berupaya meningkatkan profesionalitas tenaga keperawatan. Banyaknya tenaga keperawatan profesional merupakan sumberdaya yang potensial bagi pengembangan pelayanan rumah sakit. Menurut PPNI (1999) dalam Ardine (2005), perawat professional yang dibutuhkan untuk memberi asuhan keperawatan bermutu adalah perawat yang berpendidikan minimal DIII.
Sedangkan dalam penelitian ini perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai kecenderungan lebih patuh dibandingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah, hal ini berdasarkan pada hasil penelitian yaitu dari 28 orang berlatar pendidikan DIII, 24 orang berpredikat patuh dan 4 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan responden yang berlatar belakang pendidikan SPK sebanyak 2 orang, 1 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh.
Lama kerja perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal lebih banyak pada masa 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 10 orang, 7 orang berpredikat patuh dan 3 orang berpredikat tidak patuh. Hal ini berkaitan dengan pendidikannya yang baru lulus dari DIII Keperawatan. Sedangkan perawat dengan lama kerja lebih dari 15 tahun sebanyak 6 orang, 5 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan antara lama kerja dengan tingkat kepatuhan, berbeda dengan pendapat Agustian (2001), semakin lama kerja seseorang akan menunjukkan pengalaman kerja dan loyalitas pada institusi dan semakin terampil bekerja.


3. Pelatihan
Tabel 5.3. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan  Pelatihan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Pelatihan
f
%
Ya
13
43,3
Tidak
17
56,7
Total
30
   100

Dari Tabel 5.3. dapat kita ketahui bahwa sebagian besar res-ponden tidak pernah ikut pelatihan perawatan luka post operasi yaitu sebanyak 17 orang (56,7 %), sedangkan yang mengikuti pelatihan sebanyak 13 orang (43,3 %).
Berdasarkan hasil penelitian, perawat yang mengikuti pelatihan akan mempunyai kecende-rungan lebih patuh dibandingkan dengan perawat yang tidak mengikuti pelatihan. Seperti penda-pat Manullang (1999), bahwa kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman seseorang.
4. Penghasilan
Tabel 5.4. : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Penghasilan
f
%
≤ 500.000
500.000 s/d 1.000.000
1.000.000 s/d 1.500.000
> 1.500.000
11
9
8
2
36,7
30,0
26,7
 6,6
Total
30
 100

Dari Tabel 5.4. dapat kita ketahui bahwa penghasilan respon-den sebagian besar pada kelom-pok ≤ 500.000 yaitu sebanyak 11 orang     (36,7%), sedangkan yang mempe-roleh penghasilan > 1.500.000 sebanyak 2 orang ( 6,6 % ).

E.     Tingkat Kepatuhan

Setelah dilakukan observasi terhadap perawat tentang pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri di dapatkan hasil pengolahan data dengan distribusi sebagai berikut :
Tabel 5.5. : Hasil Observasi Pelaksanaan Prosedur Perawatan Luka Post Operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009


Predikat
Frekuensi
Prosentase ( % )
Tidak patuh          5               16,7
Patuh                  25               83,3
Total                  30               100

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.5. dari 30 responden yang diobservasi didapatkan 25 orang (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi. Hal tersebut menggam-barkan pelaksanaan perawatan luka post operasi dari sebagian besar responden yang diobservasi berpredikat patuh.
Tabel 5.6. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Umur di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Umur
Tingkat Kepatuhan
Total

Tidak Patuh
  f           %
Patuh
    f            %

   f            %
20-25
26-30
31-35
36-40
 > 40
2
2
-
-
1
28,6
25,0
-
-
20,0
5
6
5
5
4
71,4
75,0
100,0
100,0
80,0
   7      100,0  
   8      100,0      
   5      100,0     
   5      100,0      
   5      100,0  
Total
 5
    16,7
25
  83,3
  30     100

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.6. dari 30 responden yang diobservasi didapatkan 7 orang perawat dengan usia 20 – 25 tahun, 5 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh. Untuk perawat dengan usia 26 – 30 tahun sebanyak 8 orang, 6 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 5 orang, 4 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.7. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Jenis Kelamin
Tingkat Kepatuhan
Total

Tidak Patuh
f             %
Patuh
f             %

 f           %
Laki – laki
Perempuan
2
3
28,6
13,0
5
20
71,4
87,0
 7      100,0
23     100,0
Total
5
16,7
25
83,3
30     100
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.7. dari 30 orang responden yang diobservasi didapatkan 23 orang berjenis kelamin perempuan, 20 orang berpredikat patuh dan 3 orang dengan predikat tidak patuh. Sedangkan jumlah responden laki – laki sebanyak 7 orang, 5 orang berpredikat patuh dan 2 orang dengan predikat tidak patuh.
Tabel 5.8. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Tingkat Pendidikan
Tingkat Kepatuhan
Total

Tidak Patuh
  f           %
Patuh
  f          %

  f        %
SPK
DIII
1
4
50,0
14,3
1
24
50,0
85,7
2      100,0
28    100,0
Total
5
16,7
25
83,3
30    100
Pada Tabel 5.8. diatas diketahui bahwa dari 30 perawat, 28 orang berpendidikan DIII, 24 orang berpredikat patuh dan 4 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan responden berpendidikan SPK sebanyak 2 orang, 1 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh.

Tabel 5.9. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Lama Kerja di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009


Lama Kerja
Tingkat Kepatuhan
Total

Tidak Patuh
    f           %
Patuh
   f          %

   f          %
1 – 5
6 – 10
11 – 15
  > 15
3
1
-
1
30,0
14,3
-
16,7
7
6
7
5
70,0
85,0
100,0
83,3
 10      100,0
   7      100,0
   7      100,0
   6      100,0
Total
   5
16,7
 25
  83,3
 30      100
                 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.9. dari 30 responden yang diobservasi proporsi terbesar didapatkan pada lama kerja 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 10 orang, 7 orang berpredikat patuh dan 3 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat dengan lama kerja lebih dari 15 tahun sebanyak 6 orang, 5 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.10. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Pelatihan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Pelatihan

Tingkat Kepatuhan
Total

Tidak Patuh
  f         %
Patuh
  f            %

   f         %
Ya
Tidak
3
 2
 23,1
 11,8
10
15
76,9 88,2
 13    100,0
 17    100,0
Total
 5
 16,7
25
83,3
 30    100

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.8. dari 30 responden yang diobservasi didapatkan 13 orang mengikuti pelatihan, 10 orang dengan predikat patuh dan 3 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang tidak mengikuti pelatihan sebanyak 17 orang, 15 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh.                                        
Tabel 5.11. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009

Penghasilan

Tingkat Kepatuhan

Total

Tidak Patuh
  f           %
Patuh
 f          %

f        %
≤ 500.000
500.000 s/d 1.000.000
1.000.000 s/d 1.500.000
> 1.500.000
2
3
-

-
18,2
33,3
-

-
9
6
8

2
81,8
66,7
100,0

100,0
11  100,0
9     100,0
8     100,0
 
2     100,0
Total
5
16,7
25
83,3
30     100
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.9. dari 30 responden yang diobservasi didapatkan 11 orang dengan penghasilan kurang dari 500.000, 9 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang pendapatannya lebih dari 1.500.000 sebanyak 2 orang dan semuanya berpredikat patuh.
Kepatuhan perawat terhadap prosedur perawatan luka post operasi diukur melalui observasi pada saat responden melakukan tindakan perawatan luka post operasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 30 orang responden, 25 orang (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
                 Menurut Katz dan Green (1992) dalam Akrodhana (2004), beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan antara lain kemampuan, motivasi, masa kerja, latar belakang pendidikan, fasilitas atau peralatan, serta kejelasan prosedur. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti faktor yang dimungkinkan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan responden adalah kurang tersedianya fasilitas atau peralatan dan kejelasan prosedur karena menurut peneliti protap yang sudah ada perlu dilakukan perbaikan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 
                 Tidak ada kecenderungan antara umur dengan tingkat kepa-tuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Tidak ada kecenderungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepa-tuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai kecenderungan lebih patuh diban-dingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Tidak ada kecen-derungan antara lama kerja dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pe-laksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soe-wondo Kendal. Perawat yang mengi-kuti pelatihan akan mempunyai ke-cenderungan lebih patuh dibanding-kan dengan perawat yang tidak mengikuti pelatihan dalam pelaksa-naan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Secara umum bahwa pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal sebagian besar berpredikat patuh hal ini berdasarkan hasil penelitian yaitu dari 30 responden, 25 orang (83,3 %) ber-predikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh.
Saran
Bagi perawat hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam perawatan luka post operasi melalui belajar mandiri, pelatihan ataupun seminar yang terkait karena bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas minimal memenuhi standar yang ditetapkan
Bagi rumah sakit perlu untuk mengadakan pelatihan dan penilaian ketrampilan tentang pera-watan luka kepada perawatnya.
Bagi penelitian berikutnya agar dapat melakukan penelitian ten-tang  hubungan perawatan luka de-ngan infeksi luka post operasi dan faktor–faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksa-naan prosedur perawatan luka post operasi


DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A. G. (2001). ESQ : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Arga : Jakarta

Akrodhana, N. A., (2004). Kepatuhan Petugas Dalam Melaksanakan Prosedur Tetap Menjahit Luka di Unit Gawat Darurat RSUD Kabupaten Sleman. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta. UGM

Alimul, A. (2003). Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

Ardine, A. (2005). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan Melaksanakan Protap Pemasangan Infus di Instalasi Gawat Darurat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta : UGM

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Bachsinar, B. (1996). Bedah Minor. Editor : Jonathan Oswari. Jakarta : Hipocrates

Carpenito, L. J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC

Cooper, D. R., dan Emory, C. W. (1996). Metode Penelitian Bisnis. Alih bahasa : Ellen Gunawan. Jakarta : Erlangga

Daftar Ketenagaan Bidang Pelayanan Keperawatan Badan RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. (2006)

Dep. Kes. (1998). Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Jakarta

Ellis, J.R., Nowlis, A.E., & Bentz, M.P. (1996). Modules for basic Nursing Skill. Sixth edition. Philadelphia : Lippincott

Handayani, T. (2005). Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Protap Pemasangan dan Dressing Kateter Uretra di Bangsal Rawat Inap RSUO Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta : UGM

Harrison. (1999). Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC


Long, B. C., (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Alih bahasa : YIAPK Pajajaran Bandung. Bandung : YIAPK

Machfoedz, Ircham. (2005). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya

Manullang, M. (1999). Pengantar Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Ghalia

Mardalis. (2003). Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara

Muchlas, M. (1999). Perilaku Organisasi. Jilid 1. Program Pendidikan Pasca Sarjana. MMR UGM

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi empat. Alih bahasa : Renata Komalasari. Jakarta : EGC

Sabiston, C. D., (1995). Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Andrianto, P., Timan. Jakarta : EGC

Schaffer, S.D., Garzon, Heroux, & Korniewicz. (2000). Pencegahan Infeksi & Praktik yang Aman. Alih bahasa : Setiawan. Jakarta : EGC

Siswosudarmo, R. (2001). Infeksi Nosokomial Masalah Besar. Redneved 18 Juli 2001. dari http://www. suaramerdeka. com/harian/0107/05/dar 22. htm

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wd. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo

Smith, S. F., Duell, D. J., dan Martin, B. C. (2000). Clinical Nursing Skills : Basic to Advanced Skills. Fifth edition. New Jersey : Prentice Hall

Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta

Suriadi. (2004). Perawatan Luka. Jakarta : Sagung Seto

Team akreditasi. (1998). Prosedur Tetap Keperawatan. RSUD Dr. H. Soewondo Kabupaten Dati II Kendal

Wahyuni, A., (2003). Hubungan antara Karakteristik perawat dengan Motivasi Perawat dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik pada Klien di Rumah Sakit Islam Kendal. Skripsi (tidak deterbitkan). PSIK – FK Semarang. UNDIP

Walidan, N. S., (2002). Penerapan Teknik Aseptik pada Perawatan Luka Pasca Bedah di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta. UGM





HUBUNGAN SENAM DIABETES MELLITUS DENGAN (DM) KESTABILAN GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD KABUPATEN KENDAL


SULASTRI
Dosen AKPER Muhammadiyah Kendal

ABSTRAK



Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ditandai dengan adanya kenaikan glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Sampai saat ini Indonesia memiliki angka kekerapan kejadian diabetes mellitus antara 1,5 sampai dengan 2,3%.
Penelitian ini menganalisa hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus rawat jalan RSUD  Kabupaten  Kendal dengan desain penelitian deskriptif korelasi, dengan pendekatan cross sectional, dengan sampel sebanyak 8 orang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dengan teknik purposive sampling.
Karakteristik responden, seluruhnya merupakan usia lanjut (50-69 tahun) dengan usia rata-rata 58,8 tahun, 66,67 % dari responden teratur melakukan senam DM,  55,56% dari responden stabil gula darahnya . Hasil uji Chi Kuadrat 3 kali pengukuran kadar gula darah  sesudah senam diabetes mellitus dan kuesioner pelaksanaan keteraturan senam DM didapatkan,  ρ value < α dimana α = 0,05. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara senam DM dengan kestabilan gula darah.
Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah. Diharapkan klub senam diabetes mellitus (DM) mensosialisasikan program ini kepada warga masyarakat luas dan menambah jadwal senam di sore hari supaya tidak hanya PNS saja yang dapat mengikuti program ini tetapi juga warga masyarakat secara umum.


Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan memiliki perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010 “.(1)
Salah satu misi yang ditetapkan untuk mencapai Visi Indonesia Sehat 2010 adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, termasuk pada pola makan dan gaya hidup. Hal ini sejalan dengan adanya pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif yakni penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan stroke.    
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ditandai dengan adanya kenaikan glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Penyakit ini sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Papyrus Ebers di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda banyak kencing. Kemudian Celsus atau Paracelsus kurang lebih 30 tahun SM juga menemukan penyakit ini. Namun baru 200 tahun kemudian, Aretaeus, menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyakit ini diabetes dari kata “diabere“ yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Aretaeus menggambarkan penyakit ini sebagai melelehnya daging dan tungkai ke dalam urine. (2)
Prevalensi diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) di negara barat ± 10% dari diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI). Dari angka prevalensi berbagai negara tampak bahwa makin jauh letaknya suatu negara dari katulistiwa makin tinggi prevalensi DMTI-nya. Ini bisa dilihat pada angka-angka berbagai prevalensi DMTI di Eropa. Di bagian utara Eropa, misalnya di negara-negara Skandinavia prevalensi DMTI-nya merupakan yang tertinggi di dunia, sedangkan di daerah bagian selatan Eropa misalnya di Malta sangat jarang. (2)
Menurut sebuah penelitian yang telah dilaksanakan, sampai saat ini Indonesia memiliki angka kekerapan kejadian diabetes mellitus antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak tinggi yaitu sebesar 6%. Suatu penelitian terakhir yang dilakukan di Jakarta, kekerapan diabetes mellitus di daerah sub-urban yaitu Depok adalah sekitar 12,8 %, sedangkan di daerah rural yang dilakukan oleh Agusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Angka ini masih lebih besar dari sebuah daerah terpencil di Tanah Toraja yaitu hanya sekitar 0,8%. Di sini lebih jelas ada perbedaan yang mencolok antara daerah urban dengan rural, hal ini kemungkinan besar adalah terkait adanya perbedaan gaya hidup antara kedua macam kelompok masyarakat tersebut. (2)
Perubahan gaya hidup merupakan penyebab utama terjadinya diabetes mellitus di era globalisasi. Diantara perubahan gaya hidup yang menonjol adalah tingginya konsumsi makanan gaya barat, gaya hidup stress dan kebiasaan hidup minim gerak. Zimmet menggunakan istilah “Nintendoisme ” untuk mengungkapkan banyaknya anak-anak yang lebih suka duduk di depan televisi dan komputer daripada menghabiskan waktu diluar rumah, dibandingkan generasi sebelumnya. (5)
Jenis  olahraga yang baik untuk diabetese adalah olahraga yang memperbaiki jasmani Senam aerobic yang lebih dikenal dengan senam DM merupakan salah satu olahraga yang dianjurkan bagi penderita DM karena dapat menaikkan reseptor-reseptor insulin pada sel-sel tubuh, sehingga efektifitas pemanfaatan glukosa sebagai sumber energi juga meningkat. Selain kenaikkan kepekaan reseptor-reseptor sel perifer, pemanfaatan glukosa juga menjadi lebih baik, karena peredaran darah sewaktu melakukan senam DM menjadi lebih intensif.  Juga perubahan kadar calsium (Ca) dalam sel-sel perifer akan meningkatkan pemanfaatan glukosa oleh sel-sel ini sebagai sumber energi. Senam DM juga dapat menurunkan kadar glukosa darah akibat pemakaian yang meningkat dan perbaikan dalam glikogenolisis, perbaikan ikatan insulin dengan reseptornya, dan perbaikan pada sensitivitas insulin serta meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. (5)

Latihan jasmani dalam wujud senam diabetes mellitus yang diselenggarakan oleh RSUD Kendal  bekerjasama dengan Persadia Kabupaten Kendal  tersebut sampai saat ini belum pernah dilakukan evaluasi . Melihat fenomena serta berbagai pendapat para ahli di atas serta adanya  realita yang ada di RSUD Kendal selama ini, belum pernah dilakukan suatu evaluasi terkait manfaat senam diabetes mellitus (DM), maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada hubungan antara senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus (DM) rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal”.
Tujuan Khusus
a.       Mengidentifikasi keteraturan pelaksanaan senam diabetes mellitus  pada penderita rawat jalan yang mengikuti senam diabetes mellitus di RSUD Kendal
b.      Mengetahui kestabilan kadar gula darah pada penderita diabetese mellitus rawat jalan yang mengikuti senam diabetes mellitus di RSUD Kabupaten Kendal
c.       Menganalisis hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal.

Manfaat Penelitian
Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian berikutnya.

Bagi Manajemen RSUD Kendal
Melihat hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak manajemen RSUD Kendal untuk memberikan pelayanan yang bersifat holistik terhadap diabetese sebagai rehabilitasi.
Bagi Profesi Keperawatan
Melihat hubungan senam diabetes mellitus (DM)  dengan kestabilan gula darah pada diabetese dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan program profesi keperawatan.
Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal dan dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani proses perkuliahan. 

Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat senam Diabetes Mellitus, sehingga para diabetese dapat mengontrol glukosa darahnya dan dapat menjaga kesehatannya.

Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan glokosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative. (2) Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.(9) Diabetes mellitus adalah kelainan metabolic karbohidrat dimana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. (10)
Diabetes mellitus dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi, diataranya adalah Diabetes mellitus (DM) tipe I atau IDDM (Insulin Dependen Diabetes). Pada tipe ini sel beta pangkreas mengalami kerusakan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem imun tubuh, meningkatkan kerentangan sel beta terhadap virus atau sel beta mengalami degenerasi. Tipe 1 umumnya lebih sering ditemukan pada anak, dan sesuai dengan penyebabnya DM tipe 1 memerlukan suntikan insulin. Komplikasi yang sering menyertainya adalah gangguan pada pembuluh darah dan syaraf .
Tipe lain dari klasifikasi diabetes mellitus adalah diabetes mellitus (DM) Tipe II atau NIIDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus). Tipe ini ditandai oleh beberapa gangguan metabolik seperti adanya gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan adanya penglepasan glukosa hati yang berlebihan. Kegemukan merupakan factor utama penyebab timbulnya DM  tipe II.

Glukosa Darah
Glukosa dijumpai di dalam aliran darah (disebut kadar gula darah) dan berfungsi sebagai penyedia energi bagi seluruh sel-sel dan jaringan tubuh. Pada keadaan fisiologis kadar gula darah sekitar 80-120 mg%. Kadar gula darah dapat meningkat melebihi normal disebut hiperglikemia bila hasil gula darah puasa lebih dari >126 mg% dan hasil gula darah sewaktu dan dua jam PP lebih dari >200 mg%, keadaan ini dijumpai pada penderita diabetes mellitus. (11)

Kestabilan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Mellitus
      Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti stabil adalah mantap, kukuh, tidak goyah; sedang kestabilan adalah perihal (yang bersifat) stabil.(14) Pada orang normal, glukosa darah dikatakan stabil bila glukosa  darah puasa dibawah 110 mg/dl sedang glukosa darah 2 jam pp dibawah 140 mg/dl. (5) Menurut Tim Vita Health gula darah dalam jangkauan normal adalah gula darah puasa < 120 mg/dl, setelah makan < 200 mg/dl.(5)
Pada penyandang diabetes yang tidak terkendali ( tidak stabil ), latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Pada suatu penelitian didapatkan bahwa penyandang diabetes yang tidak terkendali dengan glukosa darah sekitar 332 mg/dl, latihan jasmani tidak menguntungkan malah berbahaya. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya peningkatan glukagon plasma dan kortisol, yang pada akhirnya menyebabkan terbentuknya benda keton. (2)
Sebaiknya bila penyandang diabetes ingin melakukan latihan jasmani, kadar glukosa darah tidak lebih dari 250 mg/dl. Bila kadar glukosa darah kurang dari 100 mg/ddl, sebaiknya diberi karbohidrat sebelum dan selama olah raga untuk menghindari hypoglikemi.(2)

Faktor–Faktor yang mempengaruhi Glukosa Darah Pada DM Tipe II
  1. Kelainan genetika
  2. Usia
  3. Gaya hidup
  4. Pola makan yang salah
Penatalaksanaan DM Tipe II
Pilar utama pengelolaan diabetes mellitus antara lain perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkasiat hipoglikemik, dan penyuluhan.  (2) Diet yang tepat dan olah raga yang teratur dapat mengurangi gejala diabetes tipe II, hingga taraf penderitanya tidak perlu lagi tergantung pada obat.
Pada diabetese yang tidak suka latihan kebugaran, perlu dipikirkan tiga alasan yang baik untuk mulai berolahraga demi kesehatan diabtese sendiri: Pertama, diet dengan tambahan olah raga adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan berat badan dan menurunkan kadar gula darah. Kedua, latihan yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol dan resiko anda terkena penyakit jantung. Ketiga, dan yang paling penting, olah raga dapat memacu pengaktifan produksi insulin dan membuat kerjanya menjadi lebih efisien. “olah raga dapat menolong meningkatkan jumlah reseptor insulin dalam tubuh, dan memperlancar pengangkutan glukosa,: kata John Ivy, Ph.D., profesor dan direktur laboratorium kinesiologi pada University of Texas di Austin. (17)

 Beberapa tip yang perlu diperhatikan penyandang DM sebelum melakukan latihan jasmani
a.    Untuk menghindari hipoglikemia lakukan latihan jasmani yang teratur, asupan makanan dan cairan yang cukup serta pemakaian obat-obatan yang tepat/ sesuai.
b.    Saat melakukan latihan jasmani sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, dengan intensitas dan durasi yang sama. Bila hal ini tidak mungkin maka sebaiknya mengatur asupan makanannya, misalnya bila kadar glukosa darah pada saat tersebut 100-180mg/dl maka dianjurkan makan makanan tambahan 10-15gr, 15-30 menit sebelum melakukan latihan jasmani.
c.    Bila kadar glukosa darah < 100mg/dl, dibutuhkan lebih banyak karbohidrat (25gr), sedangkan bila kadar glukosa darah > 180mg/dl, tidak diperlukan karbohidrat.
d.   Akibat efek latihan jasmani terhadap penggunaan insulin oleh sel tubuh, sebaiknya penyandang DM tipe I mengurangi dosis insulin dan meningkatkan asupan makan mengawali latihan jasmani.
e.    Pada latihan jasmani yang lebih lama perlu asupan karbohidrat 10-15gr setiap 30 menit.
f.     Latihan jasmani harus segera dihentikan pada awal ada gejala hipoglikemia
g.    Lakukan pemeriksaan medis dan EKG sebelum memulai latihan jasmani
h.    Program latihan jasmani disusun sesuai beratnya penyakit dan tingkat kebugaran.
Menurut Soegondo (2005, hlm.76) untuk menentukan intensitas latihan dapat digunakan denyut nadi maksimal (MHR) yaitu 220-umur. Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adala
 tahap-tahap (urutan kegiatan) berikut ini:
1)      Pemanasan
Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang sebenarnya, seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi mendekati intensitas latihan. Selain itu pemanasan perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cidera akibat olahraga. Lama pemanasan cukup   5-10 menit.
2)      Latihan Inti
Pada tahap ini denyut nadi diusahakan mancapai THR (Target Heart Rate atau denyut nadi target)  agar benar-benar bermanfaat. Denyut nadi target ditentukan setelah didapatkan denyut nadi maksimal. Misal intensitas latihan diprogramkan bagi diabetesi berumur 50 tahun sebesar 60% maka THR= 60%x(220-50)=102. Sebaiknya THR tidak melebihi 102 kali per menit bila THR lebih akan menimbulkan resiko yang tidak dingin
3)      Pendinginan
Sebaiknya setelah selesai melakukan olahraga dilakukan pendinginan, untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri pada otot sesudah olahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif. Bila olahraga yang dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit.

4)      Peregangan
Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan lebih elastis. Komponen ini lebih penting pada diabetisi usia lanjut. Pada saat diabetesi akan mengikuti kegiatan olahraga sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kebugaran serta kondisi metabolik dari diabetesi. Jika klien hanya menderita diabetes mellitus (DM) tanpa adanya komplikasi, olahraga dapat dilakukan dan diabetesi bisa memilih olahraga kesukaannya dengan memperhatikan hal-hal seperti olahraga. Sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, teratur, dengan intensitas dan durasi yang sama untuk mencegah terjadinya hipoglikemia   

program latihan yang diharuskan bagi penderita diabetes adalah:
a)      Continuous atau berkesinambungan    .
b)      Rhythmical atau berirama
c)      Interval atau berselang seling
d)     Proggresive
e)      Endurance

Gerakan pada senam diabetes mellitus (DM) yaitu:
  1. Latihan berdiri di atas jari-jari kaki: berdiri berpegangan punggung kursi, angkat dan turunkan tubuh dengan berdiri diatas ujung jari kaki, ulangi sampai 20 kali.
  2. Menekuk lutut: pegang punggung kursi dengan sebelah tangan, tekuk lutut dalam-dalam dengan punggung tetap lurus, ulangi sebanyak 5 kali, lalu pada latihan berikutnya tingkatkan pelan-pelan hingga menjadi 10 kali.
  3. Menggoyang-goyangkan kaki: berdirilah dekat meja, tangan yang sebelah berpegangan pada pinggir meja, satu kaki diletakkan di atas tumpukan buku tebal atau bangku pendek, sehingga kaki yang lain menjadi tergantung, gerakan kaki yang tergantung itu ke depan dan ke belakang sampai 10 kali, ganti kaki yang sebelahnya dengan membalik posisi berpegangan pada meja.
  4. Mendorong dinding: letakkan dua tangan di dinding, jauhkan letak kaki dari dinding dengan kedua telapak kaki tetap menempel di lantai, tekuk kedua lengan 10 kali dengan selalu menjaga agar punggung dan lutut tetap lurus dan tungkai tetap terangkat, regangkan urat achilles (pada tumit kaki) dan otot betis, setiap kali menekuk lengan pertahankan posisi tersebut selama 10 detik.
  • Menggelindingkan bola dengan kaki: duduklah di atas kursi dengan punggung tegak, kedua kaki diletakkan di atas bola, cengkeramlah bola dengan jari-jari kaki kemudian lepaskan cengkeramnya, ulangi beberapa kali untuk setiap kaki, latihan ini dapat dilakukan sambil membaca koran atau menonton televisi.

METODOLOGI     PENELITIAN
Desain  Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Studi korelasi pada hakikatnya merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek.(20) Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran /pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu )  antara factor resiko/paparan dan penyakit.(20)

Populasi dan Sempel
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti.(20) Populasi dalam penelitian ini adalah semua diabetese di klub senam diabetes mellitus (DM) rawat jalan RSUD Kendal yang berjumlah 60 orang.
2.      Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.(20) Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota klub senam yang menderita diabetes mellitus tipe 2 dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive  sampling, yaitu cara pengambilan sample untuk tujuan tertentu.(21) Pada penelitian ini kriteria penelitian sampel dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penilaian ini adalah :
1)      Peserta senam / aerobik  yang bersedia menjadi responden
2)      Peserta yang menderita diabetes mellitus tipe II
3)      Umur 50 tahun ke atas
4)      Bersedia dan mampu mengikuti senam DM / aerobik
5)       Telah melakukan senam DM / aerobik secara baik dan benar
6)       Peserta yang selalu periksa ke layanan kesehatan dan minum obat secara teratur
7)       Peserta yang telah medapatkan layanan konsultasi gizi dan melakukan diit secara teratur
b.      Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1)      Bukan penderita DM tipe II
2)      Umur di bawah 50 tahun
3)      Tidak mampu mengikuti senam DM / aerobik secara teratur, disebabkan  cacat fisik atau ada gangguan lain
4)      Olahraga yang dilakukan penderita tidak bersifat aerobik

Uji Validitas
Hasil uji validitas pada kuesiner yang digunakan untuk mengukur keteraturan senam DM didapatkan validitas item seluruhnya berkisar antara 0,362 - 0,975. Dari uji coba tersebut terdapat 1 item pertanyaan tidak valid yaitu pertanyaan nomor 4 karena mempunyai nilai r kurang dari 0,532. Kemudian dilakukan analisis lagi dengan mengeluarkan pertanyaan yang tidak valid, sehingga didapatkan 6 pertanyaan yang dinyatakan sahih atau reliabel.
Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas menggunakan uji statistik Alpha Cronbach, dari 6 pertanyaan yang valid didapatkan r hasil 0,941  lebih besar dari α 0,6 yang berarti bahwa ke enam pertanyaan tersebut reliable untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.
Etika Penelitian meliputi:
1.      Informed consent
2.      Anomity
3.      Confidentiality (kerahasiaan)

 

HASIL PENELITIAN

Hasil Analisis Univariat
Kestabilan Gula Darah Responden
Hasil analisis kestabilan  gula darah responden setelah melakukan senam DM dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut ini  :
Tabel 4.2
Analisis Data Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Di Klub Senam DM RSUD Kendal Bulan Febuari 2008
Variabel

Mean

Median
Modus
Standar Deviasi
Nilai Min
Nilai max


Gula Darah
146,26
150,33
-
49,59
73,33
218

Dari analisis data diatas didapatkan nilai rata-rata gula darah responden 146,26 mg/dl, median 150,33 mg/dl, modus tidak ada, standar deviasi 49,59 mg/dl. Nilai minimal 73,33, nilai masimal 218 mg/dl. Jadi rata-rata gula darah responden adalah 146,26 yang berarti gula darah tersebut stabil.


Keteraturan Senam DM.
Distribusi frekuensi keteraturan pelaksanaan senam DM responden secara jelas dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini

Tabel 4.3
Distribusi  Frekuensi Responden Menurut Keteraturan Senam DM di Klub Senam  DM RSUD Kabupaten Kendal Bulan Febuari 2008
Keteraturan
 Senam DM
Frekuensi
Prosentase (%)
Teratur
Tidak Teratur
       6
       3
  66,67
  33,33
Total
       9
  100,00

Dalam tabel 4.3 diatas dari 9 orang responden diketahui 6 responden  (66,67%) melakukan senam DM secara teratur,  sedang 3 responden lainnya (33,33%) tidak teratur dalam melakukan senam DM.

 Analisis Bivariat
Penelitian hubungan senam diabetes mellitus dengan kestabilan gula  darah pada penderita Diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal telah dilakukan pada bulan Febuari 2010, sebanyak 3 kali pengukuran gula darah responden dan penyebaran kuesioner untuk mengetahui keteraturan responden dalam melakukan senam DM. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara senam DM dengan kestabilan gula darah responden dapat dilihat dalam pembahasan pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4.                            
Hubungan senam diabetes mellitus dengan kestabilan gula     darah pada penderita Diabetes melitus rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal, pada bulan Febuari 2008.

 



Gula Darah


Jumlah


ρ Value
Senam DM
Tidak Stabil
Stabil

n
%
n
%
n
%


Tidak Teratur

Teratur


3

1

100,

16,7

0

5

0,0

3

6

100,

100,



   0,048


83,3
Jumlah


4

44,4
     
      5

55,6

9

100,

Berdasarkan uji Chi square  dengan menggunakan Fisher Exact test diperoleh nilai ρ = 0,048. Dengan hasil uji Fisher Exact didapatkan ρ value < dari α, dimana α = 0,05 sehingga ρ value < 0,05 , hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 9 responden peserta senam diabetes mellitus (DM), responden termuda berusia 50 tahun dan tertua berusia 69 tahun dengan rata-rata  umur responden 58,8 tahun. diketahui dari 9 responden, 5 responden (55,56%)  stabil gula darahnya sedang 4 diantaranya  tidak stabil gula darahnya dengan rincian 1 responden (11,11%) dibawah angka 80 mg/dl dan 3 responden (33,33%) diatas 180 mg/dl. 6 responden  (66,67%)    melakukan   senam  DM  secara teratur,  sedang 3 responden lainnya (33,33%) tidak teratur dalam melakukan senam DM. dari 6 responden yang  melakukan senam DM secara teratur, 5 responden (83,3%) diantaranya stabil gula darahnya hanya 1 responden (16,7%) yang tidak stabil gula darahnya, sedangkan dari 3 responden yang tidak teratur dalam melakukan senam DM tidak ada yang stabil gula darahnya. Berdasarkan hasil analisa bivariat kadar gula darah responden peserta senam di Klub Senam Diabetes Mellitus (DM) RSUD Kendal dengan menggunakan uji Fisher Exact didapatkan ρ value 0,048 < dari α, dimana α = 0,05 sehingga ρ value < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah.
Pada penelitian ini digunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross Sectional yang merupakan  jenis penelitian tanpa adanya kelompok pembanding (kontrol). Dengan tidak adanya kelompok pembanding dalam penelitian ini, maka tidak dapat membandingkan kadar gula darah antara yang tidak mengikuti senam diabetes mellitus (DM)  dengan yang mengikuti senam.


KESIMPULAN

Hasil penelitian hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus (DM) rawat jalan di klub senam RSUD Kabupaten Kendal dapat disimpulkan sebagai  berikut:
1.      Responden  peserta senam diabetes mellitus (DM), berusia  50 tahun keatas dengan rata-rata umur responden 58,8 tahun.
2.      Responden peserta senam DM sebagian besar (55,56%) stabil gula darahnya dengan rata-rata 146,26 mg/dl.
3.      Responden peserta senam DM sebagian besar (66,67%) telah melakukan senam secara teratur (3-4 kali seminggu) dengan rata-rata 3,33 kali seminggu .
4.      Terdapat hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah sesudah melakukan senam diabetes mellitus (DM) pada taraf signifikansi 5%

Saran-saran
1.      Untuk kepentingan Klub Senam diabetes mellitus (DM) RSUD Kendal
Berdasarkan kesim-pulan hasil penelitian diatas, disarankan kepada pengurus  dan peserta Senam diabetes mellitus (DM) untuk mela-kukan senam DM secara benar dan teratur 3-4 kali semingg agar tetap stabil gula darahnya, mensosialisakan program senam kepada masyarakat luas, sehingga peserta senam dapat diting-katkan. Selain itu dapat membantu menyediakan fasi-litas dan pelayanan kepada diabetese untuk menjaga kadar glukosa darahnya dan mengurangi ketergantungan pada obat-obatan serta menciptakan kualitas keseha-tan yang lebih baik.

2.      Untuk kepentingan keilmuan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjut-nya dengan  mengikutser-takan variabel-variabel lain yang mungkin mempenga-ruhi kadar glukosa darah pada diabetese.


DAFTAR PUSTAKA


Depkes RI.  Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2003.

 Soegondo, S.  Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Balai Penerbit FKUI,  Jakarta, 2005.

Lampung Post. Wabah Diabetes Ancam Asia, htpp://www.lampungpost.com.. Diperoleh tanggal 20 Nopember 2007.
http://health-Irc. Or. Id

Vitahelth. Diabetes, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2006.

Syaifullah, Noer.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI Edisi III, Jakarta, 1996

 Iqbal Mubarak, Wahit dkk. Buku Ajar Ilmu Keperawatan komunitas, CV Sagung Seto, Jakarta 2006

Smeltzer,Suzanne C.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 2001

Sudoyo,Aru W. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006.


 Rusdiyanto. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Jakarta, 2006

HalomoanHutagalung.Karbohidrat,File://F:/karbohidrat%20Dr%20Halomoan%20Hutagalung%20Bagin%20Fakultas kedokteran Undip,Diperoleh 09/12/2007

Moerdowo,RM. Spektrum DiabetesMellitus, Djambatan Jakarta, Jakarta,1989

Departemen Pendidikan Nasional,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai    Pustaka, Jakarta, 2005

Mansyur, Arif . Kapita Selekta Kedokteran, FKUI Edisi III, Jakarta, 2001

 Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe -2 di Indonesia,        Jakarta, 2006.


 Sustrani, dkk. Senam Diabetes Mellitus, PT. Gramedia Pustaka Utama.       Jakarta, 2006

C Ronald Kahn. Joslin’s Diabetes Mellitus : 14th Edition, A Wolters Kluwer Company, 2005

 Santoso, Mardi. Senam DM. Persadia DKI Jakarta. (audio), 2007

 Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.    Jakarta,2005.

Aziz Alimul H. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta, 2007

Sugiyono.  Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2009

.Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Edisi 1 Cet 7. Bumi Aksara,  Jakarta, 2004.










FAKTOR  - FAKTOR  YANG  BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT   KECEMASAN  PASIEN  PRE  OPERASI DI RUANG RAWAT INAP
RSI KENDAL

Oleh.  YULIA ARDIYANTI

ABSTRACT

THE CORELATION FACTORS OF THE CLASS ANXIOUSNESS FOR PRE SURGICAL OPERATION PATIENT IN TREATMENT ROOM OF HOSPITAL ISLAM KENDAL



The anxiousness defines a confuseness,a worriness for future situation without any clear reasons, and it is related to unsure emotion and powerless. The main reasons is still unreveal, however based on the writer’s predispotition, it can be concuded that : There are factors which influence the class of anxiousness for pre surgical operation patient. The aim of this research is to investigate : there are correlation between age, gender, education and earnings with the class of anxiousness for pre surgical operation patient.
This is a descriptive analyze research, and uses a cross sectional design research. Beside that, the writer also uses a chi – square test to gender and spearman’s rho test for education, age and earnings. The object of this research is all of pre surgical operation patient in treatment room og general hospital Islam  Kendal since Nopember 26 to December 27, 2008. in doing this research, the writer uses 97 people as sample, and in supporting this ata the writer giver a questioner to every respondent directly.
The result of this research shows that there are significant correlation between age, gender, education, and earnings with the class of anxiousness for pre surgical operation patient. The class of anxiousness for pre surgical operation patient in general hospital Islam Kendal is low because about 49 responden only or 50,5 %.

Reference        :     12 (1997-2004)
The key word :     age, education, gender, earnings, the class of anxiousness for pre surgical operation patient.




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Segala bentuk prosedur pembedahan selalu didahului dengan suatu reaksi emosional tertentu pasien, reaksi tersebut jelas atau tersembunyi. Anxietas pre operatif perupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh atau bahkan kehidupan itu sendiri (Brunner & Suddarth, 2002).
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasive dengan membuka atau  menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat, 1997).
Pasien pre operatif dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap anetesia, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan dan takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau anxietas. Selain ketakutan-ketakutan tersebut pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti masalah finansial, tanggung jawab terhdap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan prognosa yang buruk atau probabilitas kecacatan dimasa yang akan datang dan ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh, hal ini memperberat ketegangan emosional yang sangat hebat yang diciptakan oleh prospek pembedahan. Adanya respon psikologis yang muncul pada pasien pre operasi akan diikuti dengan respon fisiologis, seperti ; nadi cepat, peningkatan tekanan darah, peningkatan pernafasan, dilatasi pupil, mulut kering, telapak tangan basah dan gelisah (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Susilawati. Et al (2005) kecemasan adalah kebingunan, kekhawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak meyenangkan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan pada pasien sebagai individu dapat disebabkan karena adanya suatu ancaman terhadap integritas biologis, konsep diri dan harga diri. Respon terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat dan panik.
Adanya kecemasan yang dialami oleh pasien pre operasi akan memberikan pengaruh dalam penyembuhan luka post operasi. Pasien yang mengalami kecemasan akan sedikit melakukan mobilisasi sehingga proses penyembuhan luka operasi akan mengalami hambatan. Sedangkan pasien yang telah mempunyai pengetahuan sehingga tidak mengalami kecemasan atau berupa kecemasan ringan akan melakukan mobilisasi sehingga mempercepat penyembuhan luka operasi.
Kasus pembedahan, berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSI Kendal dari bulan Juli – September 2008 terdapat 254 kasus pembedahan dengan rincian operasi besar 126 kasus, operasi sedang 76 kasus dan operasi kecil 52 kasus. (Rekam Medik RSI Kendal).
Dari hasil observasi terhadap pasian yang akan menjalani operasi, pasien dihantui adanya rasa kecemasan dan disertai dengan kemauan untuk penolakan tindakan pembedahan tersebut dan keinginan untuk mencari alternatif tindakan yang lain, walaupun sebelumnya pasien sudah diberitahu tentang prosedur persiapan operasi yang harus dijalani. Dari fenomena inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai bahan penelitian.

B.  Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat dianggat adalah “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI  Kendal ?”

C.  Tujuan Penelitian
1.   Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
2.   Tujuan Khusus
a.   Mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi
b.   Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.      
c.   Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi berdasarkan umur.
d.   Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi berdasarkan jenis kelamin.
e.   Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi terhadap status pendidikan.
f.    Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien pre operasi berdasarkan tingkat sosial ekonomi.

D.  Manfaat Penelitian
1.   Bagi Peneliti
Dapat memperoleh faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi serta sebagai pengalaman dalam melakukan penelitian.
2.   Bagi Profesi
Dapat menambah pengeta-huan tentang tingkat kece-masan pada pasien pre operasi  dan untuk memper-timbangkan dalam membe-rikan intervensi pada pasien pre operasi yang mengalami kecemasan sesuai tingkat kecemasannya.
3.   Bagi Pengembangan Pendidikan Keperawatan
Berguna sebagai wacana ilmiah dan sumber penge-tahuan dalam modifikasi pelaksanaan rencana asuhan pada pasien pre operasi untuk meminimalkan rasa kecema-san menjelang operasi.





BAB III
METODE PENELITIAN


A.  Kerangka Konsep
Karakteristik Individu :
  1. Umur
  2. Jenis Kelamin
  3. Tingkat Pendidikan
  4. Sosial ekonomi
 





            Variabel Independen                                      Variabel Dependen

B.  Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan non-eksperimen dengan desain penelitian deskriptif analitik melalui pendekatan cross sectional, yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran / pengamatan pada saat bersamaan (Alimul, 2003).


Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
 



C.  Populasi dan Sampel Penelitian
1.   Populasi
Populasi adalah kum-pulan individu yang akan diukur atau diamati cirinya. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah se-mua pasien pre operasi di RSI.

2.   Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Arikunto, 1998). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien pre operasi di RSI Kendal. Pengambilan sampel yang digunakan adalah secara total populasi.
3.   Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a.   Pasien yang akan menjalani operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
b.   Pasien berusia lebih dari 12 tahun.
c.   Pasien yang bersedia menjadi responden.
4.   Kriteria Eksklusi
a.   Pasien yang  mengalami gangguan kejiwaan.
b.   Pasien tuli dan tidak bisa bicara.
c.   Pasien yang tidak bisa baca tulis
D.  Tempat dan Waktu Penelitian
1.   Tempat
Tempat yang dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di RSI Kendal
2.   Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan bulan Nopember – Desember 2008

.
E.  Definisi Operasional, Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
No.
Variabel
Definisi
Kategori
Skala
1.
Umur
Usia pasien pada saat penelitian yang diyatakan dalam tahun
13-21 tahun
22-40 tahun
41-56 tahun
>56 tahun
Ordinal
2.
Jenis Kelamin
Ciri seks kelamin primer
Laki-laki
Perempuan
Nominal
3.
Pendidikan
Tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti pasien
SD
SMP
SMA
D3
S1
Ordinal
4.
Sosial ekonomi
Jumlah pendapatan pasien selama 1 bulan
Rendah
(< 500.000)

Sedang (500.000 s/d 1.000.000)

Tinggi
(> 1.000.000)
Ordinal
5.
Tingkat Kecemasan
Respon psikologik terhadap stress yang mengandung komponen fisiologi dan psikologi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Ordinal



F.   Alat penelitian dan Cara Pengumpulan Data
1.   Alat Penelitian
Penelitian ini menggu-nakan kuesioner sebagai alat penelitiannya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Metode kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner langsung, kelebihan metode ini adalah memudahkan responden untuk menjawab pertanyaan, karena tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan keadaannya.
2.      Cara Pengumpulan data
Cara pengumpulan data adalah suatu prosedur yang sistematis standar untuk memperoleh data yang diperlukan, hal ini berguna untuk memecahkan masalah (Arikunto, 1998).
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.   Peneliti mengajukan ijin pada Direktur RSI Kendal untuk mengadakan penelitian.
b.   kemudian peneliti menga-dakan pedekatan dengan responden agar calon res-ponden bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
c.   Peneliti memberi penjela-san kepada responden ten-tang tujuan penelitian ini.
d.   Responden diberi kuesi-oner untuk diisi sesuai de-ngan petunjuk yang telah diberikan, responden dia-rahkan supaya mengisi semua pertanyaan yang ada dan apabila telah selesai dikembalikan kepada peneliti.
e.   Setelah semua kuesioner terkumpul, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisa data.

G.  Tehnik Pengolahan dan Analisa Data
1.   Tehnik Pengolahan Data
      Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut :
a.   Editing
Editing adalah mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui, dengan cara peneliti melakukan pengecekan kelengkapan  data-data yang ada, jika ditemui data yang salah pengisiannya maka data tidak dipergunakan.
b.   Coding                 
Teknik ini dilaku-kan dengan memberikan tanda-tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, selan-jutnya dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk memudahkan pengolahan.
c.   Tabulating
Sebelum data dike-lompokkan menurut kate-gori yang telah ditentukan, selanjutnya ditabulasikan dengan melakukan penen-tuan data, sehingga dipero-leh frekuensi dari masing-masing variabel penelitian. Kemudian memindahkan data ke dalam tabel-tabel yang sesuai dengan kriteria.
2.   Teknik Analisa Data
a.   Analisis univariat.
      Tehnik analisa data yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah analisis uni-variat yang dilakukan ter-hadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2002).
b.   Analisis bivariat.
      Analisis bivariat yang dila-kukan terhadap dua varia-bel yang juga berhubungan atau berkorelasi. Pengola-han data menggunakan computer dengan SPSS ver.11
Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas data. Hasil uji normalitas data menunjuk-kan bahwa data terdis-tribusi tidak normal se-hingga uji korelasi meng-gunakan Spearman’s.
Ha diterima jika p value < 0,05, dan Ha di tolak jika p value > 0,05.
H.  Etika Penelitian
Menurut Alimul (2003), masalah etika dalam penelitian keperawatn meliputi :
1.   Informed consent (Lembar persetujuan penelitian)
Adanya persetujuan antara peneliti dengan respon-den, peneliti memberi-kan lembar persetujuan. Informed consent  tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dengan tujuan subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subyek ber-sedia maka mereka harus menandatangani lembar perse-tujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2.   Tanpa Nama (Anonimity)
Peneliti tidak memberi-kan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data..
3.   Kerahasiaan (convidentiality)
Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.






HASIL PENELITIAN
A.  Hasil Analisis Univariate
1.   Umur responden
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur (Tahun)
Frekuensi
Persentase
13-21 tahun
22-40 tahun
41-56 tahun
>56 tahun
9
43
31
14
9,3
44,3
32,0
14,4
Total
97
       100


Dari tabel 1 tampak bahwa sebagian besar responden mempunyai rentang umur 22-40 tahun yaitu 43 responden atau 44,3 %, umur 41-56 tahun sebesar 31 responden atau 32 %, umur > 56 tahun sebesar 14 responden atau 14,4 % dan umur 13 – 21 tahun sebesar 9 responden atau 9,3 %.

2.   Jenis Kelamin Responden

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Laki-laki
Perempuan
55
42
56,7
43,3
Total
97
      100               


Dari tabel 2 menunjukkan bahwa, sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 55 responden atau 56,7 % dan perempuan sebesar 42 responden atau 43,3 %.

3.   Pendidikan Terakhir
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
Frekuensi
%
SD
SMP
SMA
D3
S1
35
13
32
14
3
36,1
13,4
33,0
14,4
3,1
Total
97
   100                              


Dari tabel 3 tampak bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SD yaitu 35 responden atau 36,1 %, SMA 32 responden atau 33 %, D3 sebanyak 14 responden atau 14,4 %, SMP sebanyak 13 responden atau 13,4 % dan S1 sebanyak 3 responden atau 3,1 %.
4.   Sosial Ekonomi Responden



Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi  (Pendapatan)

Pendapatan
Frekuensi
%
Rendah (< 500.000)
Sedang (500.000 s/d 1.000.000)
Tinggi (> 1.000.000)
55
28
14
56,7
28,9
14,4
Total
97
100                      


Dari tabel 4 tampak bahwa sebagian besar res-ponden mempunyai tingkat pendapatan perbulan yang rendah (< Rp 500.000) yaitu sebesar 55 responden atau 56,7 %, pendapatan sedang 28 responden atau 28,9 % dan pendapatan tinggi sebanyak 14 responden atau 14,4 %.

5.   Tingkat Kecemasan
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Tkt Kecemasan
Frekuensi
%
Ringan
Sedang
Berat
Panik
49
39
8
1
50,5
40,2
8,2
1,0
Total
97
100                     


Dari tabel 5 tampak bahwa sebagian besar res-ponden mempunyai tingkat kecemasan ringan yaitu 49 responden atau 50,5 %, tingkat kecemasan sedang 39 responden atau 40,2 %, tingkat kecemasan berat 8 responden atau 8,2 % dan panic sebanyak 1 responden atau 1 %.
B.  Hasil Analisis Bivariate
1.   Hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal

Tabel. 6  Distribusi frekuensi tentang hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal

Umur
(tahun)
Tingkat Kecemasan

Total
P
value
Ringan
Sedang
Berat
Panik
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%

13 – 21
22 – 40
41 – 56
> 56

1
21
17
10
1,0
21,6
17,5
10,3
4
19
12
4
4,1
19,6
12,4
4,1
3
3
2
-
3,1
3,1
2,1
-
1
-
-
-
1,0
-
-
-

9
43
31
14
9,3
44,3
32
14,4
0,004
Jumlah
49
50,4
39
40,2
8
8,2
1
1,0
97
100



Dari table 6, menun-jukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan berumur 22 – 40 tahun sebesar 21 responden (21,6 %), umur 41 – 56 tahun sebesar 17 responden (17,5 %), umur > 56 tahun sebanyak 10 responden (10,3 %) dan umur 13 – 21 tahun sebanyak 1 responden (1,0 %).. Respon-den yang mengalami kecema-san sedang sebagian besar berumur 22 – 40 tahun seba-nyak 19 responden (19,6 %), yang berumur 41 – 56 tahun sebanyak 12 responden (12,4 %), yang berumur 13 – 21 tahun dan > 56 tahun masing-masing 4 responden (4,1 %). Responden yang mengalami tingkat kecemasan berat berumur 13 – 21 tahun dan 22 – 40 tahun masing-masing 3 responden (3,1 %). Sedangkan responden yang mengalami tingkat kecemasan panic berumur 13 – 21 tahun hanya 1 responden (1,0 %).
 Bila dilihat dengan statistic hubungan antara umur respon-den dengan tingkat kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,004. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

2.   Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Tabel. 7 Distribusi frekuensi tentang hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI

Kendal
Jenis kelamin
Tingkat Kecemasan

Total
P
value
Ringan
Sedang
Berat
Panik
n
%
N
%
n
%
n
%
n
%

Laki-laki
Perempuan
35
14
36,1
14,4
19
20
19,6
20,6
1
7
1
7,2
-
1
-
1,0
55
42
56,7
43,3
0,003
Jumlah
49
50,5
39
40,2
8
8,2
1
1,0
97
100



Berdasarkan table 7, menunjukkan bahwa tingkat kecemasan ringan sebagian besar dialami oleh responden laki-laki sebanyak 35 responden   (36, 1 % ), pada responden wanita sebanyak 14 responden (14,4 %). Tingkat kecemasan sedang pada responden perempuan lebih besar yaitu 20 responden (20,6 %), responden laki-laki sebanyak 19 responden (19,6 %). Tingkat kecemasan berat pada responden perempuan sebanyak 7 responden (7,2 %), pada responden laki-laki sebanyak 1 responden (1,0 %). Sedangkan tingkat kecemasan panic dialami oleh responden perempuan sebanyak 1 responden (1,0 %).
Bila dilihat dengan statistic hubungan antara jenis kelamin responden dengan tingkat kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,003. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
3.   Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal






Tabel. 8     Distribusi frekuensi tentang hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal


Pendidikan
Tingkat Kecemasan

Total
P
value
Ringan
Sedang
Berat
Panik
N
%
n
%
n
%
n
%
n
%

SD
SMP
SMA
D3
S1
8
8
21
11
1
8,2
8,2
21,6
11,3
1
19
5
11
2
2
19,6
5,2
11,3
2,1
2,1
7
-
-
1
-
7,2
-
-
1,0
-
1
-
-
-
-
1,0
-
-
-
-
35
13
32
14
3
36,1
13,4
33
14,4
3,1
0,000

Jumlah
49
50,5
39
40,2
8
8,2
1
1,0
97
100



Berdasarkan table 8, menunjukkan bahwa respon-den yang mengalami tingkat kecemasan ringan dengan pendidikan SMA sebanyak 21 responden (21,6 %), pendi-dikan D3 sebanyak 11 responden (11,3 %), pendidikan SMP dan SD masing-masing 8 responden (8,2 %). Tingkat kecemasan sedang dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 19 responden (19,6 %), pendidikan SMA 11 responden (11,3 %), pendidikan SMP 5 responden (5,2 %) dan pendidikan D3 dan S1 masing-masing 2 responden (2,1 %).
Hasil analisis statistic berkaitan dengan hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
  1. Hubungan social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal







Tabel. 9     Distribusi frekuensi tentang hubungan social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal


Tingkat social ekonomi
Tingkat Kecemasan

Total
P
value
Ringan
Sedang
Berat
Panik
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%

Rendah
Sedang
Tinggi
20
18
11
20,6
18,6
11,3
27
10
2
27,8
10,3
2,1
7
-
1
7,2
-
1
1
-
-
1,0
-
-
55
28
14
56,7
28,9
14,4
0,001
Jumlah
49
50,5
39
40,2
8
8,2
1
1,0
97
100



Dari table 9, menun-jukkan bahwa responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan dengan tingkat social ekonomi rendah sebanyak 20 responden (20,6 %), tingkat social ekonomi sedang seba-nyak 18 responden (18,6 %), tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 11 responden (11,3 %). Tingkat kecemasan sedang pada responden dengan tingkat social ekonomi rendah seba-nyak 27 responden (27,8 %), tingkat social ekonomi sedang sebanyak 10 responden (10,3 %) dan tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 2 responden (2,1 %).  Tingkat kecemasan berat pada responden dengan social ekonomi rendah seba-nyak 7 responden (7,2 %) dan tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 1 responden (1,0 %). Tingkat kecemasan panic dia-lami oleh responden dengan tingkat social ekonomi rendah sebanyak 1 responden (1,0 %).
Bila dilihat dengan sta-tistic hubungan antara social ekonomi responden dengan tingkat kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,001. Hasil ini menunjukkan bahwa p value < 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.



PEMBAHASAN
A.  Umur Responden
Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah mengalami stress dari pada umur tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Usia muda biasanya mudah me-ngalami cemas / stres dikarena-kan peningkatan masalah yang mungkin sering dialami oleh seseorang. Prevalensi kecemasan terjadi pada umur 9 – 17 tahun sebanyak 13 %, usia 18 – 54 tahun sebanyak 26, 4 % dan umur 55 tahun atau lebih sebanyak 11, 4% (Fortinash et al, 2003).
Hasil penelitian tentang hubungan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal menunjukkan bahwa sebagian besar responden menga-lami tingkat kecemasan ringan yang berumur pada rentang 22 – 40 tahun sebanyak 21 responden  atau 21, 6 %. Hasil uji statistic juga memberikan hasil p value 0,004 dimana p value < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan.
Hasil penelitian  yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada, dimana responden yang mayoritas mengalami ting-kat kecemasan ringan berusia 22 – 40 tahun. Sedangkan responden yang mengalami tingkat kecema-san panic hanya 1 responden pada rentang usia 13 – 21 tahun.
Usia muda biasanya mudah mengalami cemas / stres dikarenakan bertumpuknya ma-salah yang mungkin sering dialami oleh seseorang. Walau umur sukar ditentukan karena sebagian besar pasien melapor-kan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Tapi sering kali kecemasan terjadi pada usia 20 – 40 tahun (Sulistyawati, 1998).

B.  Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian dida-patkan sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan ringan, yang mayoritas dialami oleh responden laki-laki yaitu se-besar 35 responden atau 36, 1 %. Sedangkan responden perempuan sebagian besar mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu 20 responden atau 20,6 % dan yang mengalami tingkat kecemasan ringan hanya 14 responden atau 14,4 %.
Perempuan dengan ting-kat kecemasan panic 1 responden (1 %) sedangkan responden laki-laki tidak ada yang mengalami tingkat kecemasan panic. Demi-kian juga responden perempuan yang mengalami tingkat kecema-san berat sebanyak 7 responden (7,2 %) sedangkan responden laki-laki hanya 1 responden (1 %). Uji statistic yang dilaksana-kan memberikan hasil p value 0,003 atau p value < 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan.
Umumnya wanita lebih mudah mengalami stres, tetapi umur wanita lebih tinggi dari pria. Diperkirakan jumlah mereka yang mengalami gang-guan kecemasan sampai 5 % dari jumlah penduduk yang ada, dengan perbandingan wanita dan pria 2 banding 1 dan diperkirakan antara 2 – 4 % diantara penduduk di suatu kehidupan pernah mengalami gangguan cemas (Sulistyawati, 1998). Menurut Fortinash, et al (2003), kecema-san terjadi dua kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan perem-puan lebih cenderung emosi yang dipakai sedangkan laki-laki cenderung memakai rasio.
Berdasarkan hasil peneli-tian memberikan gambaran bahwa memang perempuan lebih mudah mengalami stress dimana responden perempuan mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki yang sebagian besar hanya mengalami tingkat kecemasan ringan dan sedang.

C.  Tingkat Pendidikan
Menurut Soewandi (2001), faktor ekonomi, pengetahuan dan latar belakang pendidikan juga mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecemasan. Tingkat pendidikan yang rendah pada individu akan menyebabkan individu tersebut mudah mengalami stress.
Seseorang yang mempu-nyai tingkat pendidikan yang tinggi tentunya juga akan berpe-ngaruh pada tingkat pengetahu-annya tinggi dimana akan terdapat perbedaan perilaku dengan seseorang yang berpe-ngetahuan rendah. Mereka akan lebih mudah untuk menerima informasi, khususnya berkaitan dengan tindakan operasi baik itu tentang persiapan, pelaksanaan sampai dengan perawatan pasca operasi. Begitupun halnya dengan kecemasan pasien pre operasi juga akan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan juga pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami (Sulistyawati, 1998).
Penelitian yang dilakukan memberikan hasil bahwa seba-gian besar responden mengalami tingkat kecemasan ringan dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 21 responden (21,6 %). Responden yang mengalami tingkat kecemasan berat 76 responden (7,2 %) dengan tingkat pendidikan SD. Dari hasil uji statistic didapatkan bahwa p value 0,000 atau p value < 0,05 sehingga ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori dimana responden yang mengalami tingkat kecemasan berat adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan SD.
D.  Tingkat Sosial Ekonomi
Faktor ekonomi, penge-tahuan dan latar belakang pendi-dikan juga mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecemasan. Tingkat pendidikan yang rendah pada individu akan menyebabkan individu tersebut mudah menga-lami stress (Soewandi, 2001). Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah me-ngalami stres dibanding dengan mereka yang tingkat pendidikan dan status ekonominya tinggi (Sulistyawati, 1998).
Hasil penelitian meng-gambarkan bahwa sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan sedang dengan tingkat social ekonomi rendah yaitu 27 responden (27,8 %). Respon-den yang mengalami tingkat kecemasan panic terdapat 1 responden (1 %) yaitu respon-den yang mempunyai tingkat social ekonomi rendah sedangkan responden dengan tingkat social ekonomi tinggi tidak ada mengalami reaksi kecemasan hingga pada tingkat panic.
Hasil penelitian yang didapatkan telah sesuai dengan teori dimana responden yang memiliki tingkat social ekonomi rendah berpeluang untuk mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Meskipun pada saat ini untuk keluarga miskin sudah mendapatkan jaminan pelayanan oleh pemerintah lewat askeskin, tapi mereka masih berpeluang mengalami kecemasan karena masih mempunyai tanggungan untuk keluarga yang ditinggalkan di rumah.

DAFTAR PUSTAKA
Alimul Azis. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika., Jakarta : EGC.
Ester Monica, 2001. Keperawatan Medikal Bedah; Pendekatan Sistem Gastro intertinal. Jakarta : EGC
Fortinash, K.M dan Worret, P.A.H. 2004. Phychiatric Menthal Health Nursing (3th.ed). United States of American : Mosby
Kaplan H.I dan Sadock B.J. Alih Bahasa dr. Widjaya Kusuma. 1997. Sinopsi Psikiatri.  Jakarta : Binarupa Aksara.
Long Barbara C. 1997. Buku Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran.
Notoatmodjo Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Isstrumen Penelitian Keparawatan. Jakarta : Salemba Medika
Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stuart, W. Gail dan Sundeen, J. Sandra. Editor Yasmin Asih. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :  EGC.
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta : EGC


PROFIL PEROKOK REMAJA PADA SMA MUHAMMADIYAH WELERI
TINJAUAN EPIDEMIOLOGI

TEGUH ANINDITO, SKM
Dosen AKPER Muhammadiyah Kendal
ABSTRAK
            Rokok adalah tembakau kering yang dibungkus dengan daun nipah misalnya kertas atau daun jagung, yang biasanya dibakar untuk dihisap asapnya oleh manusia. Penggunaan rokok sebagai kesenangan sudah dimulai sejak lama. Sekarang rokok telah dihisap oleh para remaja bahkan anak-anak.
            Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil remaja yang berkaitan dengan kebiasaan merokok yaitu perokoknya. Jenis rokok yang disukai dan karakteristik lingkungan yang berkaitan dengan kebiasaan merokok.
            Metode penelitian  yang digunakan adalah survei secara deskriptif sebagai sebuah studi kasus dimana peneliti ingin mengetahui perokok remaja di SMA Muhammadiyah Weleri.
            Hasil penelitian menunjukkan adanya perokok sebanyak 33,24 % dari keseluruhan 423 responden dengan proporsisiswa laki-laki 52,8 % dan perempuan 2,9 %. Mereka menyukai rokok putih dan berfilter, dan merokok pertamakali akibat pergaulan dengan teman bermain.
            Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sudah sebagian besar siswa menjadi perokok meskipun masing-masing tergolong perokok ringan. Jenis rokok menunjukkan adanya kesadaran bahaya rokok. Dan kebiasaan merokok berkaitan dengan lingkungan teman bermain. Untuk itu perlu kiranya dilakukan upaya intensif dari pihak Dinas Kesehatan, Sekolah dan kalangan ulama untuk menekan jumlah perokok dan akibatnya.
Kata kunci       : epidemiologi, profil, perokok



LATAR BELAKANG

Sejak diketahui adanya pemakaian rokok oleh masyarakat Indian kuno sampai sekarang penyebaran pembuatan dan penggunaannya sudah tanpa batas. Rokok sebagai komoditas jual yang merata sehingga mudah didapatkan dimanapun, sekalipun di wilayah yang jauh dari produsen.
Terlebih di wilayah Kendal yang jelas merupakan daerah produsen tembakau bahan dasar rokok. Yang berpusat di Kecamatan Gemuh dan Weleri. Siswa SMU Muhammadiyah Weleri sebagian besar berasal dari dua Kecamatan di atas. Yang notabene lingkungan juga dimungkinkan ada hubungannya dengan kebiasaan merokok. Karena kurang lebih selama satu bulan juga ikut mengelola hasil tanaman tembakau membantu orang tua.
Karena pembeli dan pemakai rokok tidak pernah diadakan pembatasan usia, maka terjadilah peningkatan jumlah perokok seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dimulai dari Perang Dunia I, terjadilah peningkatan jumlah perokok secara masal, bahkan pada tahun 1916 masyarakat Amerika telah merokok 25 biliun batang rokok putih dan menjadi 450 biliun pada tahun 1951. Hampir di semua negara berkembang paling sedikit 50% pria dewasa terikat dengan penggunaan tembakau, karena merokok merupakan kebiasaan yang disenangi kaum pria. Sedangkan perempuan kurang dari 5% kecuali di Bangladesh, Nepal dan Thailand. (3)
Angka kematian bagi perokok 70 % lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok terutama bagi pria umur 45-54 tahun. Penelitian di Inggris menunjukkan, jumlah perokok 25 batang setiap hari (berumur 35 tahun) 40 % akan meninggal sebelum berumur 65 tahun. Jika non perokok, hanya 15 % yang meninggal sebelum 65 tahun (4)
Bahaya lain akibat rokok yang diakibatkan oleh zat yang terkandung dalam asap rokok adalah penyakit jantung koroner, merangsang terjadinya kanker. Meningkatnya resiko penyakit saluran pernapasan, pada wanita hamil dapat terjadi kematian dan cacat janin, meningkatnya tekanan darah, mengganggu fertilitas, peningkatan prevalensi gondok. Selain itu juga menghambat buang air kecil dan menimbulkan amblyopia. Menyebabkan addiksi karena rokok membuat keinginan merokok terus-menerus. Dan terakhir rokok adalah sebagian dari sumber polusi. (5)
Di Indonesia sejak jaman raja-raja Mataram digunakan rokok dari kelembak, biasanya tembakau dicampur dengan kemenyan. Dalam beberapa etnik ditemukan acara persembahan rokok sebagai upacara ritual.
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia membuat estimasi bahwa pertambahan konsumsi rokok 3,5 % setiap tahun. Sehingga pada tahun 1995 jumlah perokok di Indonesia  sebanyak 45 juta orang. Untuk pria perokok umur 10 tahun ke atas dan 3,2 juta orang untuk wanita perokok umur 10 tahun ke atas.
Suatu survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di Jakarta untuk melihat : Menjadi Perokok dan Perilaku Perokok pada tahun 1989/1990 menunjukkan bahwa dari perokok laki-laki ada 58,9 %, perokok setiap hari ada 33,1 %, perokok kadang-kadang 25,8 % serta perokok bekas 5,3 %. Perokok wanita ada 3,8 %, perokok setiap hari ada 1 %, perokok kadang-kadang 2,8 % dan perokok bekas 0,6 %.
Pada laki-laki rata-rata mulai merokok pada usia 19 tahun dengan jenis rokok yang disukai adalah rokok kretek. Di Jakarta Selatan, di antara anak-anak berumur 12-18 tahun 80 % telah menjadi perokok. Di SLTA hampir 50 % murid laki-laki menjadi perokok dan 10 % murid perempuan menjadi perokok.(5)
SMU adalah sekolah dengan siswa yang homogen dari jenis kelamin. Kalau penelitian diambil di SMK Ekonomi (SMEA) jumlah siswa perempuan lebih mendominasi. Dapat diduga hasilnya akan banyak didapatkan yang menjawab tidak merokok. Sedangkan kalau di SMK Teknik (STM) siswa laki-laki lebih mendominasi. Maka hasilnya dimungkinkan data siswa perempuan sangat kurang. Padahal ada dugaan sementara, bahwa siswa perempuan juga ada yang merokok.
Dilatar belakangi oleh perkembangan kepribadian usia remaja berupa kehidupan sosial yang terikat pada kelompok sebaya. Dan tugas perkembangan berupa pencapaian kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya (7)   Maka remaja mudah sekali meniru teman sebayanya merokok agar dianggap anggota kelompok. Meskipun banyak juga yang merokok karena bapaknya merokok sebanyak 73 % dan 8 % karena ibunya merokok menurut survei Yayasan Jantung Indonesia. (5) Apalagi menurut survei terhadap anak sekolh juga menunjukkan bahwa mereka yang kurang pandai di sekolah adalah perokok. Mereka berusaha membuat dirinya tampak dewasa untuk mengkompensasi kegagalan mereka di kelas. (8)
Dari  itu mempelajari profil perokok remaja menjadi penting karena akan dapat diketahui berbagai hal yang menyebabkan mereka menjadi perokok dari sisi responden, rokoknya sendiri dan lingkungan yang mempengaruhi. Agar dapat memberikan sumbang saran untuk menekan prevalensi perokok dan bahayanya. Meskipun  halangannya juga banyak karena promosi begitu gencar dan menarik. Sedangkan kemudahan membeli rokok sudah tanpa batas waktu, tempat dan usia pembeli.
Berkaitan dengan itulah penulis terdorong untuk meneliti profil perokok remaja. Sebab bukan tidak mungkin mereka akan melanjutkan kebiasaan ini hingga masa tuanya. Padahal merokok merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Dan bukti nyata dapat dilihat sehari-hari para pelajar yang masih berseragam dan masih dalam jam sekolah atau pulang sekolah dengan tanpa malu-malu merokok.

PERUMUSAN MASALAH
            Penulisan skripsi dimaksudkan untuk mengungkap : Bagaimanakah  profil perokok remaja SMU Muhammadiyah Weleri tahun 2000 ?.
TUJUAN
            Untuk mengetahui profil perokok remaja meliputi karakteristik siswa perokok, jenis dan macam rokok dan lingkungan yang berhubungan dengan kebiasaan merokok pada SMU Muhammadiyah Weleri, Kendal tahun 2000 ditinjau dari sisi epidemiologi yaitu host  yaitu perokoknya, agent  yaitu rokoknya dan environment yaitu lingkungan.

F.      JENIS PENELITIAN

       Penelitian ini merupakan survei secara deskriptif sebagai sebuah studi kasus dimana peneliti ingin mengkaji profil perokok remaja di SMA Muhammadiyah Weleri Kendal .

 

POPULASI DAN SAMPEL

Populasi
Populasi rujukan
Populasi rujukan adalah siswa SMA Muhammadiyah Weleri.
Populasi Studi
Populasi studi adalah siswa di SMA Muhammadiyah Weleri, sama dengan Populasi Sasaran karena merupakan penelitian dengan pengambilan populasi secara sensus.

S a m p e l

Sampel tidak diambil karena semua populasi dihitung (sensus).

PEMBAHASAN
Jumlah Perokok
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah perokok sebanyak 32,4 % (lihat tabel 1). Bila dibandingkan dengan survey yang dilakukan Depkes RI di Jakarta Selatan tahun 1989/1990 sebanyak 80 %, berarti hasilnya ada di bawahnya.

Jenis Kelamin Perokok
Hasil penelitian menunjukkan responden perokok terbanyak pada jenis kelamin laki-laki 52,8 % berarti di atas survey seperti tersebut di atas yang hasilnya 50 %. Dan berada di bawah angka hasil survei Depkes RI di Jakartra yaitu sebanyak 58,9%. Sedangkan wanita sebanyak 2,9 % dibanding 10 % berarti masih di bawahnya.

Umur Mulai Merokok
Dari hasil penelitian didapatkan, sebagian besar mulai merokok pada usia 16-18 tahun sebanyak 73,1 %  hal ini berarti di atas rata-rata di Jakarta Selatan yaitu 12-18 tahun. Dan di bawah angka di Jakarta yaitu 19 tahun.

Jumlah Batang Rokok yang Dihisap Tiap Hari.
Dari hasil penelitian didapatkan, jumlah batang rokok yang dihisap responden perokok masih tergolong sebagai pertokok ringan. Karena responden menjawab, menghisap dalam jumlah kecil yaitu 1-3 batng tiap hari sebanyak 19,1 %, 4-6 batang tiap hari sebanyak 13,1 % dan kalau perlu saja 52,5 %. Berarti kalau dibandingkan dengan survei di Jakarta masih di atasnya karena jumlahnya  84,7 % dibandingkan dengan  50,8 %.

Tingkat Pengetahuan Responden Perokok tentang Rokok
Tingkat pengetahuan responden perokok tentang rokok sebagian besar sangat kurang, karena yang pernah belajar hanya 3,6 % Dan yang pernah membaca referensi tentang rokok hanya 21,9 %. Dan yang sedikit tahu jumlahnya 43,8 %.

Anggapan Responden Perokok tentang Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan
Sebagian besar dari mereka menganggap rokok berbahaya (70,1 %), Tetapi tetap saja mereka merokok karena kurang peduli dan kurangnya kesadaran akibat kurangnya pengetahuan, apa akibatnya kalau menghisap  rokok.

Tujuan Merokok
Sama dengan hasil sebelumnya, mereka  sebenarnya dapat saja meninggalkan kebiasaan buruk merokok, karena hanya 3,7 % yang merasa kecanduan. Tetapi tetap saja hal itu dilakukan. Jumlah terbesar dari mereka (43,8 %) merokok karena basa-basi. Jadi mereka termasuk perokok psychosocial smoking. Karena dalam keadaan tertentui saja mereka perlu menghisap rokok, jadi keinginan un tuk merokok sangat kecil. Dibandingkan  dengan survei di Jakarta, alasan merokoknya berbeda karena alasannya adalah kenikmatan, kecanduan dan untuk ketenangan.

Jenis Rokok yang Dihisap Responden
Sebagian besar dari responden perokok menyadari bahaya rokok, meskipun tetap menghisapnya. Terbukti ada upaya minimal dengan menghisap rokok putih, jumlah mereka ada 76,6 %. Hal ini berarti lebih bagus daripada hasil survei Yayasan Jantung Indonesia pada tahun 1990 dengan jumlah 95 % menghisap rokok kretek.

Macam Rokok yang Dihisap Responden.
Seperti hasil di atas sebagian besar mereka menyadari bahaya merokok terbukti ada upaya dengan menghisap rokok yang di bagian batang pangkalnya terdapat filter/penyaring, yaitu sebanyak 92,7 %. Meskipun sebenarnya kalau kita bandingkan menurut teori, ada atau tidaknya filter tidak ada perbedaan kadar tar dan nikotin yang dihisap. Karenanya filter tidak dapat melindungi perokok.

Kedalaman Penghisapan
Hanya sebagian kecil yang menghisap dengan dalam sampai ke dada (13,9 %) dan sebagian di dada (15,3 %), Jadi merekalan yang mempunyai resiko terbesar menerima dampak buruk akibat merokok di kemudian hari. Dibandingkan dengan survei di Jakarta sebesar 4,9 % berarti berada di atasnya.

Frekuensi Responden Menelan Asap Rokok
Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menelan asap rokok tiap hisapan yaitu sebanyak 29,9 %.

Ada Tidaknya Keluarga Responden yang Merokok
Responden Perokok menjawab, keluarga perokok dominan yaitu 69,3 %, hal itu berati pengaruh keluarga juga berperan dalam hal proses pembentukan perilaku diantaranya meniru merokok.

Keluarga Responden Perokok yang Merokok
Sebagian besar dari mereka, ayah mereka adalah perokok(68,4 %) tetapi masih di bawah hasil survei Yayasan Jantung Indonesia tahun 1990 sebesar 73 %. Dan yang ibunya merokok sebesar 3,2 % yang masih di bawah hasil survei di atas yaitu sebanyak 8 %.

Yang Mempengaruhi Merokok Pertama Kali
Mereka lebih banyak dipengaruhi oleh teman bermain (57,7 %) tetapi masih di bawah hasil survei Yayasan Jantung Indonesia (1990) sebanyak 70 %.

Efek Apabila Meninggalkan Rokok
Sebagian besar dari mereka menjawab hanyamulut terasa kecut, dan apabila jawaban bervariasi, maka mulut terasa kecut juga ikut dipilih (45,1 %). Hal itu berarti sebenarnya mereka tidak sampai pada taraf kecanduan. Maka sebenarnya mereka sebagian besar mempunyai peluang untuk meninggalkan kebiasaan buruk merokok.

Sikap terhadap Perokok Lain yang Asapnya Mengenai Reponden Perokok
Mereka kurang menyadari bahwa asap yang keluar dari rokok langsung dibandingkan dengan yang dari mulut orang lain, lebih berbahaya asap orang lain. Terbukti bersikap biasa saja sebanyak 41,6 % dan masa bodoh sebanyak 7,3 %. Sedangkan yang menghindar dan mungkin tidak suka sebanyak 35,8 %.

Sikap Responden Perokok terhadap Perokok Lain di Sekolah
Pada umumnya perokok akan membiarkan orang lain merokok, tetapi hasil menunjukkan bahwa mereka tetap peduli lingkungan dengan adanya sebagian dari mereka yang mengingatkan temannya untuk tiodak merokok di sekolah sdebanyak 41,6 %.
Sikap Responden Perokok bila Diingatkan           
Cukup bagus sikap sebagian dari merekakarena langsung berhenti bila diingatkan yaitu sebanyak 54 %. Tetapi yang memprihatinkan adalah yang masa bodoh sebanyak 18,2 % dan pindah tempat sebanyak 27,8 %. Hal ini berarti ada kemungkinan berhasil untuk dijadikan strategi anti rokok di sekolah.

Sikap Apabila Ada Guru Datang
Masih adanya sikap segan terhadap Guru terbukti mereka langsung berhenti merokok apabila ada Guru datang sebanyak 84,7 %. Hal ini mendukung untuk diadakannya operasi anti rokok di lingkungan sekolah secara rutin. Hanya saja  tindakan ini menjadi kendala apabila para Guru dan karyawan tidak memberi contoh dengan tidak merokok di lingkungan sekolah.

Kebiasaan Merokok Dikaitkan dengan Tingkat Pengetahuan Responden
Pada umumnya tingkat pengetahuan responden tentang rokok sangat rendah, terbukti mereka kebanyakan tahu dari iklan. Yang malah isinya cenderunmg membuat mereka lebih tertarik untuk merokok. Walaupun pada label dan akhir iklannya tetap dicantumkan oleh perusahaan berupa peringatan dari pemerintah. Untuk yang tidak merokok ada penambahan jumlah pada yang tidak tahu, hal diakibatkan oleh ketidak tertarikan responden terhadap rokok. Apalagi sebagian besar dari responden bukan perokok adalah wanita.

Kebiasaan Merokok Dikaitkan dengan Keluarga Responden yang Merokok
Pada responden perokok menjawab bahwa keluarga mereka yang merokok sebagian besar adalah ayah mereka, sama dengan yang tidak merokok yang bahkan dengan prosentase besar. Hal ini berarti sesuai dengan tabel 14 yang menunjukkan bahwa yang mempengaruhi mereka merokok lebih dipengaruhi oleh teman bermain. Karena pengaruh keluarga tidak terlalu berdampak dengan jelas pada yang tidak merokok.

KESIMPULAN
Hasil penelitian dan analisa dalam pembahasan disimpulkan bahwa :
Sebagian dari siswa SMU Muhammadiyah Weleri pada tahun 2000 adalah perokok yaitu sebanyak 32,4 % dari seluruh siswa yang menjadi responden. Prevalensi untuk siswa laki-laki adalah 52,8 % dan perempuan 2,9 %. Mereka mulai merokok pada umur anara 16-18 tahun. Jadi mereka kebanyakan merokok begitu memasuki SMU. Mereka umumnya menyadari bahaya rokok  dan akibatnya tetapi tetap saja merokok meskipun dengan tujuan sekedar basa-basi.
Mereka menyukai rokok putih dan berfilter.
Lingkungan yang berhubungan dengan kebiasaan mereka menjadi perokok adalah teman bermain. Karena meskipun dominasi keluarga (orangtua dan saudara) merokok, sebagian besar dari mereka tetap tidak merokok.




SARAN
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
Kepada Instansi dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten :
Agar secara rutin memprogramkan  upaya penyuluhan tentang bahaya rokok kepada para siswa SMU wilayahnya. Serta memasyarakatkan budaya bebas asap rokok di lingkungan sekolah (SMTP dan SMU).
Kepada Institusi dalam hal ini SMU :
Agar lebih mendukung upaya pencegahan bahaya rokok dengan melarang kantin sekolah menjual rokok. Dan dianjurkan agar semua staf dan pengajar tidak merokok di lingkungan sekolah untuk memberi contoh.
Penulis lain
Agar melakukan penelitian dengan jumlah populasi dan sampel yang lebih besar.
Orang Tua Siswa
Agar ikut mendukung  dilaksana-kannya program anti rokok dengan memberi contoh di rumah.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Semarang, 2005.
Astrup P, Kjeldsen K. Carbon Monoxide, Smoking and Atherosclerosis. Med Clin North Am 1973; 58:323-50.
Azrul Azwar, Joedo Prihartono, Metodologi Penelitian, Binarupa Aksara, Jakarta, 1987, hal 54-55.
Ball K, Turner R. Smoking and The Heart. Lancet 1974; 2:822-6.
Barry J, Mead K, Nabel EG, Rocco MB, Campbell S, Fenton T, Mudge GHJr, Selwyn AP. Effect or Smoking on the Activity of Ischemic Heart Disease. JAMA 1989; 261:398-402.
Bhisma Mukti, Prinsip dan Metode Riset Epidemologi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1997.
Boedhi Darmojo R, Anityo Muchtar. Survey Penyakit Jantung Iskemik pada Pengendara Becak di Semarang. Naskah lengkap Kopapdi II. Surabaya 1973, hal. 28-36.
Boedhi Darmojo R. Penyelidikan Beberapa Faktor Resiko pada Penderita Infark Miokard. Naskah lengkap Kopapdi III. Bandung 1975.
Boedhi Darmojo R. Survey Penyakit Jantung Iskemik pada Segolongan Pegawai Negeri di Semarang. Naskah lengkap Kopapdi II. Surabaya 1973, hal 22-7.
Budi purwono, EB, Kebiasaan Merokok Penderita Infark Miokard, Semarang, Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, FK Undip, RS Dr Kariadi Semarang, 1990
Budioro, Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyaerakat, FKM Undip, Semarang 1998
Gary D. Friedman, Prinsip-prinsip Epidemiologi, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1993.
Gerungan, WA, Psikologi Sosial, Eresco, Jakarta, 1957
Heliovaara M, Karnoven MJ, Punsar S. Importance of Coronary Risk Factors in the Presence or Absence of Myocardial Ischemia. Am J Cardiol 1982; 50:1248-52.
Holbrook JH. Tobacco. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. Part I. Eeleventh edition. Editors by : Braunwald, Iselbacher, Petersdorf, Wilson, Martin, Fauci. Toronto : Mc. Graw-Hill Book Company, 1987 : 855-7.
Juustila H. Medical, Occupational and Smoking Characteristics Related to Ischaemic Heart Disease in Men and Women. Acta Med Scand 1977; Suppl 613.
Kannel WB, Thom TJ. Insidence, Prevalence, and Mortality of Cardiovascular Disease. In : The Heart. Part V. Sixth Edition. Editors by: Hurst, Logue, Rackley, Schlant, Sonnenblick, Wallace, Wenger. Toronto: Mc Graw-Hill Book Company, 1986:557-60.
Kannel WB. Update on the Role of Cigarette Smoking in Coronary Artery Disease. Am Heart J 1981; 101:319-28.
Keenan RM, Hatsukami DK, Anton DJ. The Effects of Short-term Smokeless Tobacco Deprivation on Performance. Psychopharmacology 1989; 98:126-30.
Manalu, H, Sikap dan Perilaku Pemuda Mengenai Merokok di DKI Jakarta, MKMI No. 5, Jakarta, 1993 : 270
Mangku Sitepoe, Usaha Mencegah Bahaya Merokok, Grasindo, Jakarta, 1997.
Mc Kenna WJ, Chew CYC, Oakley CM. Myocardial Infarction With Normal Coronary Angiogram. Possible Mechanism of Smoking Risk in Coronary Artery Disease. Br Heart J 1980; 43:493-8.
Moelyoto Hadipoero, Pengaruh Rokok pada Penyakit Jantung Aterosklerotik, Kumpulan Cemarajh pada Simposium Penyakit Jantung Aterosklerotik, Surabaya, Universitas Airlangga Fakultas Kedokteran, 1971.
Nooman G. Passive Smoking in Enclosed Public Places. Med. J. Aust 1976; 2:68-70
Noor Nasri Noor, Prof, Dr, MPH, Dasar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Ribeiro P, Walesby R, Edmonson S. Colagen Content of Atherosclerotic Arteries is Higher in Smoker than in non-smoker. Lancet 1983; 1:1070-2.
Russel MAH. Cigarette Dependence: I-nature and classification. BMJ 1971; 2:330-1.
Russell MAH, Cole PV, Brown E. Absorption by non Smoker of Carbon Monoxide from Room Air Polluted by Tobacco Smoke. Lancet 1973; 1:576-9.
Sumarno, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Siswa SLTA Merokok di Kecamatan Banyumanik Semarang, , Skripsi FKM Undip Semarang, 1996 : 8
Tim Pengembangan MKDK, IKIP Semarang, Psikologi Perkembangan, IKIP Press, Semarang, 1989
Tjandra Yoga Aditama, Dr., Kanker Paru, Arcan, Jakarta, 1995.
WHO. Community Prevention and Control of Cardiovascular Diseases. WHO Tech Rep Ser 1986; 732.
WHO. Controlling the Smoking Epidemic. WHO Tech Rep Ser 1979; 636..
WHO. Smoking Control Strategies in Developing Countries. WHO Tech Rep Ser 1983; 695.
Wilhelsen L. Coronary heart disease: Epidemiology of Smoking and Intervention Studies of Smoking. Am Heart J 1988; 115:242-9.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka Jakarta, 1984, hal 830.