HUBUNGAN
POLA ASUH KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR ANAK USIA SEKOLAH DI SD NEGERI 01
TAMAN GEDE KECAMATAN GEMUH
KABUPATEN
KENDAL.
Nur Zuhri
Dosen Akper Muhammadiyah Kendal
ABSTRAK
Motivasi belajar adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan seseorang
yang berupa kekuatan kompleks, dorongan, kebutuhan, pernyataan, mekanisme, dan
aktivitas lain yang memulai seseorang untuk lebih bersemangat agar tercapai
tujuan belajar yang lebih baik. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah pola
asuh keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh keluarga
dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Tamangede, Kecamatan
Gemuh, Kabupaten Kendal.
Desain penelitian ini adalah penelitian descriptive correlation,
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara pada 27 responden sesuai
dengan 40 item pertanyaan yang ada di lembar kuesioner, masing-masing responden
diwawancarai 1 kali.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33,3 % keluarga menggunakan
pola asuh positif dan 66,7 % keluarga menggunakan pola asuh negatif, sedangkan
59,3 % memiliki motivasi belajar yang baik dan 40,7 % memiliki motivasi belajar
yang kurang.
Kesimpulannya sebagian besar keluarga menggunakan pola asuh positif
yang berpengaruh terhadap motivasi belajar anak usia sekolah. Dari hasil
penelitian diharapkan orang tua mulai mengubah pola asuh yang salah untuk
meningkatkan motivasi belajar anak dan adanya penelitian lebih lanjut untuk
menyempurnakan hasil penelitian ini dengan metode dan variabel penelitian lebih
lengkap.
LATAR BELAKANG
Pelayanan keperawatan adalah
salah satu bentuk kegiatan di bidang kesehatan, yang mencakup beberapa sub
bidang. Salah satu lingkup keperawatan adalah keperawatan anak, keperawatan
anak merupakan bentuk pelayanan yang tepat dengan cara memberikan pelayanan
sesuai dengan tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak dimulai dari keluarga
yaitu orang tua. Sebaiknya orang tua dapat menyediakan perawatan yang tepat
bagi anak, hanya jika mereka mengenal tahap-tahap Perkembangan normal yang dialami
oleh anak-anak untuk mencapai potensi fisik dan intelektualnya (Elis, 1991).
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari keluarga,
eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang memba-hayakan dirinya sehingga
dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan
mental spiritual (Undang-Undang no. 29 tahun 1999 tentang Hak Asasi KUHP Hak
anak). Salah satu kewajiban dan hak utama dari orang tua yang tak dapat
dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya, jadi tugas sebagai orang tua tidak
hanya menjadi sekedar perantara adanya makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga
memelihara dan mendidiknya (Etty, 2003).
Bagi seorang anak, sebelum ia masuk sekolah pendidikan di rumah merupakan pendidikan dasar bagi anak
tersebut. Dalam proses pendidikan, orang tua dituntut untuk tetap menegakkan
disiplin dengan sikap yang tenang serta ramah tetapi tegas. Membiasakan
anak-anak untuk belajar di rumah merupakan salah satu faktor yang penting,
tanyakan apa yang dialaminya, biarkan anak melepaskan keingi-nannya untuk
menceritakan kesulitan pada orang tuanya (Beck,
1998).
Kepribadian anak terbentuk dan berkembang dengan pengaruh yang diterimanya
sejak kecil, pengaruh itu berasal dari lingkungan, terutama rumah atau keluarga
anak. Pengaruh diterima anak dalam bentuk sifat-sifat kepribadian orang tua,
sikap, perlakuan dan pendidikan.
(Sujanto, Lubis, & Hadi, 1999). Oleh karena itu perlu diadakan
program kesehatan sekolah yang merupakan bagian dari usaha kesehatan sekolah
yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bekerjasama dengan guru, pemerintah,
masyarakat, orang tua murid dan murid itu sendiri. Pelaksanaan program
kesehatan sekolah diprioritaskan di sekolah-sekolah dasar dengan tujuan untuk
membina dan meningkatkan kesehatan anak sekolah, hingga mereka dapat tumbuh dan
berkembang sebaik-baiknya. Di dalam mencapai tujuan, ada tiga unsur program
kesehatan sekolah yaitu lingkungan kehidupan sekolah yang sehat, pendidikan
kesehatan di sekolah dan pelayanan kesehatan sekolah (Stanhope, & Lancaster,
1998)
Berdasarkan data di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal,
bahwa tiap tahun rata-rata ada 3 sampai 7 siswa yang tidak naik kelas dan
survei sementara oleh peneliti didapatkan bahwa sebagian besar dari siswa
sering ditinggal orang tuanya untuk bekerja baik di lingkungan sekitar atau ke
luar negeri. Guru juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi secara langsung
kepada orang tua siswa. Dalam hal mengajar guru hanya menjadi wali kelas dalam
setahun, sehingga tidak dapat mengikuti perkembangan anak didiknya pada tahun
sebelum dan sesudahnya. Guru berusaha memperhatikan motivasi belajar anak namun
hasilnya belum maksimal.
PERUMUSAN
MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian
ini adalah Adakah hubungan antara pola asuh
keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten
Kendal.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan Umum
Mengetahui
hubungan pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di
SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh ,
Kabupaten Kendal.
Tujuan khusus
1. Mengetahui pola asuh keluarga anak usia
sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
2. Mengetahui motivasi belajar anak usia
sekolah di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
3. Mengetahui hubungan antara pola asuh
keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SDN 01 Taman Gede,
Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi program kesehatan keluarga
Diharapkan dapat membe-rikan
informasi tentang pengaruh pola asuh
dengan motivasi belajar anak, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
acuan untuk lebih meningkatkan pendidi-kan bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan.
2. Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan agar
pengaruh pola asuh yang ada dapat diketahui, sehingga anak bisa dididik secara
sehat dan mengurangi faktor-faktor yang mengganggu perkem-bangan anak.
3. Bagi ilmu keperawatan
Terutama untuk perawat
komunitas, dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan asuhan kepera-watan
kepada klien atau masyarakat.
4. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambah
pengetahuan di bidang kepe-rawatan komunitas dan sebagai bahan pembelajaran
sebelum terjun ke masyarakat.
Pola Asuh
Pola asuh
orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap
anaknya, metode disiplin meliputi dua konsep yaitu:
a. Konsep negatif disiplin,
berarti pengendalian dengan kekuatan, ini merupakan suatu bentuk pengekangan
melalui cara yang tidak disukai dengan cara yang tidak disukai dan menyakitkan.
b. Konsep positif disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih
menekankan pada disi-plin dan pengendalian diri ( Hurlock, 1999 ).
Fungsi
Pola Asuh
Fungsi pokok dari pola asuh
orang tua adalah untuk mengan-jurkan anak menerima pengekangan-pengekangan yang
diperlukan dan membantu mengarahkan emosi anak kedalam jalur yang berguna dan
diterima secara sosial ( Hurlock , 1999 ).
Jenis
Pola Asuh (Nurbiyati, 2005).
a. Authoritarian ( otoriter )
Pola
ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak, suatu peraturan yang
dicanangkan orang tua dan harus dituruti oleh anak. Pendekatan semacam ini
biasanya kurang responsif pada hak dan keinginan anak.
b. Permisif
Pola
pengasuhan ini menggu-nakan pendekatan yang sangat responsif (bersedia
mendengar-kan) tetapi cenderung terlalu longgar. Orang tua memiliki sikap yang
relatif hangat dan menerima sang anak apa adanya, kadang cenderung pada meman-jakan.
Anak terlalu dijaga, dituruti keinginannya dan diberi kebebasan untuk melakukan
apa saja yang dia inginkan.
c. Authoritatif ( demokratis )
Motivasi
Belajar
Motivasi
a. Pengertian
Motivasi
adalah sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut seseorang
untuk memenuhi kebutuhan serta mengarah-kannya menuju tujuan tertentu (Chaplin,
2001).
Teori-teori
motivasi (Shaleh & Wahab, 2004).
1) Teori Hedonisme
Suatu aliran di dalam filsafat
yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kese-nangan
yang bersifat duniawi.
2) Teori Psikoanalisa ( Naluri )
Naluri merupakan suatu kekuatan
biologis bawaan, yang mempengaruhi anggota tubuh untuk berlaku dengan cara
tertentu dalam keadaan tepat.
3) Teori Reaksi yang dipelajari
Teori ini
berdasarkan pola dan tingkah laku yang dipelajari dari lingkungan kebudayaan di
tempat orang itu hidup, oleh karena itu disebut juga teori lingkungan
kebudayaan.
4) Teori Pendorong (Drive Theory)
Merupakan perpaduan antara
teori naluri dengan teori reaksi yang di pelajari. Daya pendorong adalah
semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu
arah yang umum.
5)
Teori
Kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa
tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.
Macam-macam
motivasi (Chaplin, 2001).
5) Motivasi intrinsik
Ialah motivasi yang berasal
dari diri seseorang itu sendiri tanpa dirangsang dari luar.
Misalnya : Orang yang gemar
membaca tanpa adanya dorongan dari orang lain.
6) Motivasi ekstrinsik
Yaitu motivasi yang datang
karena adanya rangsangan dari luar.
Misalnya : Seseorang murid
rajin belajar karena takut pada orang tua.
Belajar
Pengertian
Belajar adalah suatu bentuk
pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan (Morgan, 1978 ).
a. Teori-teori belajar
1) Teori classical conditioning
(Pavlov, 1849 – 1936).
Sebuah prosedur penciptaan
reflek baru yaitu apabila stimulus yang diadakan selalu disertai dengan
stimulus penguat, maka stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan
menimbulkan respon atau perubahan yang dikehendaki.
Prinsip dan aplikasi classical
conditioning :
a) Acquisition/reinforcement : penggunaan penguatan.
b) Pemadaman dan pemuli-han spontan.
c) Generalisasi dan diskri-minasi.
d) Kondisi tanding (counter conditioning).
Kelemahan teori classical
conditioning :
a) Proses belajar itu dapat diamati secara
langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat
disaksikan dari luar, kecuali hanya sebagian gejalanya.
b) Peristiwa belajar itu
bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan
seperti kegiatan mesin dan robot, padahal seseorang yang belajar itu
memiliki self direction dan self control untuk menolak atau
merespon sesuatu bila tidak ia kehendaki.
c) Proses belajar manusia yang dianalogikan
dalam perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat ada perbedaan yang
tajam antar keduanya.
2) Teori instrumental conditi-oning (Skinner, 1904).
Tingkah laku adalah perbuatan
yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu dan dapat diubah karena terletak
diantara dua pengaruh, yaitu penga-ruh yang mendahuluinya (Antecendent) dan
penga-ruh yang mengikutinya (konsekuensi).
Prinsip dan aplikasi instru-mental
conditioning :
a) Penguatan/
reinforcement ( positif dan negatif).
b) Pembentukan/ shaping.
c) Pemadaman dan pemuli-han spontan.
d) Generalisasi dan diskrimi-nasi.
e) Hukuman/punishment (positif dan
negatif)
Kelemahan Teori instrumental
conditioning yaitu pada dasarnya teori ini adalah kelanjutan dari teori
pertama, sehingga kelemahannya sama dengan teori pertama.
3) Teori cognitif learning (Mischel).
Secara khusus ada lima kategori
variabel seseorang yang membatasi bagaimana seseorang menerima dan
mempersatukan perangsang di dalam lingkungan untuk membantu menerangkan tingkah
laku, kategori yang dimaksud adalah :
a) Kemampuan penyusun, kecakapan menyusun
(menghasilkan kognisi dan tingkah laku tertentu).
b) Menyusun strategi dan membentuk pribadi,
ini merupakan bagian untuk mengkategorisasikan kejadian-kejadian serta untuk
pernyataan diri.
c) Harapan hasil tingkah laku dan hasil
stimulus dalam situasi tertentu.
d) Nilai stimulus yang subjektif, motivasi dan
timbulnya stimulus, intensif dan keengganan.
e) Sistem pengaturan diri dan perencanaan,
aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penampilan dan organisasi
urutan tingkah laku kompleks.
4)
Teori
belajar sosial (Bandura)
Kemampuan seseorang untuk
mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil keputusan menge-nai
perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian mela-kukan perilaku-perilaku yang
dipilih.
c.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar
5) Faktor yang ada pada diri seseorang itu
sendiri (faktor indivi-dual). Antara lain : faktor kematangan/ pertum-buhan,
kecerdasan latihan, motivasi dan faktor pribadi.
6) Faktor yang ada diluar individual (faktor
sosial). Antara lain : faktor keluarga, guru, sekolah, lingkungan dan
kesempatan yang tersedia.
2. Motivasi belajar
Motivasi
belajar adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan seseorang yang berupa
kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutu-han-kebutuhan,
pernyataan-pernyataan, mekanisme dan aktivitas lain yang memulai seseorang
untuk lebih bersemangat agar tercapai tujuan-tujuan belajar yang lebih baik.
Hubungan Pola Asuh dengan Motivasi Belajar
Faktor-faktor motivasi belajar antara
lain
Faktor intern
a. Sebab yang bersifat fisik
1)
Karena
sakit
2)
Karena
kurang sehat
3)
Karena
cacat tubuh
b. Sebab psikologis
1)
Intelegensi
2)
Bakat
3)
Minat
4)
Kesehatan
mental
3. Faktor keluarga
a. Faktor orang tua
Yang termasuk faktor ini adalah
:
1) Pola asuh
2) Hubungan Orang Tua dan Anak.
3) Contoh/bimbingan dari orang tua
b. Suasana rumah atau keluarga
c. Keadaan ekonomi keluarga
1)
Ekonomi
yang berlebihan (kaya).
Keadaan ini sebalik-nya dari keadaan yang pertama, di mana ekonomi keluarga berlimpah ruah. Mereka akan menjadi
segan belajar karena ia terlalu banyak bersenang-senang. Mungkin juga ia
dimanjakan oleh orang tuanya, orang tua tidak tahan meli-hat anaknya belajar
dengan bersusah payah. Keadaan seperti ini akan dapat menghambat kema-juan
belajar.
4. Faktor sekolah
a. Guru
Guru dapat menjadi sebab
kesulitan belajar, apabila:
1)
Guru tidak kualified, baik dalam pengam-bilan
metode yang digunakan atau dalam
mata pelaja-ran yang dipegang-nya. Hal ini bisa saja terjadi, karena vak yang
dipegangnya kurang sesuai, hing-ga kurang menguasai lebih-lebih kalau kurang
persiapan, sehingga cara mene-rangkan kurang jelas dan sukar di mengerti oleh
murid-muridnya.
2)
Hubungan guru dan murid kurang baik.
3)
Guru menuntut stan-dar pelajaran diatas
kemampuan anak,
4)
Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan
kesu-litan belajar,
b. Alat pelajaran
c. Kondisi gedung .
d. Kurikulum
5. Faktor massa media dan lingkungan sosial
a. Massa media
b. Lingkungan sosial
Jenis/ Rancangan
penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian descriptive corelati-onal yang menggambarkan
hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di
SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal. Dengan pendekatan
cross sectional yaitu mengukur dua variabel secara bersamaan baik variabel
independen maupun dependen (Notoatmodjo, 2003).
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah seluruh subyek penelitian yang
memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Arikunto, 2002). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh Siswa kelas IV di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan
Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2008
sejumlah 27 anak.
Sampel
Pada penelitian ini,
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik sampling jenuh/ sensus yaitu sebanyak 27 siswa kelas
IV di SDN 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal pada tahun 2008.
Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi
relatif kecil, kurang dari 30 orang
(Notoatmodjo, 2003).Etika Penelitian
Secara prinsip etika penelitian
dapat dibedakan menjadi 2 bagian (Nursalam, 2003) :
Prinsip Manfaat
Bekas subyek
Penelitian ini harus tanpa meninggalkan
penderitaan bagi subyek, artinya dalam pengambilan data tidak akan mempengaruhi
kesehatan fisik dan psikologis responden.
Bebas dari eksploitasi
Harus dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan, informasi yang diberikan tidak merugikan bagi subyek
baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan penelitian.
Prinsip
Menghargai Hak Asasi Manusia Hak untuk ikut/ tidak
menjadi responden
Sebelum diberikan lembar observasi, responden
diberikan hak untuk memilih untuk ikut/ tidak menjadi
responden, dengan cara memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan
diberlakukan secara manusiawi tanpa adanya sanksi apapun.
Hak untuk mendapatkan jaminan pelayanan
Memberikan penjelasan secara
rinci dan bertanggung jawab terhadap suatu subyek.
Informed
consent
Subyek harus mendapatkan
informasi yang lengkap tentang tujuan dari penelitian yang akan dilakukan,
dijelaskan juga bahwa hasil penelitian dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
Prinsip keadilan
Hak untuk
mendapatkan perlakuan yang sama. Diberlakukan secara adil baik sebelum, selama
dan sesudah penelitian tanpa adanya diskriminasi bila subyek keluar dari
responden.
Hak dijaga
kerahasiaannya
Subyek mempunyai hak untuk
dijaga kerahasiaannya, untuk itu perlu anonimity dan confidentiality.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Karakteristik Responden penelitian di SD
Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.
Karakteristik
|
Frekuensi (f)
|
Persen (%)
|
B. Umur |
|
|
- 8 Tahun
|
3
|
11,1
|
- 9 Tahun
|
7
|
25,9
|
- 10 Tahun
|
17
|
63,0
|
C. Jenis Kelamin |
|
|
- Laki-laki
|
13
|
48,1
|
- Perempuan
|
14
|
51,9
|
D. Tinggal Bersama |
|
|
- Orang Tua
|
22
|
81,5
|
- Nenek
|
3
|
11,1
|
- Saudara
|
2
|
7,4
|
38
|
Dari 27 responden yang diberikan
pertanyaan diketahui bahwa sebagian besar berumur 10 tahun yaitu sebesar 17
anak (63,0 %) dan berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa jumlah anak
perempuan lebih banyak yaitu 14 anak (51,9 %).
Responden dalam penelitian ini paling banyak
tinggal bersama orang tua, sebanyak 22 anak (81,5 %) dan hanya 3 anak (11,1 %)
yang tinggal bersama nenek kemudian 2 anak sisanya tinggal bersama saudara.
Pola Asuh
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pola asuh orang tua
yang digunakan pada anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.
Pola Asuh
|
Frekuensi (f)
|
Persen (%)
|
Positif (+)
|
9
|
33,3
|
Negatif (-)
|
18
|
66,7
|
Total
|
27
|
100
|
Tabel 4.2 menunjukkan tentang pola
asuh yang digunakan pada anak usia
sekolah di SD negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal Tahun 2008. Dari 27 responden, 9
anak (33,3 %) diantaranya berbentuk positif dan yang berbentuk negatif jumlahnya yaitu 18 anak (66,7 %).
Motivasi Belajar
Tabel 4.3 Distribusi
frekuensi motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede
Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.
Motivasi
Belajar
|
Frekuensi (f)
|
Persen (%)
|
Baik
|
16
|
59,3
|
Kurang
|
11
|
40,7
|
Total
|
27
|
100
|
Tabel 4.3 menunjukkan
tentang motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD negeri 01 Taman Gede,
Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal.
Dari 27 responden, yang mempunyai
nilai baik yaitu 16 anak (59,3 %)
sedangkan sisanya mempunyai nilai kurang
yaitu 11 anak (40,7 %).
Analisa Statistik
Tabel 4.4 Korelasi
antara pola asuh keluarga dan motivasi belajar pada anak usia sekolah di SD
Negeri 01 Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal Tahun 2008.
Variabel
|
r
|
P
|
|
|
|
Pola Asuh *
|
0,449
|
0,019
|
Motivasi
Belajar
|
|
|
Tabel 4.4 diketahui bahwa korelasi
pada pola asuh keluarga dan motivasi belajar, menunjuk-kan nilai
sehingga data
berhubungan, jadi motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman
Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dipengaruhi oleh pola asuh keluarga.
Berdasarkan nilai r didapatkan r = 0,449 sehingga hubungannya termasuk dalam
kategori sedang.
PEMBAHASAN
Pola Asuh
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
orang tua dalam mengasuh anaknya yang saat ini masih bersekolah di SDN 01 Taman
Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal dengan cara yang negatif, yaitu sebanyak
66,7 %. Hal itu terlihat misalnya orang tua memaksa anak melakukan sesuatu dan
memberi hukuman kepada anak bila tidak mau melakukan sesuatu/ perintah, orang
tua tidak memenuhi kebutuhan anak dan orang tua jarang mengajak anak
berekreasi.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian dilakukan oleh Tarmuji (2001), mengenai hubungan pola asuh orang tua
dengan agresivitas remaja, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh
yang digunakan orang tua berhubungan dengan agresivitas.
Motivasi Belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 16 anak (59,3 %)
mempunyai motivasi belajar yang baik, sedangkan 11 (40,7 %) anak usia sekolah
di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal mempunyai
motivasi belajar yang kurang baik. Contoh motivasi belajar yang baik adalah
anak belajar/ mengerjakan PR di rumah walaupun tidak ada yang menyuruh, anak
ingin mendapat ranking walaupun tidak diberi hadiah dan anak berangkat ke
sekolah walaupun hujan.
Hal ini
menunjukkan ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Istiningsih (2005) tentang Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kesulitan belajar, hasil penelitian menyimpulkan faktor yang
mempengaruhi tingkat kesulitan belajar yaitu faktor motivasi, emosi dan sikap,
lingkungan, serta keluarga (orang tua).
Hubungan Pola Asuh dengan
Motivasi Belajar
Hasil penelitian menunjuk-kan nilai
, sehingga data yang ada dikatakan berhubungan, jadi
motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede, Kecamatan Gemuh,
Kabupaten Kendal dipengaruhi oleh pola asuh keluarga (orang tua). Berdasarkan
nilai r = 0,449 hubungan
keduanya termasuk dalam kategori sedang, karena pola asuh yang negatif berpengaruh terhadap motivasi belajar yang baik,
sebaiknya orang tua lebih meningkatkan pola asuh agar motivasi belajar anak
menjadi lebih baik.
KESIMPULAN
1.
Pola Asuh yang berbentuk positif sejumlah 9 anak (33,3 %)
sedangkan yang berbentuk negatif 18 anak
(66,7 %).
2.
Motivasi belajar yang mempunyai
nilai baik sebanyak 16 anak (59,3 %) dan yang mempunyai nilai kurang 11 anak (40,7 %).
3.
Ada hubungan antara pola asuh
keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah di SD Negeri 01 Taman Gede,
Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Tahun 2008 yaitu sebesar 0,449 atau
termasuk dalam kategori sedang.
SARAN
1.
Bagi Orang Tua
Diharapkan mulai mengubah cara pola asuh yang permisif
ke pola asuh demokratis atau kombinasi antar ketiganya, dimana hal ini dapat
membantu memberikan motivasi belajar yang lebih baik bagi anak.
2.
Kepala Sekolah SD Negeri 01
Taman Gede
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pola asuh keluarga dengan motivasi belajar anak usia sekolah,
maka perlu perencanaan program dengan pendekatan khusus kepada orang tua dan anak
didik tentang metode belajar yang baik.
3.
Bagi perawat
Sebagai panduan dalam menberikn. asuhan keperawatan
kepada klien atau masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pola asuh
keluarga dan motivasi belajar.
4.
Kepada peneliti selanjutnya
Mengingat adanya keterbatasan dalam penelitian ini yang
hanya memberikan kuesioner kepada 27 responden dan meneliti variabel pola asuh
saja, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Amabile, T. M., (1989). Growing
up creative, New York : Crown Publ.
Beck, J,
(1998). Meningkatkan kecerdasan anak, Jakarta : Pustaka
Delapratasa.
Brockopp, D. Y, Hastings,
M.T, Tolsma, (1999). Dasar-dasar riset keperawatan, Jakarta : EGC.
Burns, N. , & Grove, S.
K. (1991). The practice of nursing reseach : Conducts, critiques and utilisation. 2nd
. Ed w.b Saunders CO. Philadelphia.
Depkes RI, (2001). Pola
asuh yang mendukung perkembangan anak, Jakarta : Direktorat Kesehatan Jiwa
Masyarakat-Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat.
Elis, R. B., (1991). Komunikasi
interpersonal dalam keperawatan, Jakarta : EGC.
Etty, M., (2003). Menyiapkan
masa depan anak, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Gerungan, W. A., (1998). Psikologi
sosial, Bandung : Erlangga.
Hurlock, E. B., (1973). Adolescent
develelopment, Megraw Hill New York.
Irwanto, (1997). Psikologi
umum, Jakarta : PT.Gramedia Pustaka utama
Istiningsih, T. H., (2005). Analisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kesulitan belajar pada siswa
perawat di sekolah perawat kesehatan PPNI Semarang, Skripsi, Tidak diterbitkan,
FIKKES-Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kaplan, H. J. & Sadock,
B. J., (1997). Psikiatri klinis, Jakarta : Binarupa.
Kartono, K., (1985). Peranan
keluarga memandu anak, Jakarta : CV. Rajawali.
Kartono, K., (1992). Psikologi
anak, Bandung : CV. Mandar Maju.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi
penelitian kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.
Nurbiyati, Tati., (2005). Survey
mengenai bentuk-bentuk pola asuh orang tua pada penderita skizofrenia yang
dirawat di RS jiwa daerah dr. amino gondohutomo semarang, Skripsi, Tidak
diterbitkan, FIKKES-Universitas Muhammadiyah Semarang.
Nursalam (2003). Pedoman
praktis penyusunan riset keperawatan, Universitas Airlangga Jakarta.
October 24, 2005, From http: // Waspada
.co.id/ serba_serbi/ pendidikan/ artikel.php, article.id=67766.
Prakasi, S., (1985). Anak
dan perkembangannya, Jakarta : Gramedia.
Pratiknya, A.W.,(1993). Dasar-dasar
metodologi penelitian kesehatan dan kedokteran, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Stanhope, M., &
Lancaster, J., (1998). Community health nursing (Perawat kesehatan
masyarakat)-Suatu Proses & Praktek Untuk Peningkatan kesehatan, Bandung
: Yayasan IAPK Pajajaran Bandung.
Sujanto, A., Lubis, H., &
Hadi, T., (1999). Psikologi kepribadian, Jakarta : Bumi Aksara.
Sutejdja, H., (1989). Mengapa
anak anda malas belajar, Jakarta : Gramedia.
Wahyuning,W.,Jash., &
Rachmadiana, M., (2004). Mengkomunikasikan moral kepada anak, Jakarta :
Elek Media Komputindo.
IDENTIFIKASI TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN PRE OPERASI
DI RUANG BEDAH RSI KENDAL
Sri Hesthi S.R, S.Kep, Ns
Dosen Akper Muhammadiyah Kendal
ABSTRAKSI
Tindakan pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi dan merupakan
bentuk upaya yang dapat mendatangkan stress karena terdapat ancaman terhadap
tubuh, integritas, dan terhadap jiwa seseorang. Trauma pada bedah yang
direncanakan, menimbulkan rentang respon fisiologis dan psikologis pada klien.
Respons terhadap ancaman dapat berupa kecemasan ringan, sedang, berat, panik
tergantung masing-masing individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
pasien pre operasi yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
juga untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
Jenis penelitian ini adalah diskriptif yang dilaksanakan di RSI Kendal. Subyek
penelitiannya adalah semua pasien pre operasi yang berada diruang bedah RSI Kendal pada
bulan November sampai Desember tahun 2008. Sampel diambil sebanyak 94 responden, dengan teknik Random Sampling. Pengambilan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pada pasien pre operasi
berdasarkan umur sebagian besar berusia 41 – 56 sebanyak (40,4%) berdasarkan
jenis kelamin sebagian besar berpendidikan SD sebanyak (63,8%), berdasarkan
pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak (27,7%). Tingkat
kecemasan yang dialami pasien pre operasi masuk dalam kategori sedang sebanyak
(52,1%).
Kata kunci : Tingkat kecemasan, Pre operasi
Latar Belakang
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani (Sjamsuhidajat, 1997). Tindakan pembedahan merupakan salah
satu bentuk terapi dan merupakan bentuk upaya yang dapat mendatangkan stress
karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas, dan terhadap jiwa
seseorang. Trauma pada bedah yang direncanakan, menimbulkan rentang respon
fisiologis dan psikologis pada klien, tergantung pada individu dan penga-laman
masa lalu yang unik, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Kebanyakan klien
dan keluarganya memandang setiap tindakan pembe-dahan tanpa menghiraukan
komplek-sitasnya sebagai peristiwa besar dan mereka bereaksi dengan takut dan
cemas pada tingkat tertentu.
Respon psikologis klien, keluarga
dan orang terdekat pembedahan yang direncanakan tergantung pada pengalaman masa
lalu kebanyakan klien mengantisipasi pembedahan dengan kecemasan dan ketakutan.
Hal-hal yang dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada pasien pre operasi
antara lain takut terhadap hal-hal yang belum diketahui, misalnya belum
jelasnya diagnosa, karena pengaruh anestesi, nyeri, perubahan bentuk,
ketidakmampuan yang permanen, kurang pengetahuan tentang operasi.
Secara psikis penderita harus dipersiapkan untuk menghadapi
pembedahan karena selalu ada rasa cemas dan takut terhadap penyun-tikan, nyeri
luka, anestesi, bahkan terhadap kemungkinan cacat atau mati. Dalam hal ini
hubungan baik antara penderita, keluarga, dan dokter sangat menentukan.
Kecemasan ini adalah reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan
penerangan dari dokter dan petugas pelayanan kesehatan lainnya. Atas dasar
pengertian, penderita dan keluarganya dapat memberikan persetujuan dan izin
untuk pembedahan (Syamsuhidajat, 1997).
Menurut Susilawati. et. al (2005) kecemasan adalah kebi-ngungan,
kekhawatiran pada suatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Kecemasan
merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan
dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari dan dapat
memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam
usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan pada pasien sebagai individu
dapat disebabkan karena adanya suatu ancaman terhadap integritas biologis,
konsep diri dan harga diri. Respon terhadap ancaman dapat berupa kecemasan
ringan, sedang, berat, panik.
Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang
melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan
disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat
mengidentifikasi dan menggambarkannya (Suliswati. et.al. 2005).
Respon psikologis yang muncul pada pasien adalah
kecemasan dan ketakutan sebelum tindakan pembedahan dilakukan. Kecemasan pre
operasi ini merupakan suatu respon antisipasi sebagai suatu pengalaman yang
dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidupnya,
integritas tubuh atau bahkan kehidupan sendiri sedangkan penyebab kecemasan
secara spesifik adalah takut oleh hal-hal yang belum diketahui (kecacatan /
kegagalan), takut anestesi, takut akan nyeri. Adanya respon psikologis yang
muncul pada pasien pre operasi akan diikuti dengan respon fisiologis, seperti :
nadi cepat, peningkatan tekanan darah, peningkatan pernafasan, dilatasi pupil,
mulut kering, telapak tangan basah dan gelisah.
Kecemasan sebelum operasi bisa mengakibatkan banyak
kesulitan pada pasca bedah. Bila pasien operasi mengalami cemas maka tindakan
bedah bisa ditangguhkan. Kecemasan mempunyai efek yang besar terhadap respon
nyeri. Peningkatan kecemasan akan mengakibatkan respon nyeri dan penurunan
kecemasan akan menurunkan respon nyeri. Dengan demikian jelas bahwa kecemasan
dapat mempengaruhi terutama pada pasien pre operasi, supaya dapat membantu
pasien yang memang dalam keadaan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan
pembedahan, maka perlu dilakukan upaya agar dapat mengurangi kecemasan pada
pasien pre operasi tersebut.
Penelitian tentang kecemasan pada pasien pre operasi ini
pernah dilakukan oleh saudari Indanah (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat bedah
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan hasil penelitian dari 67
orang menjalani kecemasan tingkat ringan 25,4%, orang mengalami kecemasan
tingkat sedang 59,7% dan orang yang mengalami kecemasan tingkat berat 14,9%”.
Jadi semua pasien yang akan menjalani operasi mengalami cemas, walaupun tingkat
kecemasannya berbeda-beda.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan jumlah
pasien operasi di ruang Bedah
Ali Fatimah (Alfat), raung Usman, ruang VIP, dari bulan
Agustus – Oktober tahun 2008 adalah Agustus 78 pasien, September 67 pasien dan
Oktober sebanyak 64 pasien.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Tingkat
Kecemasan pada Pasien Pre Operasi di Ruang Bedah RSI Kendal” yang akan
dilakukan di RSI Kendal.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif
dengan menempuh langkah-langkah : Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan
atau analisa data, membuat kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
akan menjalani operasi di ruang Bedah RSI Kendal. Teknik sampling dalam penelitian
ini menggunakan teknik Random Sampling di
mana peneliti memberi hak yang sama kepada subyek untuk memperoleh kesempatan
dipilih menjadi sampel (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini
populasi yang ada sebanyak 124 orang, dan jumlah sample pada penelitian ini adalah 94 pasien.
Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani operasi, pasien sadar dan dapat
diajak berkomunikasi dengan baik serta kooperatif, pasien bersedia menjadi
responden dan ikut terlibat penelitian, yang ditandai dengan penanda-tanganan
pada lembar persetujuan menjadi responden, pasien pre operasi yang berada di Ruang Rawat
Inap Ruang Ali Fatimah, Ruang Usman dan Ruang VIP, pasien yang dapat membaca dan menulis. Sedangkan kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa, pasien yang
tidak sadar dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik, pasien yang menolak
berpartisipasi dalam penelitian, pasien yang tidak dapat membaca dan menulis.
Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner tertutup yang telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survey dan
wawancara. Untuk metode pengolahan data meliputi tiga langkah, yaitu : Memeriksa (editting), Memberi tanda kode (koding), Tabulasi data (tabulating). Analisa data
pada penelitian ini adalah analisa univariate, dengan menggunakan
analisis dekriptif. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
RSI Kendal yang terletak di JL. Ar – Rahmah No. 17 Weleri – Kendal. RSI Weleri mempunyai ruang – ruang antara lain : ruang rawat inap terdiri
dari ruang Khotidjah, ruang Usman, ruang Hamzah, ruang Ali Fatimah, ruang VIP,
ruang ICU dan ruang Lukman. Tenaga medis di RSI terdiri dari Dokter, perawat,
bidan, tenaga Laboratorium, Rontgen, Apoteker, tenaga pembantu non medis.
Karakteristik
Tabel 5.1
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pasien Pre Operasi
Bulan November –
Desember 2008 di RSI Kendal
Umur
|
f
|
%
|
13 – 21 tahun
22 – 40 tahun
41 – 56 tahun
> 56 tahun
|
8
17
38
31
|
8,5
18,1
40,4
33,0
|
Total
|
94
|
100,0
|
Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa responden yang berusia 41 – 56 tahun sebanyak 38 orang (40,4%).
Sebanyak (33,0%) berusia > 56 tahun, sebanyak 17
orang (18,1%) berusia 22 – 40 tahun dan sisanya sebanyak 8 orang (8,5%) berusia
13 – 21 tahun. Umur responden mayoritas masuk dalam kategori dewasa tengah
(usia 41 – 56 tahun), jadi dapat disimpulkan disebabkan karena pada usia
tersebut sistem imunitas tubuh menurun dan di dukung adanya penurunan
fungsi-fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien Pre
Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Jenis Kelamin
|
F
|
%
|
Laki-laki
Perempuan
|
42
52
|
44,7
55,3
|
Total
|
94
|
100,0
|
Dari tabel 5.2 dapat dilihat
bahwa mayoritas pasien pre operasi dari 94 responden adalah berjenis kelamin
perempuan sebanyak 52 orang (55,3 %) dan sisanya sebanyak 42 orang (44,7 %)
berjenis kelamin laki – laki. Jadi dapat disimpulkan karena psikologisnya
seorang perempuan mudah labil sehingga bisa mempegaruhi persepsi indvidu
terhadap stimulus atau masalah yang dihadapi, hal ini menjadikan seorang perempuan
lebih mudah mengalami cemas dari pada laki-laki.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pasien Pre
Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Pendidikan
|
F
|
%
|
SD
SMP
SMA
Perguruan
Tinggi
|
60
14
14
5
|
63,8
14,9
14,9
6,4
|
Total
|
94
|
100,0
|
Berdasarkan tabel 5.3. dapat
dilihat bahwa distribusi tingkat pendidikan responden berpendidikan SD sebanyak
60 orang (63,8%), Berpendidikan SMP sebanyak 14 orang (14,9%). Berpendidikan
SMA sebanyak 14 orang (14,9%). Berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 5 orang
(6,4%). Berdasarkan data diatas mayoritas responden berpendidikan SD karena
disebabkan masalah ekonomi yang kurang sehingga individu tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Pekerjaan Pasien Pre Operasi
Bulan November –
Desember 2008 di RSI Kendal
Pekerjaan
|
F
|
%
|
Tidak bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Pelajar
PNS
|
12
25
26
19
3
9
|
12,8
26,6
27,7
20,2
3,2
9,6
|
Total
|
94
|
100,0
|
Dari tabel 5.4. dapat dilhat
bahwa 94 distribusi responden berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini yang
bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 26 orang (27,7%), Kemudian diikuti dengan
responden pekerjaan sebagai buruh sebanyak 25 orang (26,6%), bekerja sebagai
wiraswasta sebanyak 19 orang (20,2%), Responden yang tidak bekerja sebanyak 12
orang (12,8%), PNS sebanyak 9 orang (9,6%) dan sisanya responden dengan
pekerjaan sebagai pelajar sebanyak 3 orang (3,2%). Berdasarkan data diatas
mayoritas individu bekerja sebagai petani. dan dapat disimpulkan sebagian besar
penduduknya bertempat tinggal di desa selain itu juga mata pencahariannya hanya
sebagai petani.
Tabel 5.5
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Operasi Pasien Pre Operasi Bulan
November – Desember 2008 di RSI Kendal
Jenis Operasi
|
F
|
%
|
Granuloma
Lipoma
Haemoroid
Katarak
Hernia
Tumor Mammae
Tonsillitis
BPH
Polip THT
Fistelektomy
Limpadenopati
|
5
6
10
15
12
15
8
9
3
5
6
|
5,3
6,3
10,6
15,9
12,7
15,9
8,5
9,5
3,9
5,3
6,3
|
Total
|
94
|
100,0
|
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat
bahwa responden yang melakukan operasi Granuloma sebanyak 5 (5,3%), Lipoma 6
(6,3%), Haemoroid 10 (10,6), Katarak 15 (15,9), Hernia 12 (12,7%), Tumor Mammae 15
(15,9%), Tonsilitis 8 (8,5), BPH 9 (9,5%), Polip THT 3 (3,19), Fistelektomi 5
(5,3), dan sisanya Limpadenopati sebanyak 6 (6,3%).
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre
Operasi Bulan November – Desember 2008 di RSI Kendal
Kecemasan
|
F
|
%
|
Ringan
Sedang
Berat
Panik
|
26
49
19
0
|
27,7
52,1
20,2
0
|
Total
|
94
|
100,0
|
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kecemaan yang
dialami pasien pre operasi di RSI Kendal mengalami kecemasan sedang yaitu
sebanyak 49 responden (52,1%). Sedangkan responden yang mengalami kecemasan
ringan sebanyak 26 orang (27,7%) dan sisanya sebanyak 19 orang (20,2%) adalah
responden dengan tingkat kecemasan berat. Berdasarkan data di atas mayoritas
responden mengalami tingkat kecemasan sedang karena gelisah, khawatir dan berdebar-debar.
PEMBAHASAN
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa responden yang akan
dilakukan tindakan operasi di RSI Kendal, dimana dari
hasil penelitian menggambarkan sebagian besar responden berusia 41 – 56 tahun (44,4%) karena pada usia tersebut
sistem imunitas tubuh menurun dan didukung dengan adanya penurunan
fungsi-fungsi organ tubuh sehingga mudah terkena penyakit. Berjenis kelamin
perempuan (55,3%) karena psikologisnya seorang prempuan mudah labil sehingga
bisa mempengaruhi persepsi terhadap stimulus
atau masalah yang dihadapi, hal ini menjadikan seorang perempuan lebih mudah
cemas dari pada laki-laki. Berpendidikan SD (63,8%) karena masalah ekonominya
kurang sehingga individu tidak bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi, yang
mayoritas berkerja sebagai petani (27,7%) karena bertempat tinggal di desa
selain itu mata pencahariannya sebagai petani.
Responden mengalami kecemasan sedang (52,1%), kecemasan ringan (27,7%) dan kecemasan sedang (20,2%). Hal ini dimungkinkan karena
tingkat pemahamannya kurang sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi
tentang tindakan operasi sehingga menyebabkan individu mudah cemas dengan
tingkat kecemasan yang berbeda-beda.
Menurut Suliswati (2005)
kecemasan adalah kebingungan, kekhawatira pada sesuatu yang akan terjadi degan
penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan
tidak berdaya. Tingkat kecemasan yang masih berat tersebut disebabkan oleh hal
yang mungkin juga dari individu itu sendiri kurang bisa menang-gulangi keadaan
tersebut. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh berbagai faktor baik eksternal
maupun internal, tinggi rendahnya tingkat kecemasan tersebut juga dipengaruhi
oleh mekanisme koping yang berbeda-beda dari masing-masing responden.
Masih adanya tingkat kecemasan yang masih tinggi
tersebut sangat perlu diminimalisir dan diharapkan bisa menurun
sampai tingkat yang paling rendah. Hal tersebut diperhatikan karena tingkat cemas
dapat mempengaruhi kondisi dan mental individu.
Untuk responden yang masih
mengalami tingkat kecemasan sedang ditunjukkan 52,1% jug aperlu diwaspadai
jangan sampai naik ke tingkat yang lebih tinggi, selanjutnya 27,7% dalam
tingkat kecemasan ringan. Keadaan ini menampakkan bahwa responden sudah cukup
bisa menghadapi ketegangan dan bisa mempersilahkan diri dalam tingkat cemas
yang dialaminya.
Melihat teori kecemasan di
atas bahwa individu sebelum operasi mayoritas mengalami tingkat kecemasan yang
berbeda-beda.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Responden
pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
2.
Responden
pada pasien pre operasi di
RSI Kendal sebagian besar
responden berusia 41 – 56 tahun.
3.
Responden
pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar berpendidikan SD.
4.
Responden
pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar responden bekerja
sebagai petani.
5.
Responden
pada pasien pre operasi di RSI Kendal sebagian besar mengalami tingkat
kecemasan sedang.
SARAN
1.
Bagi
Pendidikan Keperawatan
Menambah pengetahuan dalam
modifikasi pelaksanaan inter-vensi-intervensi pada pasien pre operasi dan dapat
meminimalkan rasa kecemasan menjelang operasi.
2.
Bagi
Profesi Keperawatan
Memberikan informasi pada
pasien pre operasi tentang tindakan bedah dan dapat mem-pertimbangkan dalam
membuat intervensi keperawatan.
3.
Bagi
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perlu dilakukan upaya-upaya
berkesinambungan pada pasien pre operasi untuk meningkatkan tingkat pemahaman
responden khususnya yang akan dilakukan operasi, misalnya dengan kegiatan
pendidikan kesehatan sebagai upaya menurunkan tingkat kecemasan.
4. Bagi Program Kesehatan
Sebaiknya perawat lebih mening-katkan
program peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya pada pasien pre
operasi guna meminimalkan
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Azis A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Badudu dan Zain, SM. (2001). Kamus
Umum Bahasa Indonesia (Edisi 4).
Jakarta
: Pustaka Sinar Harapan
Ester Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah; Pendekatan Sistem
Gastro Intestinal. Jakarta : EGC.
Fortinash, K.M & Worret, P.A.H.
(2004). Phychiatric Mental Health.
Nursing
(3th. ed) United State of American : Mosby
Hastono, Priyo, S. 2001. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stress; Cemas dan Depresi.
Jakarta : FKUI.
Kaplan, H.I. dan Sadock, B. J. 1997.
Sinopsis Psikiatri, Edisi 7 Jilid II,
Alih Bahasa Widjaja Kusuma. Jakarta : Binarupa Aksara.
Machfoedz, I. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan
Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya
Mardalis. 2004. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Nursalam @ Siti Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset
Keperawatan. Jakarta : CV. Infomedika.
Ridwan. 2004. Statistika Untuk
Lembaga dan Instansi Pemerintah atau Swasta. Bandung : Alfabeta
Santoso, Budi, Editor. (2005).
Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 – 2006 Defnisi & klasifikasi. Prima
Medika.
Syamsuhidajat, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stuart, W. Gail dan Sundeen, J.
Sandra. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa,
Editor Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta :
EGC.
TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROSEDUR PERAWATAN LUKA POST
OPERASI
DI RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL
SITI MUNAWAROH
Dosen Akper Muhammadiyah Kendal
ABSTRAK
Perawatan luka post operasi merupakan tindakan
yang harus diperhatikan setelah pasien
tiba diruangan. Tindakan perawatan luka akan berkualitas bila dalam
pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
karakteristik perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, mengetahui tingkat
kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi dan
mengetahui gambaran karakteristik responden dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
prosedur perawatan luka post operasi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan observational. Pengumpulan
data dilaksanakan dalam waktu 1
bulan yaitu sejak tanggal 3 Februari sampai dengan 3 Maret 2009 melalui observasi dan pengisian kuesioner. Sampel penelitian ini adalah
perawat yang bekerja di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Jumlah sampel yang
diteliti sebanyak 30 orang dan menggunakan sampling jenuh sebagai teknik
pengambilan sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berpredikat patuh dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka
post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Dari 30 responden, 25 responden
(83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh.
Sedangkan karakteristik responden menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
antara umur, jenis kelamin dan lama kerja dengan tingkat kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi. Selain itu, perawat
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan yang mengikuti pelatihan akan
mempunyai kecenderungan lebih patuh dibandingkan dengan perawat yang tingkat
pendidikannya lebih rendah dan yang tidak mengikuti pelatihan.
Berdasarkan hasil tersebut disarankan agar
penelitian berikutnya meneliti tentang hubungan perawatan luka dengan infeksi
luka post operasi dan tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan
perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal.
Kata kunci : tingkat kepatuhan, prosedur, perawatan luka post
operasi
LATAR BELAKANG
Kemajuan
di era globali-sasi pada berbagai bidang termasuk bidang
kesehatan mem-pengaruhi mutu pelayanan yang diterapkan
oleh tenaga kesehatan tetapi hal tersebut tidak selaras dengan yang terjadi
pada rumah sakit, dimana sampai sekarang infeksi nosoko-mial masih merupakan masalah besar dalam dunia kedokteran di negara maju,
lebih–lebih lagi di negara berkembang. Di Amerika
Serikat insiden infeksi nosokomial kira – kira 5% dari jumlah 40 juta pasien
yang dirawat tiap tahunnya, angka kematiannya mencapai 1% sedangkan beban biaya
untuk penanggulangan infeksi nosoko-mial mencapai 10 miliar dollar per tahun (Siswosudarmo dalam Suara Merdeka, 18 Juli 2001).
Sementara di
Indonesia, infeksi nosokomial ini kurang men-dapatkan perhatian yang lebih khu-sus sehingga angka kejadian di setiap rumah sakit cukup tinggi. Sebagai
contoh, di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tahun 1996 terdapat 66 orang
mengalami infeksi nosokomial yang terdiri atas 32 kasus bedah dan 34 nonbedah.
Sedangkan kejadian infeksi bedah mencapai 6,89% dan diruang obsgyn 3,7%. Dari
angka tersebut masih mungkin ada kasus yang tidak terekam karena menurut data
di negara maju berpersentase 5 – 10% (Suara Merdeka, 5 Juli 2001).
Menurut Harrison (1999),
beberapa infeksi yang lazim didapat di rumah sakit adalah infeksi traktus urinarius
sebesar 40–45%, infeksi lu-ka bedah sebesar 25–30%, pneumo-nia sebesar 15–20% dan bakteremia terutama dihubungkan dengan alat intravaskuler sebesar 5–7%.
Data tersebut menunjukkan bahwa infeksi luka
bedah menduduki urutan nomor dua dengan jumlah yang cukup besar, hal ini dapat
berperan pada 57 % hari perawatan tambahan di rumah sakit dan 42% biaya
tambahan.
Disamping itu,
infeksi pada luka setelah pembedahan meru-pakan masalah yang serius bagi pasien, masalah ini terutama adanya
komplikasi pada luka tersebut baik komplikasi lokal maupun sistemik (Suriadi,
2004). Lebih lanjut Suriadi mengatakan bahwa hal ini akan menyebabkan angka morbiditas
dan mortalitas bertambah besar disam-ping lama tinggal jadi lebih lama, dengan demikian biaya perawatan di rumah
sakit menjadi lebih tinggi.
Penyembuhan luka meru-pakan masalah utama yang harus dihadapi setelah operasi. Perawatan luka
yang tepat atau berkualitas merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung
dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Tindakan perawatan luka akan
ber-kualitas bila dalam
pelaksanaannya selalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Sedangkan
penera-pan teknik perawatan luka yang
tepat dilakukan baik pada saat pasien ma-sih berada di ruang operasi maupun setelah dirawat di ruang perawatan.
Menurut Ellis et al.(1996), selama pasien dirawat di
ruang pera-watan, perawat adalah orang
yang bertanggung jawab dalam observasi dan pemulihan luka operasi, yaitu dengan
memberikan teknik perawa-tan luka operasi yang aman dan nya-man bagi pasien dengan berdasarkan
pada prinsip – prinsip teknik aseptik.
Berdasarkan studi penda-huluan yang dilakukan oleh peneliti di ruang
bedah RSUD Dr. H. Soewondo Kendal selama
dua hari, mengindikasikan bahwa di ruang bedah RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal telah tersedia SOP tentang perawatan luka post operasi. Akan tetapi,
didalam implementasi SOP tersebut terlihat bahwa masih ada perawat yang tidak melaksanakan salah satu aitem SOP
didalam pelaksanaan
perawatan luka post operasi. Sebagai contoh, merawat luka tanpa menggunakan sarung
tangan steril dan melakukan cuci tangan tidak untuk setiap tindakan.
Menurut Long (1996), teknik aseptik pada waktu mengerjakan balutan sangat
penting dilakukan oleh semua petugas – petugas yang kontak terhadap luka bedah
karena dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
Secara garis besar masalah
dalam penelitian ini dapat dirumus-kan dengan sebuah pertanyaan bagaimanakah
tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post
operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ke-patuhan perawat dalam pelaksanaan
prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk pe-nelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan bagaimana tingkat
kepatuhan pera-wat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi.
Pende-katan yang digunakan adalah pende-katan observational yaitu pengama-tan yang meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap suatu objek de-ngan menggunakan seluruh alat indra
(Arikunto, 2006), pendekatan dimo-difikasi antara metode langsung dan tidak
langsung yaitu kehadiran observer tidak disembunyikan tetapi tujuan dan
kepentingan subyeknya disembunyikan (Cooper dan Emory, 1996). Dalam penelitian
ini objek yang diamati adalah perawat yang melaksanakan prosedur perawatan luka
post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat
yang bertugas di Ruang Kenanga, Ruang Flamboyan, Ruang VIP dan Ruang Dahlia
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal, yaitu sebanyak 41 orang perawat, terdiri 6 orang
perawat di Ruang Kenanga, 8 orang perawat di Ruang Flamboyan, 8 orang perawat
di Ruang Dahlia dan 19 orang pera-wat di Ruang VIP. Sampel penelitian ini
diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh, dimana semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2003). Sampel penelitian ini yaitu seluruh
perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka post operasi di Ruang
Kenanga, Ruang Flam-boyan, Ruang VIP dan Ruang Dahlia RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal dan memenuhi kriteria inklusi.
Penelitian ini menggu-nakan 2 formulir penelitian berupa
checklist yang terdiri dari lembar observasi tindakan perawatan luka post operasi
yang berdasarkan SOP yang ada di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal dan lembar
kuesioner untuk karakteristik perawat. Hasil obser-vasi tindakan perawatan luka
diberi tanda (Ö) pada kolom “ya “ bila dikerjakan dan
tanda (Ö) pada kolom “tidak” bila tidak dikerjakan.
Se-dangkan data karakteristik
respon-den diperoleh secara langsung de-ngan menggunakan lembar kuesio-ner.
Pada kuesioner ini menggali tentang karakteristik responden yang terdiri dari
umur, jenis kelamin, ting-kat pendidikan, pelatihan perawatan luka, lama kerja
dan penghasilan.
Hasil analisa data dinya-takan dengan predikat
patuh dan tidak patuh. Patuh apabila mendapat nilai ≥ 90 % dan tidak patuh
apabila mendapat nilai <90 %. Data hasil observasi pada masing–masing res-ponden
dikumpulkan dan diolah de-ngan tahapan sebagai berikut, mem-beri skor pada
lembar observasi atau checklist yaitu bila ya (dikerja-kan) mendapat nilai satu
(1) dan bila tidak dikerjakan nilainya nol (0). Selanjut-nya menghitung hasil
obser-vasi tiap responden pada keseluruh aitem, menjumlahkan skor kemudian
dicari prosentasenya. Penghitungan dilaku-kan dengan
rumus :
P = Prosentase
åx = Jumlah skor checklist responden
n = Jumlah item yang diteliti (10)
Prosentase yang didapat pada masing–masing responden ke-mudian
dikelompokkan menurut pro-sentase yang sesuai dengan kategori yang telah
ditentukan yaitu dalam kategori patuh dan tidak patuh, ke-mudian dicari tingkat
kepatuhan res-ponden secara keseluruhan dengan rumus :
Keterangan :
P = Prosentase
åx = Jumlah skor checklist responden
n = Jumlah item yang diteliti (30)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan
terhadap 30 perawat dari 41 orang perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD
Dr. H. Soewondo Kendal, yaitu di Ruang Kenanga, Flamboyan, Dahlia dan VIP. Dari
data yang diperoleh peneliti ada enam karakteristik yang dapat disa-jikan dalam tabel–tabel sebagai berikut
:
1.
Umur
dan Jenis Kelamin
Umur
|
Jenis Kelamin
|
Total
|
|||
L
f %
|
P
f %
|
f %
|
|||
20-25
26-30
31-35
36-40
> 40
|
1
2
2
2
-
|
14,3
25,0
40,0
40,0
-
|
6
6
3
3
5
|
85,7
75,0
60,0
60,0
100,0
|
7 100,0
8 100,0
5 100,0
5 100,0
5 100,0
|
Total
|
7
|
23,3
|
23
|
76,7
|
30 100
|
Tabel 5.1. : Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan
Februari Tahun 2009
Tabel 5.1. menunjukkan tabel
silang antara umur dan jenis kelamin responden, dapat kita ketahui bahwa
responden yang berjenis kelamin perempuan jumlahnya lebih banyak yaitu 23 orang
(76,7%) dibandingkan dengan laki – laki yang sebanyak 7 orang (23,3%),
sedangkan pada karakteristik umur sebagian besar pada umur 26 – 30 tahun yaitu
sebanyak 8 orang tediri dari 2 orang (25,0 %) berjenis kelamin laki – laki dan
6 orang (75,0 %) berjenis kelamin perempuan, sedangkan usia paling tua pada
kelompok umur lebih dari 40 tahun sebanyak 5 orang yang semua berjenis kelamin
perempuan. Jika dilihat dari karakteristik umur sebagian besar termasuk pada
golongan dewasa dengan distribusi yang cukup merata.
Berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh tidak ada kecenderungan antara umur dengan tingkat kepatuhan,
hal ini dimungkinkan karena perawat yang lebih muda belum banyak pengalaman
dalam perawatan luka post operasi, sedangkan perawat yang lebih tua kemungkinan sudah merasakan adanya kebosanan dalam melakukan
tugasnya. Berbeda dengan pendapat Muclas (1999) yaitu,
semakin meningkatnya umur, pengalaman semakin bertambah dan akan semakin
bijaksana dalam bersikap dan mengambil keputusan.
2. Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
Tabel 5.2. : Distribusi
Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Lama Kerja
|
Tingkat Pendidikan
|
Total
|
|||
SPK
f %
|
DIII
f
%
|
f %
|
|||
1 – 5 th
6 –10 th
11 –15 th
> 15 th
|
-
-
-
2
|
-
-
-
33,3
|
10
7
7
4
|
100,0
100,0
100,0
66,7
|
10 100,0 7 100,0
7 100,0
6 100,0
|
Total
|
2
|
6,7
|
28
|
93,3
|
30 100
|
Berdasarkan tingkat pendidikan, pada umumnya perawat di
RSUD Dr. H. Soewondo Kendal adalah DIII (93,3 %) dan SPK (6,7 %). Hal ini
menunjukkan bahwa RSUD telah berupaya meningkatkan profesionalitas tenaga
keperawatan. Banyaknya tenaga keperawatan profesional merupakan sumberdaya yang
potensial bagi pengembangan pelayanan rumah sakit. Menurut PPNI (1999) dalam
Ardine (2005), perawat professional yang dibutuhkan untuk memberi asuhan
keperawatan bermutu adalah perawat yang berpendidikan minimal DIII.
Sedangkan dalam penelitian ini perawat dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai kecenderungan lebih patuh
dibandingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah, hal ini
berdasarkan pada hasil penelitian yaitu dari 28 orang berlatar pendidikan DIII,
24 orang berpredikat patuh dan 4 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan responden yang berlatar belakang
pendidikan SPK sebanyak 2 orang, 1 orang berpredikat patuh dan 1 orang
berpredikat tidak patuh.
Lama kerja perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal lebih
banyak pada masa 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 10 orang, 7 orang berpredikat patuh
dan 3 orang berpredikat tidak patuh. Hal ini berkaitan dengan pendidikannya yang baru lulus dari DIII
Keperawatan. Sedangkan perawat dengan lama kerja lebih dari 15 tahun sebanyak 6
orang, 5 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak patuh. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan antara lama kerja dengan tingkat
kepatuhan, berbeda dengan pendapat Agustian (2001), semakin lama kerja
seseorang akan menunjukkan pengalaman kerja dan loyalitas pada institusi dan
semakin terampil bekerja.
3. Pelatihan
Tabel 5.3. : Distribusi
Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pelatihan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Pelatihan
|
f
|
%
|
Ya
|
13
|
43,3
|
Tidak
|
17
|
56,7
|
Total
|
30
|
100
|
Dari Tabel 5.3. dapat kita
ketahui bahwa sebagian besar res-ponden tidak pernah ikut pelatihan perawatan
luka post operasi yaitu sebanyak 17 orang (56,7 %), sedangkan yang mengikuti
pelatihan sebanyak 13 orang (43,3 %).
Berdasarkan hasil penelitian,
perawat yang mengikuti pelatihan akan mempunyai kecende-rungan lebih patuh
dibandingkan dengan perawat yang tidak mengikuti pelatihan. Seperti penda-pat
Manullang (1999), bahwa kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan,
pengetahuan dan pengalaman seseorang.
4. Penghasilan
Tabel 5.4. : Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal
Bulan Februari Tahun 2009
Penghasilan
|
f
|
%
|
≤ 500.000
500.000 s/d
1.000.000
1.000.000
s/d 1.500.000
> 1.500.000
|
11
9
8
2
|
36,7
30,0
26,7
6,6
|
Total
|
30
|
100
|
Dari Tabel 5.4. dapat kita
ketahui bahwa penghasilan respon-den sebagian besar pada kelom-pok ≤ 500.000
yaitu sebanyak 11 orang (36,7%),
sedangkan yang mempe-roleh penghasilan > 1.500.000 sebanyak 2 orang ( 6,6 %
).
E. Tingkat Kepatuhan
Setelah dilakukan observasi terhadap perawat tentang pelaksanaan
prosedur perawatan luka post operasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri di
dapatkan hasil pengolahan data dengan distribusi sebagai berikut :
Tabel 5.5. : Hasil Observasi Pelaksanaan Prosedur
Perawatan Luka Post Operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun
2009
|
Predikat
|
Frekuensi
|
Prosentase (
% )
|
Tidak patuh 5 16,7
Patuh 25 83,3
|
|||
Total 30 100
|
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.5. dari 30
responden yang diobservasi didapatkan 25 orang (83,3 %) berpredikat patuh dan 5
orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh dalam pelaksanaan prosedur perawatan
luka post operasi. Hal tersebut menggam-barkan pelaksanaan perawatan luka post
operasi dari sebagian besar responden yang diobservasi berpredikat patuh.
Tabel 5.6. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan
Perawat Berdasarkan Umur di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun
2009
Umur
|
Tingkat Kepatuhan
|
Total
|
|||
Tidak Patuh
f %
|
Patuh
f %
|
f %
|
|||
20-25
26-30
31-35
36-40
> 40
|
2
2
-
-
1
|
28,6
25,0
-
-
20,0
|
5
6
5
5
4
|
71,4
75,0
100,0
100,0
80,0
|
7
100,0
8
100,0
5
100,0
5
100,0
5
100,0
|
Total
|
5
|
16,7
|
25
|
83,3
|
30
100
|
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 5.6. dari 30 responden yang diobservasi didapatkan 7 orang perawat dengan
usia 20 – 25 tahun, 5 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak
patuh. Untuk perawat dengan usia 26 – 30 tahun sebanyak 8 orang, 6 orang
berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat yang
berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 5 orang, 4 orang berpredikat patuh dan 1
orang berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.7. : Distribusi
Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Jenis Kelamin
|
Tingkat Kepatuhan
|
Total
|
|||
Tidak Patuh
f %
|
Patuh
f %
|
f %
|
|||
Laki – laki
Perempuan
|
2
3
|
28,6
13,0
|
5
20
|
71,4
87,0
|
7
100,0
23 100,0
|
Total
|
5
|
16,7
|
25
|
83,3
|
30 100
|
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.7. dari 30
orang responden yang diobservasi didapatkan 23 orang berjenis kelamin
perempuan, 20 orang berpredikat patuh dan 3 orang dengan predikat tidak patuh. Sedangkan jumlah responden laki – laki
sebanyak 7 orang, 5 orang berpredikat patuh dan 2 orang dengan predikat tidak
patuh.
Tabel 5.8. : Distribusi
Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Tingkat Pendidikan
|
Tingkat Kepatuhan
|
Total
|
|||
Tidak Patuh
f %
|
Patuh
f %
|
f %
|
|||
SPK
DIII
|
1
4
|
50,0
14,3
|
1
24
|
50,0
85,7
|
2 100,0
28 100,0
|
Total
|
5
|
16,7
|
25
|
83,3
|
30 100
|
Pada Tabel 5.8. diatas
diketahui bahwa dari 30 perawat, 28 orang berpendidikan DIII, 24 orang
berpredikat patuh dan 4 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan responden
berpendidikan SPK sebanyak 2 orang, 1 orang berpredikat patuh dan 1 orang
berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.9. : Distribusi
Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Lama Kerja di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Lama Kerja
|
Tingkat Kepatuhan
|
Total
|
|||
Tidak Patuh
f %
|
Patuh
f %
|
f %
|
|||
1 – 5
6 – 10
11 – 15
>
15
|
3
1
-
1
|
30,0
14,3
-
16,7
|
7
6
7
5
|
70,0
85,0
100,0
83,3
|
10
100,0
7
100,0
7
100,0
6
100,0
|
Total
|
5
|
16,7
|
25
|
83,3
|
30
100
|
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel
5.9. dari 30 responden yang diobservasi proporsi terbesar didapatkan pada lama
kerja 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 10 orang, 7 orang berpredikat patuh dan 3
orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat dengan lama kerja lebih dari 15 tahun
sebanyak 6 orang, 5 orang berpredikat patuh dan 1 orang berpredikat tidak
patuh.
Tabel 5.10. : Distribusi
Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat Berdasarkan Pelatihan di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun 2009
Pelatihan
|
Tingkat Kepatuhan
|
Total
|
|||
Tidak Patuh
f %
|
Patuh
f %
|
f %
|
|||
Ya
Tidak
|
3
2
|
23,1
11,8
|
10
15
|
76,9 88,2
|
13 100,0
17 100,0
|
Total
|
5
|
16,7
|
25
|
83,3
|
30 100
|
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.8. dari 30
responden yang diobservasi didapatkan 13 orang mengikuti pelatihan, 10 orang
dengan predikat patuh dan 3 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat
yang tidak mengikuti pelatihan sebanyak 17 orang, 15 orang berpredikat patuh dan 2 orang
berpredikat tidak patuh.
Tabel 5.11. : Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Perawat
Berdasarkan Penghasilan di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal Bulan Februari Tahun
2009
Penghasilan
|
Tingkat Kepatuhan
|
Total
|
|||
Tidak Patuh
f %
|
Patuh
f %
|
f %
|
|||
≤ 500.000
500.000 s/d
1.000.000
1.000.000 s/d
1.500.000
> 1.500.000
|
2
3
-
-
|
18,2
33,3
-
-
|
9
6
8
2
|
81,8
66,7
100,0
100,0
|
11 100,0
9 100,0
8 100,0
2 100,0
|
Total
|
5
|
16,7
|
25
|
83,3
|
30 100
|
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 5.9. dari 30
responden yang diobservasi didapatkan 11 orang dengan penghasilan kurang dari
500.000, 9 orang berpredikat patuh dan 2 orang berpredikat tidak patuh. Sedangkan perawat
yang pendapatannya lebih dari 1.500.000 sebanyak 2 orang dan semuanya
berpredikat patuh.
Kepatuhan perawat terhadap prosedur perawatan luka post operasi
diukur melalui observasi pada saat responden melakukan tindakan perawatan luka
post operasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari 30 orang responden,
25 orang (83,3 %) berpredikat patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak
patuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Menurut Katz dan Green (1992) dalam Akrodhana (2004), beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan antara lain kemampuan,
motivasi, masa kerja, latar belakang pendidikan, fasilitas atau peralatan,
serta kejelasan prosedur. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti
faktor yang dimungkinkan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan responden
adalah kurang tersedianya fasilitas atau peralatan dan kejelasan prosedur
karena menurut peneliti protap yang sudah ada perlu dilakukan perbaikan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Tidak ada kecenderungan antara umur dengan tingkat kepa-tuhan
perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal. Tidak ada kecenderungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepa-tuhan
perawat dalam pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal. Perawat dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi akan mempunyai kecenderungan lebih patuh diban-dingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah dalam
pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Tidak ada kecen-derungan antara lama kerja
dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pe-laksanaan prosedur perawatan luka
post operasi di RSUD Dr. H. Soe-wondo Kendal. Perawat yang mengi-kuti pelatihan akan mempunyai ke-cenderungan lebih patuh dibanding-kan dengan perawat
yang tidak mengikuti pelatihan dalam pelaksa-naan prosedur
perawatan luka post operasi di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Secara umum bahwa pelaksanaan prosedur perawatan luka post operasi
di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal sebagian besar berpredikat patuh hal ini
berdasarkan hasil penelitian yaitu dari 30 responden, 25 orang (83,3 %) ber-predikat
patuh dan 5 orang (16,7 %) berpredikat tidak patuh.
Saran
Bagi perawat hendaknya
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam perawatan luka post
operasi melalui belajar mandiri, pelatihan ataupun seminar yang terkait karena bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas minimal
memenuhi standar yang ditetapkan
Bagi
rumah sakit perlu untuk
mengadakan pelatihan dan penilaian ketrampilan tentang pera-watan luka kepada
perawatnya.
Bagi penelitian berikutnya agar dapat melakukan penelitian ten-tang hubungan perawatan luka de-ngan infeksi luka post
operasi dan faktor–faktor yang mempengaruhi kepatuhan
perawat dalam pelaksa-naan prosedur perawatan luka post operasi
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A.
G. (2001). ESQ : Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Arga : Jakarta
Akrodhana, N.
A., (2004). Kepatuhan Petugas Dalam
Melaksanakan Prosedur Tetap Menjahit Luka di Unit Gawat Darurat RSUD Kabupaten
Sleman. Skripsi (tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta. UGM
Alimul, A.
(2003). Riset Keperawatan & Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Ardine, A.
(2005). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawat dengan Kepatuhan Melaksanakan Protap Pemasangan Infus di Instalasi
Gawat Darurat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan).
PSIK – FK. Yogyakarta : UGM
Arikunto, S.
(2006). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Bachsinar, B.
(1996). Bedah Minor. Editor :
Jonathan Oswari. Jakarta : Hipocrates
Carpenito, L.
J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Alih bahasa : Monica Ester. Jakarta : EGC
Cooper, D. R.,
dan Emory, C. W. (1996). Metode
Penelitian Bisnis. Alih bahasa : Ellen Gunawan. Jakarta : Erlangga
Daftar Ketenagaan Bidang Pelayanan Keperawatan Badan RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. (2006)
Dep. Kes.
(1998). Petunjuk Pelaksanaan Indikator
Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Jakarta
Ellis, J.R.,
Nowlis, A.E., & Bentz, M.P. (1996). Modules
for basic Nursing Skill. Sixth edition. Philadelphia : Lippincott
Handayani, T.
(2005). Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Protap Pemasangan dan Dressing Kateter
Uretra di Bangsal Rawat Inap RSUO Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Skripsi
(tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta : UGM
Harrison.
(1999). Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 13. Jakarta : EGC
Long, B. C.,
(1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu
Pendekatan Proses Keperawatan). Alih bahasa : YIAPK Pajajaran Bandung.
Bandung : YIAPK
Machfoedz, Ircham.
(2005). Metodologi Penelitian Bidang
Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya
Manullang, M. (1999). Pengantar
Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Ghalia
Mardalis. (2003). Metode Penelitian :
Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara
Muchlas, M. (1999). Perilaku Organisasi. Jilid 1. Program Pendidikan Pasca Sarjana. MMR
UGM
Notoatmodjo,
S. (2003). Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo,
S. (2005). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo,
S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam.
(2003). Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Potter &
Perry. (2006). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi empat.
Alih bahasa : Renata Komalasari. Jakarta : EGC
Sabiston, C.
D., (1995). Buku Ajar Bedah. Alih
bahasa : Andrianto, P., Timan. Jakarta : EGC
Schaffer, S.D., Garzon, Heroux, & Korniewicz. (2000).
Pencegahan Infeksi & Praktik yang
Aman. Alih bahasa : Setiawan. Jakarta : EGC
Siswosudarmo,
R. (2001). Infeksi Nosokomial Masalah
Besar. Redneved 18 Juli 2001. dari http://www. suaramerdeka.
com/harian/0107/05/dar 22. htm
Sjamsuhidajat,
R. & Jong, Wd. (1997). Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC
Smet, B.
(1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta
: Grasindo
Smith, S. F., Duell, D. J., dan Martin, B. C. (2000). Clinical Nursing Skills :
Basic to Advanced Skills. Fifth edition. New Jersey
: Prentice Hall
Sugiyono.
(2005). Statistika untuk Penelitian.
Jakarta : Alfabeta
Suriadi.
(2004). Perawatan Luka. Jakarta :
Sagung Seto
Team
akreditasi. (1998). Prosedur Tetap
Keperawatan. RSUD Dr. H. Soewondo Kabupaten Dati II Kendal
Wahyuni, A., (2003). Hubungan antara
Karakteristik perawat dengan Motivasi Perawat dalam Menerapkan Komunikasi
Terapeutik pada Klien di Rumah Sakit Islam Kendal. Skripsi (tidak
deterbitkan). PSIK – FK Semarang. UNDIP
Walidan, N.
S., (2002). Penerapan Teknik Aseptik pada
Perawatan Luka Pasca Bedah di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Skripsi
(tidak diterbitkan). PSIK – FK. Yogyakarta. UGM
HUBUNGAN SENAM DIABETES MELLITUS DENGAN (DM) KESTABILAN
GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD KABUPATEN KENDAL
SULASTRI
Dosen AKPER Muhammadiyah Kendal
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ditandai
dengan adanya kenaikan glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Sampai
saat ini Indonesia memiliki angka kekerapan kejadian diabetes mellitus antara
1,5 sampai dengan 2,3%.
Penelitian ini menganalisa hubungan senam diabetes
mellitus (DM) dengan
kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus rawat jalan RSUD Kabupaten
Kendal dengan desain penelitian deskriptif korelasi,
dengan pendekatan cross
sectional, dengan sampel sebanyak 8 orang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dengan teknik purposive sampling.
Karakteristik responden, seluruhnya merupakan usia lanjut (50-69 tahun) dengan usia rata-rata 58,8 tahun, 66,67 % dari responden
teratur melakukan senam DM, 55,56% dari responden stabil
gula darahnya . Hasil uji Chi Kuadrat 3 kali pengukuran kadar gula darah sesudah senam diabetes mellitus
dan kuesioner pelaksanaan
keteraturan senam DM didapatkan, ρ
value < α dimana α = 0,05.
Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara senam DM dengan kestabilan gula darah.
Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara senam diabetes
mellitus (DM) dengan
kestabilan gula darah. Diharapkan
klub senam diabetes mellitus (DM) mensosialisasikan program ini kepada
warga masyarakat luas dan menambah jadwal senam di sore hari supaya tidak hanya
PNS saja yang dapat mengikuti program ini tetapi juga warga masyarakat secara
umum.
Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara
yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan memiliki perilaku
hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia
Sehat 2010 “.(1)
Salah satu misi yang ditetapkan untuk mencapai Visi
Indonesia Sehat 2010 adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk berperilaku
hidup sehat, termasuk pada pola makan dan gaya hidup. Hal ini sejalan dengan
adanya pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif yakni
penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan stroke.
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit
degeneratif yang ditandai dengan adanya kenaikan glukosa dalam darah atau
hyperglikemia. Penyakit ini sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi.
Papyrus Ebers di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan
tanda-tanda banyak kencing. Kemudian Celsus atau Paracelsus kurang lebih 30
tahun SM juga menemukan penyakit ini. Namun baru 200 tahun kemudian, Aretaeus,
menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyakit ini diabetes dari kata “diabere“
yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat
ke tempat lain. Aretaeus menggambarkan penyakit ini sebagai melelehnya daging
dan tungkai ke dalam urine. (2)
Prevalensi diabetes mellitus tergantung
insulin (DMTI) di negara barat ± 10% dari diabetes mellitus tidak
tergantung insulin (DMTTI). Dari angka prevalensi berbagai negara tampak bahwa
makin jauh letaknya suatu negara dari katulistiwa makin tinggi prevalensi
DMTI-nya. Ini bisa dilihat pada angka-angka berbagai prevalensi DMTI di Eropa.
Di bagian utara Eropa, misalnya di negara-negara Skandinavia prevalensi
DMTI-nya merupakan yang tertinggi di dunia, sedangkan di daerah bagian selatan
Eropa misalnya di Malta sangat jarang. (2)
Menurut sebuah penelitian yang
telah dilaksanakan, sampai saat ini Indonesia memiliki angka kekerapan kejadian
diabetes mellitus antara 1,5 sampai dengan 2,3%, kecuali di Manado yang agak
tinggi yaitu sebesar 6%. Suatu penelitian terakhir yang
dilakukan di Jakarta, kekerapan diabetes mellitus di daerah sub-urban
yaitu Depok adalah sekitar 12,8 %, sedangkan di daerah rural yang dilakukan
oleh Agusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat angka itu hanya 1,1%. Angka
ini masih lebih besar dari sebuah daerah terpencil di Tanah Toraja yaitu hanya
sekitar 0,8%. Di sini lebih jelas ada perbedaan yang mencolok antara daerah
urban dengan rural, hal ini kemungkinan besar adalah terkait adanya perbedaan
gaya hidup antara kedua macam kelompok masyarakat tersebut. (2)
Perubahan gaya hidup merupakan
penyebab utama terjadinya diabetes mellitus di era globalisasi. Diantara
perubahan gaya hidup yang menonjol adalah tingginya konsumsi makanan gaya
barat, gaya hidup stress dan kebiasaan hidup minim gerak. Zimmet menggunakan
istilah “Nintendoisme ” untuk mengungkapkan banyaknya anak-anak yang lebih suka
duduk di depan televisi dan komputer daripada menghabiskan waktu diluar rumah,
dibandingkan generasi sebelumnya. (5)
Jenis olahraga
yang baik untuk diabetese adalah olahraga yang memperbaiki jasmani Senam
aerobic yang lebih dikenal dengan senam DM merupakan salah satu olahraga yang
dianjurkan bagi penderita DM karena dapat menaikkan reseptor-reseptor insulin pada sel-sel tubuh, sehingga
efektifitas pemanfaatan glukosa sebagai sumber energi juga meningkat. Selain
kenaikkan kepekaan reseptor-reseptor sel perifer, pemanfaatan glukosa juga
menjadi lebih baik, karena peredaran darah sewaktu melakukan senam DM menjadi
lebih intensif. Juga perubahan kadar
calsium (Ca) dalam sel-sel perifer akan meningkatkan pemanfaatan glukosa oleh
sel-sel ini sebagai sumber energi. Senam DM juga dapat
menurunkan kadar glukosa darah akibat pemakaian yang meningkat dan perbaikan
dalam glikogenolisis, perbaikan ikatan insulin dengan reseptornya, dan
perbaikan pada sensitivitas insulin serta meningkatkan kemampuan kardiorespirasi. (5)
Latihan jasmani dalam wujud senam diabetes mellitus yang
diselenggarakan oleh RSUD Kendal bekerjasama dengan Persadia Kabupaten Kendal tersebut sampai saat ini belum pernah
dilakukan evaluasi . Melihat fenomena serta berbagai pendapat para ahli di atas
serta adanya realita yang ada di RSUD
Kendal selama ini, belum pernah dilakukan suatu evaluasi terkait manfaat senam diabetes
mellitus (DM), maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada
hubungan antara senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada
penderita diabetes mellitus (DM) rawat jalan di RSUD Kabupaten Kendal”.
Tujuan Khusus
a.
Mengidentifikasi keteraturan
pelaksanaan senam diabetes mellitus pada
penderita rawat jalan yang mengikuti senam diabetes mellitus di RSUD Kendal
b.
Mengetahui kestabilan kadar
gula darah pada penderita diabetese mellitus rawat jalan yang mengikuti senam
diabetes mellitus di RSUD Kabupaten Kendal
c.
Menganalisis hubungan senam diabetes
mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese rawat jalan di RSUD
Kabupaten Kendal.
Manfaat Penelitian
Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian berikutnya.
Bagi Manajemen RSUD Kendal
Melihat hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan
kestabilan gula darah pada diabetese dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak manajemen RSUD Kendal untuk memberikan pelayanan yang bersifat holistik
terhadap diabetese sebagai rehabilitasi.
Bagi Profesi Keperawatan
Melihat hubungan senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan program profesi
keperawatan.
Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang hubungan
senam diabetes mellitus (DM) dengan kestabilan gula darah pada diabetese rawat
jalan di RSUD Kabupaten Kendal dan dapat memperluas pengetahuan dan pengalaman
dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani proses
perkuliahan.
Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang manfaat senam Diabetes Mellitus, sehingga para
diabetese dapat mengontrol glukosa darahnya dan dapat menjaga kesehatannya.
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan glokosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative. (2) Diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.(9) Diabetes
mellitus adalah kelainan metabolic karbohidrat dimana glukosa darah tidak dapat
digunakan dengan baik sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. (10)
Diabetes mellitus dikelompokkan dalam
berbagai klasifikasi, diataranya adalah Diabetes mellitus (DM) tipe I atau IDDM
(Insulin Dependen Diabetes). Pada tipe ini sel beta pangkreas mengalami
kerusakan sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem imun tubuh,
meningkatkan kerentangan sel beta terhadap virus atau sel beta mengalami
degenerasi. Tipe 1 umumnya lebih sering ditemukan pada anak, dan sesuai dengan
penyebabnya DM tipe 1 memerlukan suntikan insulin. Komplikasi yang sering
menyertainya adalah gangguan pada pembuluh darah dan syaraf .
Tipe lain dari klasifikasi diabetes mellitus adalah diabetes
mellitus (DM) Tipe II atau NIIDM (Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus).
Tipe ini ditandai oleh beberapa gangguan metabolik seperti adanya gangguan
sekresi insulin, resistensi insulin dan adanya penglepasan glukosa hati yang
berlebihan. Kegemukan merupakan factor utama penyebab timbulnya DM tipe II.
Glukosa Darah
Glukosa dijumpai di dalam aliran darah (disebut kadar
gula darah) dan berfungsi sebagai penyedia energi bagi seluruh sel-sel dan
jaringan tubuh. Pada keadaan fisiologis kadar gula darah sekitar 80-120 mg%.
Kadar gula darah dapat meningkat melebihi normal disebut hiperglikemia bila
hasil gula darah puasa lebih dari >126 mg% dan hasil gula darah
sewaktu dan dua jam PP lebih dari >200 mg%, keadaan ini dijumpai pada
penderita diabetes mellitus. (11)
Kestabilan Kadar Glukosa Darah Penderita
Diabetes Mellitus
Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti stabil adalah mantap, kukuh,
tidak goyah; sedang kestabilan adalah perihal (yang bersifat) stabil.(14)
Pada orang normal, glukosa darah dikatakan stabil bila glukosa darah puasa dibawah 110 mg/dl sedang glukosa
darah 2 jam pp dibawah 140 mg/dl. (5) Menurut Tim Vita Health gula
darah dalam jangkauan normal adalah gula darah puasa < 120 mg/dl, setelah
makan < 200 mg/dl.(5)
Pada penyandang diabetes yang tidak terkendali ( tidak
stabil ), latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa darah
dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Pada suatu penelitian didapatkan
bahwa penyandang diabetes yang tidak terkendali dengan glukosa darah sekitar
332 mg/dl, latihan jasmani tidak menguntungkan malah berbahaya. Keadaan ini
diakibatkan oleh adanya peningkatan glukagon plasma dan kortisol, yang pada
akhirnya menyebabkan terbentuknya benda keton. (2)
Sebaiknya bila penyandang diabetes ingin melakukan
latihan jasmani, kadar glukosa darah tidak lebih dari 250 mg/dl. Bila kadar
glukosa darah kurang dari 100 mg/ddl, sebaiknya diberi karbohidrat sebelum dan
selama olah raga untuk menghindari hypoglikemi.(2)
Faktor–Faktor yang mempengaruhi Glukosa
Darah Pada DM
Tipe II
- Kelainan genetika
- Usia
- Gaya hidup
- Pola makan yang salah
Penatalaksanaan DM Tipe II
Pilar utama pengelolaan diabetes
mellitus antara lain perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkasiat
hipoglikemik, dan penyuluhan. (2) Diet yang tepat dan olah raga
yang teratur dapat mengurangi gejala diabetes tipe II, hingga taraf
penderitanya tidak perlu lagi tergantung pada obat.
Pada diabetese yang tidak suka
latihan kebugaran, perlu dipikirkan tiga alasan yang baik untuk mulai
berolahraga demi kesehatan diabtese sendiri: Pertama, diet dengan tambahan olah
raga adalah cara yang paling efektif untuk menurunkan berat badan dan
menurunkan kadar gula darah. Kedua, latihan yang teratur dapat menurunkan
tekanan darah, kolesterol dan resiko anda terkena penyakit jantung. Ketiga, dan
yang paling penting, olah raga dapat memacu pengaktifan produksi insulin dan
membuat kerjanya menjadi lebih efisien. “olah raga dapat menolong
meningkatkan jumlah reseptor insulin dalam tubuh, dan memperlancar pengangkutan
glukosa,: kata John Ivy, Ph.D., profesor dan direktur laboratorium
kinesiologi pada University of Texas di Austin. (17)
Beberapa tip yang perlu diperhatikan
penyandang DM sebelum melakukan latihan jasmani
a. Untuk menghindari hipoglikemia lakukan
latihan jasmani yang teratur, asupan makanan dan cairan yang cukup serta
pemakaian obat-obatan yang tepat/ sesuai.
b. Saat melakukan latihan jasmani sebaiknya
dilakukan pada waktu yang tepat, dengan intensitas dan durasi yang sama. Bila
hal ini tidak mungkin maka sebaiknya mengatur asupan makanannya, misalnya bila
kadar glukosa darah pada saat tersebut 100-180mg/dl maka dianjurkan makan
makanan tambahan 10-15gr, 15-30 menit sebelum melakukan latihan jasmani.
c. Bila kadar glukosa darah < 100mg/dl,
dibutuhkan lebih banyak karbohidrat (25gr), sedangkan bila kadar glukosa darah
> 180mg/dl, tidak diperlukan karbohidrat.
d. Akibat efek latihan jasmani terhadap
penggunaan insulin oleh sel tubuh, sebaiknya penyandang DM tipe I mengurangi
dosis insulin dan meningkatkan asupan makan mengawali latihan jasmani.
e. Pada latihan jasmani yang lebih lama perlu
asupan karbohidrat 10-15gr setiap 30 menit.
f. Latihan jasmani harus segera dihentikan
pada awal ada gejala hipoglikemia
g. Lakukan pemeriksaan medis dan EKG sebelum
memulai latihan jasmani
h. Program latihan jasmani disusun sesuai
beratnya penyakit dan tingkat kebugaran.
Menurut
Soegondo (2005, hlm.76) untuk menentukan intensitas latihan dapat digunakan
denyut nadi maksimal (MHR) yaitu 220-umur. Hal yang perlu diperhatikan setiap
kali melakukan olahraga adala
tahap-tahap (urutan kegiatan) berikut ini:
1)
Pemanasan
Kegiatan ini dilakukan sebelum
memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh
sebelum memasuki latihan yang sebenarnya, seperti menaikkan suhu tubuh,
meningkatkan denyut nadi mendekati intensitas latihan. Selain itu pemanasan
perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cidera akibat olahraga. Lama
pemanasan cukup 5-10 menit.
2)
Latihan Inti
Pada tahap ini denyut nadi diusahakan
mancapai THR (Target Heart Rate atau denyut nadi target) agar benar-benar bermanfaat. Denyut nadi
target ditentukan setelah didapatkan denyut nadi maksimal. Misal intensitas
latihan diprogramkan bagi diabetesi berumur 50 tahun sebesar 60% maka THR=
60%x(220-50)=102. Sebaiknya
THR tidak melebihi 102 kali per menit bila THR lebih akan menimbulkan resiko
yang tidak dingin
3)
Pendinginan
Sebaiknya setelah selesai melakukan
olahraga dilakukan pendinginan, untuk mencegah terjadinya penimbunan asam
laktat yang dapat menimbulkan nyeri pada otot sesudah olahraga atau
pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif. Bila olahraga
yang dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan
untuk beberapa menit.
4)
Peregangan
Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan
otot-otot yang masih teregang dan lebih elastis. Komponen ini lebih penting
pada diabetisi usia lanjut. Pada saat diabetesi akan mengikuti kegiatan
olahraga sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat kebugaran serta kondisi metabolik dari
diabetesi. Jika klien hanya menderita diabetes mellitus (DM) tanpa adanya
komplikasi, olahraga dapat dilakukan dan diabetesi bisa memilih olahraga
kesukaannya dengan memperhatikan hal-hal seperti olahraga. Sebaiknya dilakukan
pada waktu yang tepat, teratur, dengan intensitas dan durasi yang sama untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia
program latihan yang diharuskan bagi penderita diabetes adalah:
a)
Continuous atau berkesinambungan .
b)
Rhythmical atau berirama
c)
Interval atau berselang seling
d)
Proggresive
e)
Endurance
Gerakan pada senam diabetes mellitus (DM) yaitu:
- Latihan berdiri di atas jari-jari kaki: berdiri berpegangan punggung kursi, angkat dan turunkan tubuh dengan berdiri diatas ujung jari kaki, ulangi sampai 20 kali.
- Menekuk lutut: pegang punggung kursi dengan sebelah tangan, tekuk lutut dalam-dalam dengan punggung tetap lurus, ulangi sebanyak 5 kali, lalu pada latihan berikutnya tingkatkan pelan-pelan hingga menjadi 10 kali.
- Menggoyang-goyangkan kaki: berdirilah dekat meja, tangan yang sebelah berpegangan pada pinggir meja, satu kaki diletakkan di atas tumpukan buku tebal atau bangku pendek, sehingga kaki yang lain menjadi tergantung, gerakan kaki yang tergantung itu ke depan dan ke belakang sampai 10 kali, ganti kaki yang sebelahnya dengan membalik posisi berpegangan pada meja.
- Mendorong dinding: letakkan dua tangan di dinding, jauhkan letak kaki dari dinding dengan kedua telapak kaki tetap menempel di lantai, tekuk kedua lengan 10 kali dengan selalu menjaga agar punggung dan lutut tetap lurus dan tungkai tetap terangkat, regangkan urat achilles (pada tumit kaki) dan otot betis, setiap kali menekuk lengan pertahankan posisi tersebut selama 10 detik.
- Menggelindingkan bola dengan kaki: duduklah di atas kursi dengan punggung tegak, kedua kaki diletakkan di atas bola, cengkeramlah bola dengan jari-jari kaki kemudian lepaskan cengkeramnya, ulangi beberapa kali untuk setiap kaki, latihan ini dapat dilakukan sambil membaca koran atau menonton televisi.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif
korelatif dengan pendekatan cross
sectional. Studi korelasi
pada hakikatnya merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua
variabel pada suatu situasi atau sekelompok subyek.(20) Rancangan
cross sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran
/pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu )
antara factor resiko/paparan dan penyakit.(20)
Populasi dan Sempel
1.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek
yang akan diteliti.(20) Populasi dalam penelitian ini adalah
semua diabetese di klub senam diabetes mellitus (DM) rawat jalan RSUD Kendal yang berjumlah 60 orang.
2.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.(20) Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota klub senam yang
menderita diabetes mellitus tipe
2 dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu cara pengambilan sample untuk tujuan tertentu.(21) Pada penelitian ini kriteria penelitian sampel dibagi menjadi dua
yaitu:
a.
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam
penilaian ini adalah :
1)
Peserta senam / aerobik yang bersedia menjadi responden
2)
Peserta yang menderita diabetes
mellitus tipe II
3)
Umur 50 tahun ke atas
4)
Bersedia dan mampu mengikuti
senam DM / aerobik
5)
Telah melakukan senam DM / aerobik secara baik
dan benar
6)
Peserta yang selalu periksa ke layanan
kesehatan dan minum obat secara teratur
7)
Peserta yang telah medapatkan layanan
konsultasi gizi dan melakukan diit secara teratur
b.
Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Bukan penderita DM tipe II
2)
Umur di bawah 50 tahun
3)
Tidak mampu mengikuti senam DM / aerobik secara teratur, disebabkan
cacat fisik atau ada gangguan lain
4)
Olahraga
yang dilakukan penderita tidak bersifat aerobik
Uji Validitas
Hasil uji validitas pada
kuesiner yang digunakan untuk mengukur keteraturan senam DM didapatkan
validitas item seluruhnya berkisar antara 0,362 - 0,975. Dari uji coba tersebut
terdapat 1 item pertanyaan tidak valid yaitu pertanyaan nomor 4 karena
mempunyai nilai r kurang dari 0,532. Kemudian dilakukan analisis lagi dengan
mengeluarkan pertanyaan yang tidak valid, sehingga didapatkan 6 pertanyaan yang
dinyatakan sahih atau reliabel.
Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas menggunakan uji statistik Alpha Cronbach, dari 6 pertanyaan yang valid didapatkan r
hasil 0,941 lebih besar dari α 0,6 yang
berarti bahwa ke enam pertanyaan tersebut reliable untuk
digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.
Etika Penelitian meliputi:
1.
Informed consent
2.
Anomity
3.
Confidentiality (kerahasiaan)
HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Univariat
Kestabilan Gula Darah Responden
Hasil analisis kestabilan gula darah responden setelah melakukan senam
DM dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut ini
:
Tabel 4.2
Analisis Data
Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Di Klub Senam DM RSUD Kendal Bulan
Febuari 2008
Variabel
|
Mean
|
Median
|
Modus
|
Standar
Deviasi
|
Nilai
Min
|
Nilai
max
|
|
|
|||||
Gula Darah
|
146,26
|
150,33
|
-
|
49,59
|
73,33
|
218
|
Dari analisis
data diatas didapatkan nilai rata-rata gula darah responden 146,26 mg/dl,
median 150,33 mg/dl, modus tidak ada, standar deviasi 49,59 mg/dl. Nilai
minimal 73,33, nilai masimal 218 mg/dl. Jadi rata-rata gula darah responden
adalah 146,26 yang berarti gula darah tersebut stabil.
Keteraturan Senam DM.
Distribusi
frekuensi keteraturan pelaksanaan senam DM responden secara jelas dapat dilihat
pada tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3
Distribusi
Frekuensi Responden Menurut Keteraturan Senam DM di Klub Senam DM RSUD Kabupaten
Kendal Bulan Febuari 2008
Keteraturan
Senam DM
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
Teratur
Tidak Teratur
|
6
3
|
66,67
33,33
|
Total
|
9
|
100,00
|
Dalam tabel
4.3 diatas dari 9 orang responden diketahui 6 responden (66,67%) melakukan senam DM secara teratur, sedang 3 responden lainnya (33,33%) tidak
teratur dalam melakukan senam DM.
Analisis Bivariat
Penelitian hubungan senam diabetes
mellitus dengan kestabilan gula darah pada penderita Diabetes mellitus rawat jalan
di RSUD Kabupaten Kendal telah dilakukan pada bulan Febuari 2010, sebanyak 3
kali pengukuran gula darah
responden dan penyebaran kuesioner untuk mengetahui keteraturan responden dalam
melakukan senam DM. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan
antara senam DM dengan kestabilan gula darah responden dapat dilihat dalam
pembahasan pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4.
Hubungan senam diabetes
mellitus dengan kestabilan gula darah pada penderita Diabetes melitus rawat jalan di
RSUD Kabupaten Kendal, pada bulan Febuari 2008.
|
Gula Darah
|
Jumlah
|
ρ Value
|
||||
Senam DM
|
Tidak Stabil
|
Stabil
|
|||||
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
Tidak Teratur
Teratur
|
3
1
|
100,
16,7
|
0
5
|
0,0
|
3
6
|
100,
100,
|
0,048
|
83,3
|
|||||||
Jumlah
|
4
|
44,4
|
5
|
55,6
|
9
|
100,
|
Berdasarkan
uji Chi square dengan menggunakan
Fisher Exact test diperoleh nilai ρ = 0,048. Dengan hasil uji Fisher
Exact didapatkan ρ value < dari α, dimana α = 0,05 sehingga ρ value <
0,05 , hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 9 responden peserta
senam diabetes mellitus (DM), responden termuda berusia 50 tahun dan tertua berusia 69 tahun dengan rata-rata umur responden 58,8 tahun. diketahui dari 9
responden, 5 responden (55,56%) stabil
gula darahnya sedang 4 diantaranya tidak
stabil gula darahnya dengan rincian 1 responden (11,11%) dibawah angka 80 mg/dl
dan 3 responden (33,33%) diatas 180 mg/dl. 6
responden (66,67%) melakukan senam DM secara
teratur, sedang 3 responden lainnya
(33,33%) tidak teratur dalam melakukan senam DM. dari 6 responden yang melakukan senam DM secara teratur, 5 responden
(83,3%) diantaranya stabil gula darahnya hanya 1 responden (16,7%) yang tidak
stabil gula darahnya, sedangkan dari 3 responden yang tidak teratur dalam
melakukan senam DM tidak ada yang stabil gula darahnya. Berdasarkan hasil analisa bivariat kadar gula darah
responden peserta senam di Klub Senam Diabetes Mellitus (DM) RSUD Kendal
dengan menggunakan uji Fisher
Exact didapatkan ρ value 0,048 < dari α, dimana α = 0,05 sehingga ρ
value < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang
berarti ada hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah.
Pada penelitian ini digunakan desain penelitian deskriptif
korelatif dengan pendekatan cross Sectional yang merupakan jenis penelitian tanpa adanya kelompok pembanding
(kontrol). Dengan tidak adanya kelompok pembanding dalam penelitian ini, maka tidak dapat
membandingkan kadar gula darah antara yang tidak mengikuti senam diabetes mellitus
(DM) dengan yang mengikuti senam.
KESIMPULAN
Hasil penelitian hubungan senam diabetes
mellitus (DM) dengan
kestabilan gula darah pada penderita diabetes mellitus
(DM) rawat jalan di klub senam RSUD Kabupaten Kendal dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Responden
peserta senam diabetes
mellitus (DM), berusia 50 tahun keatas dengan rata-rata umur
responden 58,8 tahun.
2.
Responden peserta senam DM
sebagian besar (55,56%) stabil gula darahnya dengan rata-rata 146,26 mg/dl.
3.
Responden peserta senam DM
sebagian besar (66,67%) telah melakukan senam secara teratur (3-4 kali
seminggu) dengan rata-rata 3,33 kali seminggu .
4.
Terdapat hubungan antara senam DM dengan kestabilan gula darah sesudah melakukan
senam diabetes mellitus (DM) pada taraf signifikansi 5%
Saran-saran
1.
Untuk kepentingan Klub Senam diabetes
mellitus (DM) RSUD Kendal
Berdasarkan kesim-pulan hasil penelitian diatas, disarankan kepada
pengurus dan peserta Senam diabetes mellitus
(DM) untuk mela-kukan senam DM secara benar dan teratur
3-4 kali semingg agar tetap stabil gula darahnya, mensosialisakan program senam kepada
masyarakat luas, sehingga peserta senam dapat diting-katkan. Selain itu dapat
membantu menyediakan fasi-litas dan pelayanan kepada diabetese untuk menjaga
kadar glukosa darahnya dan mengurangi ketergantungan pada obat-obatan serta
menciptakan kualitas keseha-tan yang lebih baik.
2.
Untuk kepentingan keilmuan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjut-nya
dengan mengikutser-takan
variabel-variabel lain yang mungkin mempenga-ruhi kadar glukosa darah pada
diabetese.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Indonesia Sehat 2010, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2003.
Soegondo, S. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005.
Lampung Post. Wabah Diabetes Ancam Asia, htpp://www.lampungpost.com.. Diperoleh
tanggal 20 Nopember 2007.
http://health-Irc. Or. Id
Vitahelth. Diabetes, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta 2006.
Syaifullah, Noer. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI Edisi III, Jakarta, 1996
Iqbal
Mubarak, Wahit dkk. Buku Ajar Ilmu Keperawatan komunitas, CV Sagung Seto, Jakarta 2006
Smeltzer,Suzanne C. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 2001
Sudoyo,Aru W. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta, 2006.
Wiyanti,A&BertRatulangi,B.http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm
Rusdiyanto. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia,
Jakarta, 2006
HalomoanHutagalung.Karbohidrat,File://F:/karbohidrat%20Dr%20Halomoan%20Hutagalung%20Bagin%20Fakultas
kedokteran Undip,Diperoleh
09/12/2007
Moerdowo,RM. Spektrum DiabetesMellitus, Djambatan Jakarta, Jakarta,1989
Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005
Mansyur, Arif . Kapita Selekta Kedokteran, FKUI Edisi III, Jakarta, 2001
Perkeni. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe -2 di Indonesia, Jakarta, 2006.
Sustrani, dkk. Senam
Diabetes Mellitus, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2006
C Ronald Kahn. Joslin’s Diabetes Mellitus : 14th
Edition, A Wolters Kluwer
Company, 2005
Santoso, Mardi. Senam DM. Persadia DKI Jakarta. (audio), 2007
Notoatmodjo,
S. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta,2005.
Aziz Alimul H. Metodologi
Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta,
2007
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta,
Bandung, 2009
.Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Edisi 1 Cet 7. Bumi Aksara, Jakarta, 2004.
FAKTOR -
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN
PASIEN PRE OPERASI DI RUANG RAWAT INAP
RSI KENDAL
Oleh. YULIA ARDIYANTI
ABSTRACT
THE CORELATION FACTORS OF
THE CLASS ANXIOUSNESS FOR PRE SURGICAL OPERATION PATIENT IN TREATMENT ROOM OF
HOSPITAL ISLAM KENDAL
The anxiousness defines a confuseness,a worriness for future
situation without any clear reasons, and it is related to unsure emotion and
powerless. The main reasons is still unreveal, however based on the writer’s
predispotition, it can be concuded that : There are factors which influence the
class of anxiousness for pre surgical operation patient. The aim of this
research is to investigate : there are correlation between age, gender,
education and earnings with the class of anxiousness for pre surgical operation
patient.
This is a descriptive analyze research, and uses a cross sectional
design research. Beside that, the writer also uses a chi – square test to
gender and spearman’s rho test for education, age and earnings. The object of
this research is all of pre surgical operation patient in treatment room og
general hospital Islam Kendal since
Nopember 26 to December 27, 2008. in doing this research, the writer uses 97
people as sample, and in supporting this ata the writer giver a questioner to
every respondent directly.
The result of this research shows that there are significant
correlation between age, gender, education, and earnings with the class of
anxiousness for pre surgical operation patient. The class of anxiousness for
pre surgical operation patient in general hospital Islam Kendal is low because
about 49 responden only or 50,5 %.
Reference : 12
(1997-2004)
The key word : age,
education, gender, earnings, the class of anxiousness for pre surgical
operation patient.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala bentuk
prosedur pembedahan selalu didahului dengan suatu reaksi emosional tertentu
pasien, reaksi tersebut jelas atau tersembunyi. Anxietas pre operatif perupakan
suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien
sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh atau
bahkan kehidupan itu sendiri (Brunner & Suddarth, 2002).
Pembedahan atau
operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasive dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani (Sjamsuhidajat, 1997).
Pasien pre operatif
dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap anetesia, takut terhadap
nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan dan takut tentang deformitas
atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau
anxietas. Selain ketakutan-ketakutan tersebut pasien juga mengalami
kekhawatiran lain seperti masalah finansial, tanggung jawab terhdap keluarga
dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan prognosa yang buruk atau
probabilitas kecacatan dimasa yang akan datang dan ancaman ketidakmampuan permanen
yang lebih jauh, hal ini memperberat ketegangan emosional yang sangat hebat
yang diciptakan oleh prospek pembedahan. Adanya respon psikologis yang muncul
pada pasien pre operasi akan diikuti dengan respon fisiologis, seperti ; nadi
cepat, peningkatan tekanan darah, peningkatan pernafasan, dilatasi pupil, mulut
kering, telapak tangan basah dan gelisah (Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Susilawati.
Et al (2005) kecemasan adalah kebingunan, kekhawatiran pada suatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya. Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu
keadaan yang tidak meyenangkan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari-hari dan dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan
sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan pada pasien
sebagai individu dapat disebabkan karena adanya suatu ancaman terhadap
integritas biologis, konsep diri dan harga diri. Respon terhadap ancaman dapat
berupa kecemasan ringan, sedang, berat dan panik.
Adanya kecemasan
yang dialami oleh pasien pre operasi akan memberikan pengaruh dalam penyembuhan
luka post operasi. Pasien yang mengalami kecemasan akan sedikit melakukan
mobilisasi sehingga proses penyembuhan luka operasi akan mengalami hambatan.
Sedangkan pasien yang telah mempunyai pengetahuan sehingga tidak mengalami
kecemasan atau berupa kecemasan ringan akan melakukan mobilisasi sehingga
mempercepat penyembuhan luka operasi.
Kasus pembedahan,
berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSI Kendal dari bulan Juli – September
2008 terdapat 254 kasus pembedahan dengan rincian operasi besar 126 kasus,
operasi sedang 76 kasus dan operasi kecil 52 kasus. (Rekam Medik RSI Kendal).
Dari hasil observasi
terhadap pasian yang akan menjalani operasi, pasien dihantui adanya rasa
kecemasan dan disertai dengan kemauan untuk penolakan tindakan pembedahan
tersebut dan keinginan untuk mencari alternatif tindakan yang lain, walaupun
sebelumnya pasien sudah diberitahu tentang prosedur persiapan operasi yang
harus dijalani. Dari fenomena inilah yang membuat penulis tertarik untuk
mengangkat permasalahan ini sebagai bahan penelitian.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian
di atas, maka perumusan masalah yang dapat dianggat adalah “Faktor-faktor apa
saja yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang
rawat inap RSI Kendal ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kecemasan pasien pre
operasi
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
c. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien
pre operasi berdasarkan umur.
d. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien
pre operasi berdasarkan jenis kelamin.
e. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien
pre operasi terhadap status pendidikan.
f. Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pasien
pre operasi berdasarkan tingkat sosial ekonomi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi serta sebagai
pengalaman dalam melakukan penelitian.
2. Bagi Profesi
Dapat menambah pengeta-huan tentang
tingkat kece-masan pada pasien pre operasi
dan untuk memper-timbangkan dalam membe-rikan intervensi pada pasien pre
operasi yang mengalami kecemasan sesuai tingkat kecemasannya.
3. Bagi Pengembangan Pendidikan Keperawatan
Berguna sebagai wacana ilmiah dan
sumber penge-tahuan dalam modifikasi pelaksanaan rencana asuhan pada pasien pre
operasi untuk meminimalkan rasa kecema-san menjelang operasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Karakteristik
Individu :
|
Variabel Independen Variabel
Dependen
B. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan non-eksperimen
dengan desain penelitian deskriptif analitik melalui pendekatan cross sectional, yaitu rancangan
penelitian dengan melakukan pengukuran / pengamatan pada saat bersamaan
(Alimul, 2003).
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi
|
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah kum-pulan
individu yang akan diukur atau diamati cirinya. Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah se-mua pasien pre operasi di RSI.
2. Sampel
Sampel adalah
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Arikunto, 1998). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien
pre operasi di RSI Kendal. Pengambilan sampel yang digunakan adalah secara
total populasi.
3. Kriteria
Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah :
a. Pasien yang akan menjalani operasi di ruang
rawat inap RSI Kendal
b. Pasien berusia lebih dari 12 tahun.
c. Pasien yang bersedia menjadi responden.
4. Kriteria
Eksklusi
a. Pasien yang
mengalami gangguan kejiwaan.
b. Pasien tuli dan tidak bisa bicara.
c. Pasien yang tidak bisa baca tulis
D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Tempat
yang dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di RSI Kendal
2. Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan bulan
Nopember – Desember 2008
.
E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
No.
|
Variabel
|
Definisi
|
Kategori
|
Skala
|
1.
|
Umur
|
Usia pasien pada saat penelitian yang diyatakan dalam tahun
|
13-21 tahun
22-40 tahun
41-56 tahun
>56 tahun
|
Ordinal
|
2.
|
Jenis Kelamin
|
Ciri seks kelamin primer
|
Laki-laki
Perempuan
|
Nominal
|
3.
|
Pendidikan
|
Tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti pasien
|
SD
SMP
SMA
D3
S1
|
Ordinal
|
4.
|
Sosial ekonomi
|
Jumlah pendapatan pasien selama 1 bulan
|
Rendah
(< 500.000)
Sedang (500.000 s/d 1.000.000)
Tinggi
(> 1.000.000)
|
Ordinal
|
5.
|
Tingkat Kecemasan
|
Respon psikologik terhadap stress yang mengandung komponen
fisiologi dan psikologi
|
Ringan
Sedang
Berat
Panik
|
Ordinal
|
F. Alat penelitian dan Cara Pengumpulan Data
1. Alat Penelitian
Penelitian ini menggu-nakan
kuesioner sebagai alat penelitiannya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Metode
kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner
langsung, kelebihan metode ini adalah memudahkan responden untuk menjawab
pertanyaan, karena tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan keadaannya.
2.
Cara Pengumpulan data
Cara pengumpulan
data adalah suatu prosedur yang sistematis standar untuk memperoleh data yang
diperlukan, hal ini berguna untuk memecahkan masalah (Arikunto, 1998).
Cara pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
a. Peneliti mengajukan ijin pada Direktur RSI
Kendal untuk mengadakan penelitian.
b. kemudian peneliti menga-dakan pedekatan dengan
responden agar calon res-ponden bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
dan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
c. Peneliti memberi penjela-san kepada responden
ten-tang tujuan penelitian ini.
d. Responden diberi kuesi-oner untuk diisi
sesuai de-ngan petunjuk yang telah diberikan, responden dia-rahkan supaya
mengisi semua pertanyaan yang ada dan apabila telah selesai dikembalikan kepada
peneliti.
e. Setelah semua kuesioner terkumpul, kemudian
dilakukan langkah pengolahan dan analisa data.
G. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data
1. Tehnik
Pengolahan Data
Langkah-langkah
pengolahan data sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah mengoreksi kesalahan-kesalahan
yang ditemui, dengan cara peneliti melakukan pengecekan kelengkapan data-data yang ada, jika ditemui data yang
salah pengisiannya maka data tidak dipergunakan.
b. Coding
Teknik ini dilaku-kan dengan
memberikan tanda-tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka,
selan-jutnya dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja untuk memudahkan
pengolahan.
c. Tabulating
Sebelum data dike-lompokkan menurut
kate-gori yang telah ditentukan, selanjutnya ditabulasikan dengan melakukan
penen-tuan data, sehingga dipero-leh frekuensi dari masing-masing variabel
penelitian. Kemudian memindahkan data ke dalam tabel-tabel yang sesuai dengan
kriteria.
2. Teknik
Analisa Data
a. Analisis univariat.
Tehnik analisa data yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah
analisis uni-variat yang dilakukan ter-hadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2002).
b. Analisis bivariat.
Analisis bivariat yang dila-kukan terhadap dua varia-bel yang
juga berhubungan atau berkorelasi. Pengola-han data menggunakan computer dengan
SPSS ver.11
Sebelum dilakukan analisis bivariat
dilakukan uji normalitas data. Hasil uji normalitas data menunjuk-kan bahwa
data terdis-tribusi tidak normal se-hingga uji korelasi meng-gunakan
Spearman’s.
Ha diterima jika p value < 0,05, dan Ha
di tolak jika p value > 0,05.
H. Etika Penelitian
Menurut Alimul (2003), masalah etika dalam penelitian
keperawatn meliputi :
1. Informed
consent (Lembar persetujuan penelitian)
Adanya persetujuan antara peneliti dengan respon-den, peneliti
memberi-kan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum
penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden dengan tujuan subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya, jika subyek ber-sedia maka mereka harus menandatangani
lembar perse-tujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak pasien.
2. Tanpa
Nama (Anonimity)
Peneliti tidak memberi-kan nama responden pada lembar alat
ukur hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data..
3. Kerahasiaan
(convidentiality)
Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut
yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisis Univariate
1. Umur responden
Tabel 1. Distribusi
Responden Berdasarkan Umur
Umur (Tahun)
|
Frekuensi
|
Persentase
|
13-21 tahun
22-40 tahun
41-56 tahun
>56 tahun
|
9
43
31
14
|
9,3
44,3
32,0
14,4
|
Total
|
97
|
100
|
Dari tabel 1 tampak bahwa sebagian
besar responden mempunyai rentang umur 22-40 tahun yaitu 43 responden atau 44,3
%, umur 41-56 tahun sebesar 31 responden atau 32 %, umur > 56 tahun sebesar
14 responden atau 14,4 % dan umur 13 – 21 tahun sebesar 9 responden atau 9,3 %.
2. Jenis Kelamin Responden
Tabel 2. Distribusi
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Laki-laki
Perempuan
|
55
42
|
56,7
43,3
|
Total
|
97
|
100
|
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa,
sebagian responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 55 responden atau 56,7 %
dan perempuan sebesar 42 responden atau 43,3 %.
3. Pendidikan Terakhir
Tabel 3. Distribusi
Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir
|
Frekuensi
|
%
|
SD
SMP
SMA
D3
S1
|
35
13
32
14
3
|
36,1
13,4
33,0
14,4
3,1
|
Total
|
97
|
100
|
Dari tabel 3 tampak bahwa sebagian
besar responden mempunyai tingkat pendidikan SD yaitu 35 responden atau 36,1 %,
SMA 32 responden atau 33 %, D3 sebanyak 14 responden atau 14,4 %, SMP sebanyak
13 responden atau 13,4 % dan S1 sebanyak 3 responden atau 3,1 %.
4. Sosial Ekonomi Responden
Tabel 4. Distribusi
Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan
|
Frekuensi
|
%
|
Rendah (< 500.000)
Sedang (500.000 s/d 1.000.000)
Tinggi (> 1.000.000)
|
55
28
14
|
56,7
28,9
14,4
|
Total
|
97
|
100
|
Dari tabel 4 tampak bahwa sebagian
besar res-ponden mempunyai tingkat pendapatan perbulan yang rendah (< Rp 500.000)
yaitu sebesar 55 responden atau 56,7 %, pendapatan sedang 28 responden atau
28,9 % dan pendapatan tinggi sebanyak 14 responden atau 14,4 %.
5. Tingkat Kecemasan
Tabel 5. Distribusi
Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Tkt Kecemasan
|
Frekuensi
|
%
|
Ringan
Sedang
Berat
Panik
|
49
39
8
1
|
50,5
40,2
8,2
1,0
|
Total
|
97
|
100
|
Dari tabel 5 tampak bahwa sebagian
besar res-ponden mempunyai tingkat kecemasan ringan yaitu 49 responden atau
50,5 %, tingkat kecemasan sedang 39 responden atau 40,2 %, tingkat kecemasan
berat 8 responden atau 8,2 % dan panic sebanyak 1 responden atau 1 %.
B. Hasil Analisis Bivariate
1. Hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien
pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Tabel. 6 Distribusi frekuensi tentang hubungan umur dengan tingkat kecemasan
pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Umur
(tahun)
|
Tingkat Kecemasan
|
Total
|
P
value
|
||||||||
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Panik
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
|
13 – 21
22 – 40
41 – 56
> 56
|
1
21
17
10
|
1,0
21,6
17,5
10,3
|
4
19
12
4
|
4,1
19,6
12,4
4,1
|
3
3
2
-
|
3,1
3,1
2,1
-
|
1
-
-
-
|
1,0
-
-
-
|
9
43
31
14
|
9,3
44,3
32
14,4
|
0,004
|
Jumlah
|
49
|
50,4
|
39
|
40,2
|
8
|
8,2
|
1
|
1,0
|
97
|
100
|
|
Dari table 6, menun-jukkan bahwa
sebagian besar responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan berumur 22 –
40 tahun sebesar 21 responden (21,6 %), umur 41 – 56 tahun sebesar 17 responden
(17,5 %), umur > 56 tahun sebanyak 10 responden (10,3 %) dan umur 13 – 21
tahun sebanyak 1 responden (1,0 %).. Respon-den yang mengalami kecema-san sedang
sebagian besar berumur 22 – 40 tahun seba-nyak 19 responden (19,6 %), yang
berumur 41 – 56 tahun sebanyak 12 responden (12,4 %), yang berumur 13 – 21
tahun dan > 56 tahun masing-masing 4 responden (4,1 %). Responden yang
mengalami tingkat kecemasan berat berumur 13 – 21 tahun dan 22 – 40 tahun
masing-masing 3 responden (3,1 %). Sedangkan responden yang mengalami tingkat
kecemasan panic berumur 13 – 21 tahun hanya 1 responden (1,0 %).
Bila dilihat
dengan statistic hubungan antara umur respon-den dengan tingkat kecemasan pre
operasi didapatkan p value 0,004.
Hasil ini menunjukkan bahwa p value
< 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi.
2. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Tabel. 7 Distribusi frekuensi tentang hubungan jenis kelamin dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI
Kendal
Jenis kelamin
|
Tingkat Kecemasan
|
Total
|
P
value
|
||||||||
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Panik
|
||||||||
n
|
%
|
N
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
|
Laki-laki
Perempuan
|
35
14
|
36,1
14,4
|
19
20
|
19,6
20,6
|
1
7
|
1
7,2
|
-
1
|
-
1,0
|
55
42
|
56,7
43,3
|
0,003
|
Jumlah
|
49
|
50,5
|
39
|
40,2
|
8
|
8,2
|
1
|
1,0
|
97
|
100
|
|
Berdasarkan table 7, menunjukkan
bahwa tingkat kecemasan ringan sebagian besar dialami oleh responden laki-laki
sebanyak 35 responden (36, 1 % ), pada
responden wanita sebanyak 14 responden (14,4 %). Tingkat kecemasan sedang pada
responden perempuan lebih besar yaitu 20 responden (20,6 %), responden
laki-laki sebanyak 19 responden (19,6 %). Tingkat kecemasan berat pada
responden perempuan sebanyak 7 responden (7,2 %), pada responden laki-laki
sebanyak 1 responden (1,0 %). Sedangkan tingkat kecemasan panic dialami oleh
responden perempuan sebanyak 1 responden (1,0 %).
Bila dilihat dengan statistic hubungan
antara jenis kelamin responden dengan tingkat kecemasan pre operasi didapatkan p value 0,003. Hasil ini menunjukkan
bahwa p value < 0,05 berarti ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien
pre operasi.
3. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Tabel. 8 Distribusi frekuensi tentang hubungan tingkat pendidikan dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Pendidikan
|
Tingkat Kecemasan
|
Total
|
P
value
|
||||||||
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Panik
|
||||||||
N
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
|
SD
SMP
SMA
D3
S1
|
8
8
21
11
1
|
8,2
8,2
21,6
11,3
1
|
19
5
11
2
2
|
19,6
5,2
11,3
2,1
2,1
|
7
-
-
1
-
|
7,2
-
-
1,0
-
|
1
-
-
-
-
|
1,0
-
-
-
-
|
35
13
32
14
3
|
36,1
13,4
33
14,4
3,1
|
0,000
|
Jumlah
|
49
|
50,5
|
39
|
40,2
|
8
|
8,2
|
1
|
1,0
|
97
|
100
|
|
Berdasarkan table 8, menunjukkan
bahwa respon-den yang mengalami tingkat kecemasan ringan dengan pendidikan SMA
sebanyak 21 responden (21,6 %), pendi-dikan D3 sebanyak 11 responden (11,3 %),
pendidikan SMP dan SD masing-masing 8 responden (8,2 %). Tingkat kecemasan
sedang dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 19 responden (19,6 %), pendidikan
SMA 11 responden (11,3 %), pendidikan SMP 5 responden (5,2 %) dan pendidikan D3
dan S1 masing-masing 2 responden (2,1 %).
Hasil analisis statistic berkaitan
dengan hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat kecemasan
pre operasi didapatkan p value 0,000.
Hasil ini menunjukkan bahwa p value
< 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi.
- Hubungan social ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Tabel. 9 Distribusi frekuensi tentang hubungan social ekonomi dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI Kendal
Tingkat social ekonomi
|
Tingkat Kecemasan
|
Total
|
P
value
|
||||||||
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Panik
|
||||||||
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
n
|
%
|
|
|
Rendah
Sedang
Tinggi
|
20
18
11
|
20,6
18,6
11,3
|
27
10
2
|
27,8
10,3
2,1
|
7
-
1
|
7,2
-
1
|
1
-
-
|
1,0
-
-
|
55
28
14
|
56,7
28,9
14,4
|
0,001
|
Jumlah
|
49
|
50,5
|
39
|
40,2
|
8
|
8,2
|
1
|
1,0
|
97
|
100
|
|
Dari table 9, menun-jukkan bahwa
responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan dengan tingkat social ekonomi
rendah sebanyak 20 responden (20,6 %), tingkat social ekonomi sedang seba-nyak
18 responden (18,6 %), tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 11 responden
(11,3 %). Tingkat kecemasan sedang pada responden dengan tingkat social ekonomi
rendah seba-nyak 27 responden (27,8 %), tingkat social ekonomi sedang sebanyak
10 responden (10,3 %) dan tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 2 responden
(2,1 %). Tingkat kecemasan berat pada
responden dengan social ekonomi rendah seba-nyak 7 responden (7,2 %) dan
tingkat social ekonomi tinggi sebanyak 1 responden (1,0 %). Tingkat kecemasan
panic dia-lami oleh responden dengan tingkat social ekonomi rendah sebanyak 1
responden (1,0 %).
Bila dilihat dengan sta-tistic
hubungan antara social ekonomi responden dengan tingkat kecemasan pre operasi
didapatkan p value 0,001. Hasil ini
menunjukkan bahwa p value < 0,05
berarti ada hubungan yang signifikan antara social ekonomi dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi.
PEMBAHASAN
A. Umur Responden
Hasil penelitian tentang hubungan
antara umur dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang rawat inap RSI
Kendal menunjukkan bahwa sebagian besar responden menga-lami tingkat kecemasan
ringan yang berumur pada rentang 22 – 40 tahun sebanyak 21 responden atau 21, 6 %. Hasil uji statistic juga
memberikan hasil p value 0,004 dimana
p value < 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat
kecemasan.
Hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada,
dimana responden yang mayoritas mengalami ting-kat kecemasan ringan berusia 22
– 40 tahun. Sedangkan responden yang mengalami tingkat kecema-san panic hanya 1
responden pada rentang usia 13 – 21 tahun.
Usia muda biasanya mudah mengalami
cemas / stres dikarenakan bertumpuknya ma-salah yang mungkin sering dialami
oleh seseorang. Walau umur sukar ditentukan karena sebagian besar pasien
melapor-kan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat.
Tapi sering kali kecemasan terjadi pada usia 20 – 40 tahun (Sulistyawati,
1998).
B. Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian dida-patkan
sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan ringan, yang mayoritas dialami
oleh responden laki-laki yaitu se-besar 35 responden atau 36, 1 %. Sedangkan
responden perempuan sebagian besar mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu 20
responden atau 20,6 % dan yang mengalami tingkat kecemasan ringan hanya 14
responden atau 14,4 %.
Perempuan dengan ting-kat kecemasan
panic 1 responden (1 %) sedangkan responden laki-laki tidak ada yang mengalami
tingkat kecemasan panic. Demi-kian juga responden perempuan yang mengalami
tingkat kecema-san berat sebanyak 7 responden (7,2 %) sedangkan responden
laki-laki hanya 1 responden (1 %). Uji statistic yang dilaksana-kan memberikan
hasil p value 0,003 atau p value < 0,05 yang berarti bahwa ada
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan.
Umumnya wanita lebih mudah mengalami
stres, tetapi umur wanita lebih tinggi dari pria. Diperkirakan jumlah mereka
yang mengalami gang-guan kecemasan sampai 5 % dari jumlah penduduk yang ada,
dengan perbandingan wanita dan pria 2 banding 1 dan diperkirakan antara 2 – 4 %
diantara penduduk di suatu kehidupan pernah mengalami gangguan cemas
(Sulistyawati, 1998). Menurut Fortinash, et al (2003), kecema-san terjadi dua
kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan perem-puan
lebih cenderung emosi yang dipakai sedangkan laki-laki cenderung memakai rasio.
Berdasarkan hasil peneli-tian
memberikan gambaran bahwa memang perempuan lebih mudah mengalami stress dimana
responden perempuan mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
responden laki-laki yang sebagian besar hanya mengalami tingkat kecemasan
ringan dan sedang.
C. Tingkat Pendidikan
Menurut Soewandi (2001), faktor
ekonomi, pengetahuan dan latar belakang pendidikan juga mempunyai pengaruh
terhadap tingkat kecemasan. Tingkat pendidikan yang rendah pada individu akan
menyebabkan individu tersebut mudah mengalami stress.
Seseorang yang mempu-nyai tingkat
pendidikan yang tinggi tentunya juga akan berpe-ngaruh pada tingkat pengetahu-annya
tinggi dimana akan terdapat perbedaan perilaku dengan seseorang yang berpe-ngetahuan
rendah. Mereka akan lebih mudah untuk menerima informasi, khususnya berkaitan
dengan tindakan operasi baik itu tentang persiapan, pelaksanaan sampai dengan
perawatan pasca operasi. Begitupun halnya dengan kecemasan pasien pre operasi
juga akan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan juga pengalaman yang tidak
menyenangkan yang pernah dialami (Sulistyawati, 1998).
Penelitian yang dilakukan memberikan
hasil bahwa seba-gian besar responden mengalami tingkat kecemasan ringan dengan
tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 21 responden (21,6 %). Responden yang
mengalami tingkat kecemasan berat 76 responden (7,2 %) dengan tingkat
pendidikan SD. Dari hasil uji statistic didapatkan bahwa p value 0,000 atau p value
< 0,05 sehingga ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.
Hasil penelitian yang didapatkan
sesuai dengan teori dimana responden yang mengalami tingkat kecemasan berat
adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan SD.
D. Tingkat Sosial Ekonomi
Faktor ekonomi, penge-tahuan dan
latar belakang pendi-dikan juga mempunyai pengaruh terhadap tingkat kecemasan.
Tingkat pendidikan yang rendah pada individu akan menyebabkan individu tersebut
mudah menga-lami stress (Soewandi, 2001). Tingkat pendidikan dan status ekonomi
yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah me-ngalami
stres dibanding dengan mereka yang tingkat pendidikan dan status ekonominya
tinggi (Sulistyawati, 1998).
Hasil penelitian meng-gambarkan bahwa
sebagian besar responden mengalami tingkat kecemasan sedang dengan tingkat
social ekonomi rendah yaitu 27 responden (27,8 %). Respon-den yang mengalami
tingkat kecemasan panic terdapat 1 responden (1 %) yaitu respon-den yang
mempunyai tingkat social ekonomi rendah sedangkan responden dengan tingkat
social ekonomi tinggi tidak ada mengalami reaksi kecemasan hingga pada tingkat
panic.
Hasil penelitian yang didapatkan
telah sesuai dengan teori dimana responden yang memiliki tingkat social ekonomi
rendah berpeluang untuk mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Meskipun pada
saat ini untuk keluarga miskin sudah mendapatkan jaminan pelayanan oleh
pemerintah lewat askeskin, tapi mereka masih berpeluang mengalami kecemasan
karena masih mempunyai tanggungan untuk keluarga yang ditinggalkan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Azis. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Brunner & Suddarth. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medika.,
Jakarta : EGC.
Ester Monica, 2001. Keperawatan Medikal Bedah; Pendekatan Sistem
Gastro intertinal. Jakarta : EGC
Fortinash, K.M dan Worret,
P.A.H. 2004. Phychiatric Menthal Health
Nursing (3th.ed). United States of American : Mosby
Kaplan H.I dan Sadock B.J.
Alih Bahasa dr. Widjaya Kusuma. 1997. Sinopsi
Psikiatri. Jakarta : Binarupa Aksara.
Long Barbara C. 1997. Buku Perawatan Medikal Bedah, Bandung :
Yayasan IAPK Pajajaran.
Notoatmodjo Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Isstrumen Penelitian Keparawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Stuart, W. Gail dan Sundeen,
J. Sandra. Editor Yasmin Asih. 1998. Buku
Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC.
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Jakarta :
EGC
PROFIL PEROKOK REMAJA PADA
SMA MUHAMMADIYAH WELERI
TINJAUAN EPIDEMIOLOGI
TEGUH
ANINDITO, SKM
Dosen
AKPER Muhammadiyah Kendal
ABSTRAK
Rokok adalah tembakau kering yang
dibungkus dengan daun nipah misalnya kertas atau daun jagung, yang biasanya
dibakar untuk dihisap asapnya oleh manusia. Penggunaan rokok sebagai kesenangan
sudah dimulai sejak lama. Sekarang rokok telah dihisap oleh para remaja bahkan
anak-anak.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui profil remaja yang berkaitan dengan kebiasaan merokok yaitu
perokoknya. Jenis rokok yang disukai dan karakteristik lingkungan yang
berkaitan dengan kebiasaan merokok.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei secara
deskriptif sebagai sebuah studi kasus dimana peneliti ingin mengetahui perokok
remaja di SMA Muhammadiyah Weleri.
Hasil penelitian menunjukkan adanya
perokok sebanyak 33,24 % dari keseluruhan 423 responden dengan proporsisiswa
laki-laki 52,8 % dan perempuan 2,9 %. Mereka menyukai rokok putih dan
berfilter, dan merokok pertamakali akibat pergaulan dengan teman bermain.
Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa sudah sebagian besar siswa menjadi perokok meskipun masing-masing
tergolong perokok ringan. Jenis rokok menunjukkan adanya kesadaran bahaya
rokok. Dan kebiasaan merokok berkaitan dengan lingkungan teman bermain. Untuk
itu perlu kiranya dilakukan upaya intensif dari pihak Dinas Kesehatan, Sekolah
dan kalangan ulama untuk menekan jumlah perokok dan akibatnya.
Kata kunci : epidemiologi, profil, perokok
LATAR BELAKANG
Sejak
diketahui adanya pemakaian rokok oleh masyarakat Indian kuno sampai sekarang
penyebaran pembuatan dan penggunaannya sudah tanpa batas. Rokok sebagai
komoditas jual yang merata sehingga mudah didapatkan dimanapun, sekalipun di
wilayah yang jauh dari produsen.
Terlebih di
wilayah Kendal yang jelas merupakan daerah produsen tembakau bahan dasar rokok.
Yang berpusat di Kecamatan Gemuh dan Weleri. Siswa SMU Muhammadiyah Weleri
sebagian besar berasal dari dua Kecamatan di atas. Yang notabene lingkungan
juga dimungkinkan ada hubungannya dengan kebiasaan merokok. Karena kurang lebih
selama satu bulan juga ikut mengelola hasil tanaman tembakau membantu orang
tua.
Karena pembeli
dan pemakai rokok tidak pernah diadakan pembatasan usia, maka terjadilah
peningkatan jumlah perokok seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dimulai
dari Perang Dunia I, terjadilah peningkatan jumlah perokok secara masal, bahkan
pada tahun 1916 masyarakat Amerika telah merokok 25 biliun batang rokok putih
dan menjadi 450 biliun pada tahun 1951. Hampir di semua negara berkembang
paling sedikit 50% pria dewasa terikat dengan penggunaan tembakau, karena
merokok merupakan kebiasaan yang disenangi kaum pria. Sedangkan perempuan
kurang dari 5% kecuali di Bangladesh, Nepal dan Thailand. (3)
Angka kematian
bagi perokok 70 % lebih tinggi dibandingkan dengan non perokok terutama bagi
pria umur 45-54 tahun. Penelitian di Inggris menunjukkan, jumlah perokok 25
batang setiap hari (berumur 35 tahun) 40 % akan meninggal sebelum berumur 65
tahun. Jika non perokok, hanya 15 % yang meninggal sebelum 65 tahun (4)
Bahaya lain
akibat rokok yang diakibatkan oleh zat yang terkandung dalam asap rokok adalah
penyakit jantung koroner, merangsang terjadinya kanker. Meningkatnya resiko
penyakit saluran pernapasan, pada wanita hamil dapat terjadi kematian dan cacat
janin, meningkatnya tekanan darah, mengganggu fertilitas, peningkatan
prevalensi gondok. Selain itu juga menghambat buang air kecil dan menimbulkan
amblyopia. Menyebabkan addiksi karena rokok membuat keinginan merokok
terus-menerus. Dan terakhir rokok adalah sebagian dari sumber polusi. (5)
Di Indonesia
sejak jaman raja-raja Mataram digunakan rokok dari kelembak, biasanya tembakau
dicampur dengan kemenyan. Dalam beberapa etnik ditemukan acara persembahan
rokok sebagai upacara ritual.
Gabungan
Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia membuat estimasi bahwa pertambahan konsumsi
rokok 3,5 % setiap tahun. Sehingga pada tahun 1995 jumlah perokok di
Indonesia sebanyak 45 juta orang. Untuk
pria perokok umur 10 tahun ke atas dan 3,2 juta orang untuk wanita perokok umur
10 tahun ke atas.
Suatu survei
yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di Jakarta untuk melihat : Menjadi
Perokok dan Perilaku Perokok pada tahun 1989/1990 menunjukkan bahwa dari
perokok laki-laki ada 58,9 %, perokok setiap hari ada 33,1 %, perokok kadang-kadang
25,8 % serta perokok bekas 5,3 %. Perokok wanita ada 3,8 %, perokok setiap hari
ada 1 %, perokok kadang-kadang 2,8 % dan perokok bekas 0,6 %.
Pada laki-laki
rata-rata mulai merokok pada usia 19 tahun dengan jenis rokok yang disukai
adalah rokok kretek. Di Jakarta Selatan, di antara anak-anak berumur 12-18
tahun 80 % telah menjadi perokok. Di SLTA hampir 50 % murid laki-laki menjadi
perokok dan 10 % murid perempuan menjadi perokok.(5)
SMU adalah
sekolah dengan siswa yang homogen dari jenis kelamin. Kalau penelitian diambil
di SMK Ekonomi (SMEA) jumlah siswa perempuan lebih mendominasi. Dapat diduga
hasilnya akan banyak didapatkan yang menjawab tidak merokok. Sedangkan kalau di
SMK Teknik (STM) siswa laki-laki lebih mendominasi. Maka hasilnya dimungkinkan
data siswa perempuan sangat kurang. Padahal ada dugaan sementara, bahwa siswa
perempuan juga ada yang merokok.
Dilatar
belakangi oleh perkembangan kepribadian usia remaja berupa kehidupan sosial
yang terikat pada kelompok sebaya. Dan tugas perkembangan berupa pencapaian
kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya (7) Maka remaja mudah sekali meniru teman
sebayanya merokok agar dianggap anggota kelompok. Meskipun banyak juga yang
merokok karena bapaknya merokok sebanyak 73 % dan 8 % karena ibunya merokok
menurut survei Yayasan Jantung Indonesia. (5) Apalagi menurut survei
terhadap anak sekolh juga menunjukkan bahwa mereka yang kurang pandai di
sekolah adalah perokok. Mereka berusaha membuat dirinya tampak dewasa untuk
mengkompensasi kegagalan mereka di kelas. (8)
Dari itu mempelajari profil perokok remaja menjadi
penting karena akan dapat diketahui berbagai hal yang menyebabkan mereka
menjadi perokok dari sisi responden, rokoknya sendiri dan lingkungan yang
mempengaruhi. Agar dapat memberikan sumbang saran untuk menekan prevalensi
perokok dan bahayanya. Meskipun
halangannya juga banyak karena promosi begitu gencar dan menarik.
Sedangkan kemudahan membeli rokok sudah tanpa batas waktu, tempat dan usia
pembeli.
Berkaitan
dengan itulah penulis terdorong untuk meneliti profil perokok remaja. Sebab
bukan tidak mungkin mereka akan melanjutkan kebiasaan ini hingga masa tuanya.
Padahal merokok merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Dan bukti nyata dapat dilihat sehari-hari para pelajar yang masih berseragam
dan masih dalam jam sekolah atau pulang sekolah dengan tanpa malu-malu merokok.
PERUMUSAN MASALAH
Penulisan skripsi dimaksudkan untuk mengungkap :
Bagaimanakah profil perokok remaja SMU
Muhammadiyah Weleri tahun 2000 ?.
TUJUAN
Untuk mengetahui profil perokok remaja meliputi
karakteristik siswa perokok, jenis dan macam rokok dan lingkungan yang
berhubungan dengan kebiasaan merokok pada SMU Muhammadiyah Weleri, Kendal tahun
2000 ditinjau dari sisi epidemiologi yaitu host yaitu perokoknya, agent yaitu rokoknya dan environment yaitu
lingkungan.
F. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan survei secara deskriptif
sebagai sebuah studi kasus dimana peneliti ingin mengkaji profil perokok remaja
di SMA Muhammadiyah Weleri Kendal .
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi
Populasi rujukan
Populasi rujukan adalah siswa SMA Muhammadiyah Weleri.
Populasi Studi
Populasi studi adalah siswa di SMA Muhammadiyah Weleri,
sama dengan Populasi Sasaran karena merupakan penelitian dengan pengambilan
populasi secara sensus.
S a m p e l
Sampel tidak diambil karena semua populasi dihitung (sensus).
PEMBAHASAN
Jumlah Perokok
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah
perokok sebanyak 32,4 % (lihat tabel 1). Bila dibandingkan dengan survey yang
dilakukan Depkes RI di Jakarta Selatan tahun 1989/1990 sebanyak 80 %, berarti
hasilnya ada di bawahnya.
Jenis Kelamin Perokok
Hasil penelitian menunjukkan responden
perokok terbanyak pada jenis kelamin laki-laki 52,8 % berarti di atas survey
seperti tersebut di atas yang hasilnya 50 %. Dan berada di bawah angka hasil
survei Depkes RI di Jakartra yaitu sebanyak 58,9%. Sedangkan wanita sebanyak
2,9 % dibanding 10 % berarti masih di bawahnya.
Umur Mulai Merokok
Dari hasil penelitian didapatkan,
sebagian besar mulai merokok pada usia 16-18 tahun sebanyak 73,1 % hal ini berarti di atas rata-rata di Jakarta
Selatan yaitu 12-18 tahun. Dan di bawah angka di Jakarta yaitu 19 tahun.
Jumlah Batang
Rokok yang Dihisap Tiap Hari.
Dari hasil penelitian didapatkan, jumlah batang rokok
yang dihisap responden perokok masih tergolong sebagai pertokok ringan. Karena
responden menjawab, menghisap dalam jumlah kecil yaitu 1-3 batng tiap hari
sebanyak 19,1 %, 4-6 batang tiap hari sebanyak 13,1 % dan kalau perlu saja 52,5
%. Berarti kalau dibandingkan dengan survei di Jakarta masih di atasnya karena
jumlahnya 84,7 % dibandingkan
dengan 50,8 %.
Tingkat
Pengetahuan Responden Perokok tentang Rokok
Tingkat pengetahuan responden perokok tentang rokok
sebagian besar sangat kurang, karena yang pernah belajar hanya 3,6 % Dan yang
pernah membaca referensi tentang rokok hanya 21,9 %. Dan yang sedikit tahu
jumlahnya 43,8 %.
Anggapan
Responden Perokok tentang Pengaruh Rokok terhadap Kesehatan
Sebagian besar dari mereka menganggap rokok
berbahaya (70,1 %), Tetapi tetap saja mereka merokok karena kurang peduli dan
kurangnya kesadaran akibat kurangnya pengetahuan, apa akibatnya kalau
menghisap rokok.
Tujuan Merokok
Sama dengan hasil sebelumnya,
mereka sebenarnya dapat saja
meninggalkan kebiasaan buruk merokok, karena hanya 3,7 % yang merasa kecanduan.
Tetapi tetap saja hal itu dilakukan. Jumlah terbesar dari mereka (43,8 %)
merokok karena basa-basi. Jadi mereka termasuk perokok psychosocial smoking.
Karena dalam keadaan tertentui saja mereka perlu menghisap rokok, jadi
keinginan un tuk merokok sangat kecil. Dibandingkan dengan survei di Jakarta, alasan merokoknya
berbeda karena alasannya adalah kenikmatan, kecanduan dan untuk ketenangan.
Jenis Rokok yang
Dihisap Responden
Sebagian besar dari responden perokok menyadari
bahaya rokok, meskipun tetap menghisapnya. Terbukti ada upaya minimal dengan
menghisap rokok putih, jumlah mereka ada 76,6 %. Hal ini berarti lebih bagus
daripada hasil survei Yayasan Jantung Indonesia pada tahun 1990 dengan jumlah 95
% menghisap rokok kretek.
Macam Rokok yang
Dihisap Responden.
Seperti hasil di atas sebagian besar mereka
menyadari bahaya merokok terbukti ada upaya dengan menghisap rokok yang di
bagian batang pangkalnya terdapat filter/penyaring, yaitu sebanyak 92,7 %.
Meskipun sebenarnya kalau kita bandingkan menurut teori, ada atau tidaknya
filter tidak ada perbedaan kadar tar dan nikotin yang dihisap. Karenanya filter
tidak dapat melindungi perokok.
Kedalaman
Penghisapan
Hanya sebagian kecil yang menghisap dengan dalam
sampai ke dada (13,9 %) dan sebagian di dada (15,3 %), Jadi merekalan yang
mempunyai resiko terbesar menerima dampak buruk akibat merokok di kemudian
hari. Dibandingkan dengan survei di Jakarta sebesar 4,9 % berarti berada di
atasnya.
Frekuensi Responden
Menelan Asap Rokok
Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menelan
asap rokok tiap hisapan yaitu sebanyak 29,9 %.
Ada Tidaknya
Keluarga Responden yang Merokok
Responden Perokok menjawab, keluarga
perokok dominan yaitu 69,3 %, hal itu berati pengaruh keluarga juga berperan
dalam hal proses pembentukan perilaku diantaranya meniru merokok.
Keluarga
Responden Perokok yang Merokok
Sebagian besar dari mereka, ayah mereka adalah
perokok(68,4 %) tetapi masih di bawah hasil survei Yayasan Jantung Indonesia tahun
1990 sebesar 73 %. Dan yang ibunya merokok sebesar 3,2 % yang masih di bawah
hasil survei di atas yaitu sebanyak 8 %.
Yang Mempengaruhi
Merokok Pertama Kali
Mereka lebih banyak dipengaruhi oleh teman bermain
(57,7 %) tetapi masih di bawah hasil survei Yayasan Jantung Indonesia (1990)
sebanyak 70 %.
Efek Apabila
Meninggalkan Rokok
Sebagian besar dari mereka menjawab hanyamulut
terasa kecut, dan apabila jawaban bervariasi, maka mulut terasa kecut juga ikut
dipilih (45,1 %). Hal itu berarti sebenarnya mereka tidak sampai pada taraf
kecanduan. Maka sebenarnya mereka sebagian besar mempunyai peluang untuk
meninggalkan kebiasaan buruk merokok.
Sikap terhadap
Perokok Lain yang Asapnya Mengenai Reponden Perokok
Mereka kurang menyadari bahwa asap yang keluar dari
rokok langsung dibandingkan dengan yang dari mulut orang lain, lebih berbahaya
asap orang lain. Terbukti bersikap biasa saja sebanyak 41,6 % dan masa bodoh
sebanyak 7,3 %. Sedangkan yang menghindar dan mungkin tidak suka sebanyak 35,8
%.
Sikap Responden
Perokok terhadap Perokok Lain di Sekolah
Pada umumnya perokok akan membiarkan orang lain
merokok, tetapi hasil menunjukkan bahwa mereka tetap peduli lingkungan dengan
adanya sebagian dari mereka yang mengingatkan temannya untuk tiodak merokok di
sekolah sdebanyak 41,6 %.
Sikap Responden
Perokok bila Diingatkan
Cukup bagus sikap sebagian dari merekakarena
langsung berhenti bila diingatkan yaitu sebanyak 54 %. Tetapi yang
memprihatinkan adalah yang masa bodoh sebanyak 18,2 % dan pindah tempat
sebanyak 27,8 %. Hal ini berarti ada kemungkinan berhasil untuk dijadikan
strategi anti rokok di sekolah.
Sikap Apabila Ada
Guru Datang
Masih adanya sikap segan terhadap Guru terbukti
mereka langsung berhenti merokok apabila ada Guru datang sebanyak 84,7 %. Hal
ini mendukung untuk diadakannya operasi anti rokok di lingkungan sekolah secara
rutin. Hanya saja tindakan ini menjadi
kendala apabila para Guru dan karyawan tidak memberi contoh dengan tidak
merokok di lingkungan sekolah.
Kebiasaan
Merokok Dikaitkan dengan Tingkat Pengetahuan Responden
Pada umumnya tingkat pengetahuan responden tentang
rokok sangat rendah, terbukti mereka kebanyakan tahu dari iklan. Yang malah
isinya cenderunmg membuat mereka lebih tertarik untuk merokok. Walaupun pada
label dan akhir iklannya tetap dicantumkan oleh perusahaan berupa peringatan
dari pemerintah. Untuk yang tidak merokok ada penambahan jumlah pada yang tidak
tahu, hal diakibatkan oleh ketidak tertarikan responden terhadap rokok. Apalagi
sebagian besar dari responden bukan perokok adalah wanita.
Kebiasaan Merokok
Dikaitkan dengan Keluarga Responden yang Merokok
Pada responden perokok menjawab bahwa keluarga
mereka yang merokok sebagian besar adalah ayah mereka, sama dengan yang tidak
merokok yang bahkan dengan prosentase besar. Hal ini berarti sesuai dengan
tabel 14 yang menunjukkan bahwa yang mempengaruhi mereka merokok lebih
dipengaruhi oleh teman bermain. Karena pengaruh keluarga tidak terlalu
berdampak dengan jelas pada yang tidak merokok.
KESIMPULAN
Hasil penelitian dan analisa
dalam pembahasan disimpulkan bahwa :
Sebagian dari siswa
SMU Muhammadiyah Weleri pada tahun 2000 adalah perokok yaitu sebanyak 32,4 %
dari seluruh siswa yang menjadi responden. Prevalensi untuk siswa laki-laki
adalah 52,8 % dan perempuan 2,9 %. Mereka mulai merokok pada umur anara 16-18
tahun. Jadi mereka kebanyakan merokok begitu memasuki SMU. Mereka umumnya
menyadari bahaya rokok dan akibatnya
tetapi tetap saja merokok meskipun dengan tujuan sekedar basa-basi.
Mereka menyukai rokok
putih dan berfilter.
Lingkungan yang
berhubungan dengan kebiasaan mereka menjadi perokok adalah teman bermain.
Karena meskipun dominasi keluarga (orangtua dan saudara) merokok, sebagian
besar dari mereka tetap tidak merokok.
SARAN
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah :
Kepada Instansi dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kabupaten
:
Agar secara rutin memprogramkan upaya penyuluhan tentang bahaya rokok kepada
para siswa SMU wilayahnya. Serta memasyarakatkan budaya bebas asap rokok di
lingkungan sekolah (SMTP dan SMU).
Kepada Institusi dalam hal ini SMU :
Agar lebih mendukung
upaya pencegahan bahaya rokok dengan melarang kantin sekolah menjual rokok. Dan
dianjurkan agar semua staf dan pengajar tidak merokok di lingkungan sekolah
untuk memberi contoh.
Penulis lain
Agar melakukan
penelitian dengan jumlah populasi dan sampel yang lebih besar.
Orang Tua Siswa
Agar ikut mendukung
dilaksana-kannya program anti rokok dengan memberi contoh di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
H. Abu, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Semarang, 2005.
Astrup P, Kjeldsen K. Carbon
Monoxide, Smoking and Atherosclerosis. Med Clin North Am 1973; 58:323-50.
Azrul Azwar, Joedo Prihartono, Metodologi
Penelitian, Binarupa Aksara, Jakarta, 1987, hal 54-55.
Ball K, Turner R. Smoking and
The Heart. Lancet 1974; 2:822-6.
Barry J, Mead K, Nabel EG, Rocco
MB, Campbell S, Fenton T, Mudge GHJr, Selwyn AP. Effect or Smoking on the
Activity of Ischemic Heart Disease. JAMA 1989; 261:398-402.
Bhisma
Mukti, Prinsip dan Metode Riset Epidemologi, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 1997.
Boedhi Darmojo R, Anityo Muchtar. Survey
Penyakit Jantung Iskemik pada Pengendara Becak di Semarang. Naskah lengkap
Kopapdi II. Surabaya 1973, hal. 28-36.
Boedhi
Darmojo R. Penyelidikan Beberapa Faktor Resiko pada Penderita Infark Miokard.
Naskah lengkap Kopapdi III. Bandung 1975.
Boedhi Darmojo R. Survey
Penyakit Jantung Iskemik pada Segolongan Pegawai Negeri di Semarang. Naskah
lengkap Kopapdi II. Surabaya 1973, hal 22-7.
Budi purwono, EB, Kebiasaan
Merokok Penderita Infark Miokard, Semarang, Laboratorium Ilmu Penyakit
Dalam, FK Undip, RS Dr Kariadi Semarang, 1990
Budioro,
Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyaerakat, FKM Undip, Semarang 1998
Gary D. Friedman, Prinsip-prinsip
Epidemiologi, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1993.
Gerungan,
WA, Psikologi Sosial, Eresco, Jakarta, 1957
Heliovaara M, Karnoven MJ, Punsar
S. Importance of Coronary Risk Factors in the Presence or Absence of
Myocardial Ischemia. Am J Cardiol 1982; 50:1248-52.
Holbrook JH. Tobacco. In : Harrison’s
Principles of Internal Medicine. Part I. Eeleventh edition. Editors by :
Braunwald, Iselbacher, Petersdorf, Wilson, Martin, Fauci. Toronto : Mc.
Graw-Hill Book Company, 1987 : 855-7.
Juustila H. Medical, Occupational
and Smoking Characteristics Related to Ischaemic Heart Disease in Men and Women.
Acta Med Scand 1977; Suppl 613.
Kannel WB, Thom TJ. Insidence,
Prevalence, and Mortality of Cardiovascular Disease. In : The Heart. Part
V. Sixth Edition. Editors by: Hurst, Logue, Rackley, Schlant, Sonnenblick,
Wallace, Wenger. Toronto: Mc Graw-Hill Book Company, 1986:557-60.
Kannel WB. Update on the Role of
Cigarette Smoking in Coronary Artery Disease. Am Heart J 1981; 101:319-28.
Keenan
RM, Hatsukami DK, Anton DJ. The Effects of
Short-term Smokeless Tobacco Deprivation on Performance. Psychopharmacology 1989; 98:126-30.
Manalu,
H, Sikap dan Perilaku Pemuda Mengenai Merokok di DKI Jakarta, MKMI No.
5, Jakarta, 1993 : 270
Mangku
Sitepoe, Usaha Mencegah Bahaya Merokok, Grasindo, Jakarta, 1997.
Mc Kenna WJ, Chew CYC, Oakley CM. Myocardial
Infarction With Normal Coronary Angiogram. Possible Mechanism of Smoking Risk
in Coronary Artery Disease. Br Heart J 1980; 43:493-8.
Moelyoto Hadipoero, Pengaruh
Rokok pada Penyakit Jantung Aterosklerotik, Kumpulan Cemarajh pada
Simposium Penyakit Jantung Aterosklerotik, Surabaya, Universitas Airlangga
Fakultas Kedokteran, 1971.
Nooman G. Passive Smoking in
Enclosed Public Places. Med. J. Aust 1976; 2:68-70
Noor
Nasri Noor, Prof, Dr, MPH, Dasar Epidemiologi, Rineka Cipta, Jakarta,
1997.
Ribeiro P, Walesby R, Edmonson S. Colagen
Content of Atherosclerotic Arteries is Higher in Smoker than in non-smoker.
Lancet 1983; 1:1070-2.
Russel MAH. Cigarette Dependence:
I-nature and classification. BMJ 1971; 2:330-1.
Russell MAH, Cole PV, Brown E. Absorption
by non Smoker of Carbon Monoxide from Room Air Polluted by Tobacco Smoke.
Lancet 1973; 1:576-9.
Sumarno, Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Siswa SLTA Merokok di Kecamatan Banyumanik Semarang, , Skripsi
FKM Undip Semarang, 1996 : 8
Tim
Pengembangan MKDK, IKIP Semarang, Psikologi Perkembangan, IKIP Press,
Semarang, 1989
Tjandra
Yoga Aditama, Dr., Kanker Paru, Arcan, Jakarta, 1995.
WHO. Community Prevention and
Control of Cardiovascular Diseases. WHO Tech Rep Ser 1986; 732.
WHO. Controlling the Smoking
Epidemic. WHO Tech Rep Ser 1979; 636..
WHO. Smoking Control Strategies
in Developing Countries. WHO Tech Rep Ser 1983; 695.
Wilhelsen L. Coronary heart
disease: Epidemiology of Smoking and Intervention Studies of Smoking. Am
Heart J 1988; 115:242-9.
WJS.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka Jakarta,
1984, hal 830.